Mandat dari Yang Mulia: Refleksi Buku “Kitab Suci Kesatria Cahaya”

Judul Buku Kitab Suci Kesatria Cahaya (Warrior of the Light: A Manual)
Tahun Terbit 2024
Penulis Paulo Coelho
Penerbit Gramedia Pustaka Utama

Lagi-lagi aku merasa tertarik dengan karya Paulo Coelho. Kali ini judulnya “Kitab Suci Kesatria Cahaya”. Tentu saja bukan betulan kitab suci agama tertentu, melainkan kumpulan nasihat dalam bentuk narasi. Sebetulnya, kutipan buku ini pertama kali kukenal dalam Spiritual Week di Formasi MAGIS tahun 2023, bunyinya demikian: “Setiap kesatria cahaya menyimpan percikan Tuhan di dalam dirinya.” Hanya sepenggal kalimat yang, setelah kubaca buku utuhnya, ternyata berada di kepala halaman 104 dari total 148 isi buku ini. Satu kalimat ini bagiku sangat memikat dan membuatku penasaran seperti apa isi seluruh bukunya. Setiap halamannya berisi satu-dua kalimat yang dibingkai dalam kotak, yang bagiku menggambarkan ide pokok, dan di bawahnya adalah narasi dari ide pokok itu. Semua narasi nasihat itu, kalau dirangkum, mengajak pembaca untuk mengenali pribadi yang unik, mewujudkan impian dan menerima ketidakpastian dalam hidup, juga tentang berjuang dan berserah.

Yang paling menarik perhatianku dari buku ini adalah sudut pandang cerita. Nasihat-nasihat itu diceritakan kepada pembaca seolah ditulis oleh seorang ‘kesatria cahaya’ yang mendapat mandat dari ‘Yang Mulia’. Sangat menarik bahwa buku ini seperti fiksi sekaligus bukan fiksi, karena tidak mengandung alur cerita seperti pengenalan tokoh, konflik, klimaks, dll namun mengajak pembaca untuk berimajinasi lewat tokoh seorang kesatria.

Panggilan Raja

Dalam sejarah spiritualitas Kristen, ada banyak cara Tuhan menyapa manusia. Salah satu pendekatan paling kuat dan menyentuh adalah gambaran bahwa Tuhan adalah Raja yang memanggil kita untuk ikut serta dalam karya keselamatan-Nya. Santo Ignatius Loyola, dalam Latihan Rohani, menggambarkan ini secara mendalam dalam meditasi yang disebut “Panggilan Raja”. Di sisi lain, Paulo Coelho dalam bukunya Kitab Suci Kesatria Cahaya menyampaikan pesan yang serupa—meskipun dengan bahasa yang lebih simbolik dan puitis. Kedua sumber ini, meski berasal dari konteks yang berbeda, menyuarakan satu pesan yang sama: ada panggilan mulia dari Sang Raja Ilahi. Kita semua diminta untuk menanggapinya dengan keberanian dan kesetiaan.

Kesatria yang siap mengabdi pada tuannya

Dalam bukunya, Coelho menggambarkan seorang pejuang spiritual -sosok yang tampak biasa- namun memilih untuk hidup dalam kesadaran, ketekunan, dan pencarian akan kebenaran. Sang kesatria adalah pribadi yang mendengarkan bisikan hati, membaca tanda-tanda yang Tuhan kirim melalui kehidupan sehari-hari, dan tetap setia pada jalan yang telah diilhamkan kepadanya. Walaupun sering gagal, ia terus bangkit. Ia menyadari bahwa panggilannya berasal dari sesuatu yang lebih tinggi: sebuah mandat ilahi yang tak selalu jelas, namun sangat nyata di dalam nurani.

Dalam misa hari Minggu Panggilan tanggal 11 Mei 2025 yang lalu, aku merasa tersentuh dan terhubung dengan orang-orang yang terpanggil untuk mendampingi umat berkebutuhan khusus. Kami sekeluarga memang mengikuti misa inisiasi umat berkebutuhan khusus hari itu untuk mendampingi kakakku. Di sana kami melihat banyak keluarga dan anggota mereka yang sama-sama unik. Tak hanya itu, para relawan dan pemerhati umat berkebutuhan khusus juga hadir dan mendukung penyelenggaraan tersebut. Kami semua dipanggil oleh Sang Raja Ilahi dan dimandati untuk mendampingi mereka sehari-hari. Perasaan terhubung ini lebih kuat lagi ketika menyadari bahwa aku pertama kali membaca tulisan tentang Kitab Suci Kesatria Cahaya ini waktu menjalani Spiritual Week tahun 2023. Dalam proses itu pun, salah satu Aha! Moment-ku adalah perasaan terhubung dengan orang-orang di Palestina yang menjadi korban konflik berkepanjangan. Aku merasa, semua hal yang saling terhubung ini pun merupakan “panggilan” Tuhan bagiku untuk merevisi dan menyelesaikan tulisan ini.

Pantaskah Aku?

“Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” (bdk. Yoh 20:21). Bukankah kalimat Injil ini terdengar seperti mandat raja?

Namun, jujur saja, ketika merenungkan mandat ini, aku merasa tidak layak. Aku masih hidup dalam banyak sisi kegelapan—kelemahan, keraguan, luka lama, dan rasa tidak percaya diri. Ketika mendengar ungkapan “mandat dari Sang Raja Ilahi,” yang terlintas bukanlah kebanggaan, melainkan ketakutan. Aku merasa kecil, lemah, bahkan cenderung ingin mundur. Bagaimana mungkin Tuhan mempercayakan misi sebesar ini pada seseorang sepertiku?

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (bdk. 2 Kor 12:9). Bisa dibilang, kutipan ini termasuk ayat favoritku di Kitab Suci Perjanjian Baru. Berkali-kali dalam menghadapi pengalaman hampir gagal maupun kegagalan itu sendiri, aku merasa dikuatkan dengan kutipan ini.

St. Paulus yang sedang menulis surat untuk para jemaat

Justru dalam kerapuhan, aku mulai melihat terang. Tuhan tidak memanggil yang sempurna. Dia memanggil yang bersedia. Dalam perjalanan ini, aku tidak sendirian. Ada orang-orang yang Tuhan hadirkan—mereka yang tak selalu bicara rohani, tapi kehadiran dan dukungannya menjadi tanda nyata bahwa aku tidak sendiri. Kata-kata mereka, doa diam-diam mereka, bahkan pelukan dan tawa mereka, seolah berkata: “Jangan takut. Mandat ini bukan beban, tapi anugerah. Dan kamu tidak perlu mengembannya sendirian.”

Aku percaya, dukungan dari orang-orang ini adalah bagian dari rahmat. Mereka adalah perpanjangan tangan Tuhan, pembawa cahaya di tengah gelapku. Seperti sang kesatria cahaya dalam buku Coelho, aku mulai belajar berdiri, walau goyah. Ada satu keyakinan bahwa Tuhan yang memilihku akan memantaskan dan memampukanku untuk melaksanakannya.

Santo Ignatius dan Paulo Coelho sepakat dalam satu hal: keberanian rohani adalah syarat mutlak untuk menjawab panggilan Ilahi. Kita mungkin tidak sempurna, tapi jika hati kita mau menjawab, Sang Raja akan membimbing kita di medan juang kehidupan. Dan dalam kesetiaan yang sederhana, kita menjadi bagian dari misi mulia itu: menyebarkan terang di tengah dunia yang haus akan harapan.


Stefani Sisilia Handoyo

Stefani Sisilia Handoyo alias Sisil adalah seorang “pembelajar seumur hidup” yang senang menulis. Punya nama pena Roux Marlet di Wattpad dan platform menulis lainnya, sebagian besar fiksi penggemar. Manusia Joglosemar karena lahir di Semarang, pernah kuliah di Jogja, domisili saat ini dan paling lama tinggal di Solo. Saat ini menjadi pengurus MAGIS Yogyakarta setelah sebelumnya menjadi formandi MAGIS Yogyakarta 2023. 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *