Pada tahun 2016, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan (alm.) Franciscus Georgius Josephus van Lith atau yang kerap disapa Romo van Lith dengan gelar kehormatan Satyalancana. Gelar kehormatan tersebut mengindikasikan sumbangsih van Lith, khususnya di dunia pendidikan di Indonesia. I. J Kasimo adalah salah satu murid didikan van Lith itu. Dalam pendidikannya, van Lith menanamkan nasionalisme dalam diri I. J. Kasimo. Tak terlepas dari sumbangsih van Lith, I.J Kasimo bertumbuh dan berkembang menjadi patriot Katolik. Ia merupakan pribadi yang terlibat dalam perjuangan bangsa Indonesia pada masanya. Orang-orang muda Indonesia masa kini pun dapat belajar dari perjuangannya.
Van Lith, Sang Misionaris Belanda untuk Indonesia
Sekitar tahun 1808, para misionaris Katolik Belanda dipandang sebagai pelayan rohani para elit pemerintah. Dengan demikian, masyarakat Jawa amat sensitif dengan kehadiran para misionaris itu karena berpikir bahwa mereka berpihak pada negara asalnya itu. Belajar dari situasi abad ke-19 ini, para misionaris di awal abad ke-20 lebih berjuang untuk sungguh menghadirkan nilai-nilai universal di tanah Jawa. Salah seorang misionaris itu adalah seorang Jesuit dan orang tulen Belanda yang sungguh punya hati untuk Indonesia bernama van Lith.
Bagaimana van Lith sampai memiliki hati untuk Indonesia tidak terlepas dari perjuangan yang tidak mudah baginya. Sejak awal, sebenarnya, van Lith tidak ingin diutus ke Jawa karena dia berspekulasi untuk mengerjakan misi ke negara-negara Barat, seperti Irlandia. Akan tetapi, pemimpinya mengutus van Lith mengerjakan misi di Jawa. Tentu pemimpinnya tahu betul bahwa ada sesuatu yang lebih dari van Lith mengapa dia diutus ke Jawa. Pater J. Keijzer mencatat bahwa para misionaris unggul diutus ke tanah Jawa, yakni Engbers, Hoevenaars, van Lith, dan Frencken. Atas dasar ketaatan, van Lith bersedia diutus ke Jawa, sebuah misi yang pada awalnya bukan minatnya.
Memulai misi di tanah Jawa, van Lith sempat mengalami perbedaan metode misi dengan Hoevenaars. Dibandingkan dengan Hoevenaars yang mendidik di Sekolah Mendut dengan mengedepankan kuantitas misi, van Lith yang menjadi tenaga pendidik di Sekolah Muntilan lebih mengedepankan kualitas dengan menyelidiki dan mendalami masyarakat Jawa terlebih dahulu. Untuk sebuah misi yang efektif, van Lith berani membayar harga dengan mendalami budaya Jawa dan Bahasa Jawa. Baginya, perlu proses bagi orang Jawa untuk menjadi sungguh Katolik. Perkataan dan pengetahuan orang Jawa yang terbatas untuk menjadi Katolik saja tidak cukup.
Salah satu prakarsa van Lith adalah mempersiapkan pengembangan pendidikan di Jawa. Van Lith memprakarsai pendidikan anak-anak Jawa dengan pandangan yang visioner. Dia berpendapat bahwa pendidikan merupakan sarana terbaik untuk menjunjung
martabat masyarakat Jawa. Van Lith berpikir bahwa perubahan mental orang Jawa terjadi karena pendidikan. Sumbangsih van Lith dalam politik dan pendidikan bagi masyarakat Jawa membuatnya amat disegani.
Dalam perjalanannya, van Lith sering dipanggil dalam kongres-kongres pemerintah karena pemahamannya mengenai Jawa dan pendidikan yang mendalam. Dalam beberapa pertemuan, dengan tegas, van Lith juga menunjukan keberpihakannya pada masyarakat Jawa. Bahkan, dia sempat meramalkan bahwa Belanda pasti kalah dari Indonesia. Di dalam perjuangannya sebagai misionaris, van Lith menyatakan keberpihakannya pada masyarakat Indonesia. Keberpihakan van Lith mungkin dilandasi oleh identitasnya sebagai imam misionaris Katolik.
Cara Mendidik van Lith pada I. J Kasimo
Pada tahun 1912, I.J. Kasimo pertama kali mengenal van Lith ketika van Lith mengunjungi I. J. Kasimo yang saat itu duduk di akhir kelas IV4 Sekolah Bumiputera Kelas Dua Gading. Beasiswa dan peluang meraih cita-cita yang ditawarkan van Lith memikat hati I. J. Kasimo bersekolah di Muntilan. Tak disangka, perjumpaan ini amat berharga bagi perubahan hidupnya. Patut dicatat juga metode van Lith melakukan kunjungan sebagai sebuah bentuk cura personalis. Cura personalis yang terwujud dalam kunjungan atau “blusukan” van Lith menjadi tonggak awal perubahan besar hidup I. J. Kasimo.
Pada tanggal 25 Juni 1912, Kweekschool, Sekolah Muntilan yang diprakarsai van Lith, diakui pemerintah. Sebelumnya, Pimpinan Umum Serikat YesusJesus pada waktu itu meminta Kweekschool tersebut menjadi kolese dipimpin Mertens sebagai rektornya. Dengan bangunan bambu, van Lith mendirikan Kweekschool-A yang terus meningkat kualitas maupun kuantitasnya. Beberapa muridnya bisa bekerja di dalam pemerintah Hindia-Belanda. Maka, van Lith punya hasrat kuat menyejajarkan Sekolah Muntilan yang didirikannya dengan sekolah pemerintah.
Pada awal berdirinya Kweekschool yang diakui pemerintah, sempat ada perdebatan mengenai Bahasa Melayu sebagai bahasa utama. Selain pembelaannya pada Bahasa Jawa, van Lith menawarkan pembelajaran Bahasa Belanda supaya para muridnya kelak dapat menjangkau masyarakat global lebih luas. Bahasa Belanda sebagai sarana pembelajaran, sedangkan Bahasa Jawa dipilih sebagai bahasa budaya atau liturgi. Selain itu, pembekalan ilmu-ilmu modern diberikan oleh para Jesuit kepada para muridnya di sekolah itu.
Belum sampai satu tahun belajar di Kweekschool, satu-satunya swasta yang diakui oleh pemerintah, I.J. Kasimo meminta diri dibaptis menjadi Katolik. Dia amat terpengaruhi dan terinspirasi oleh teman-temannya yang bersikap alim dan baik. Sebagai syarat sebelum masuk Kweekschool, van Lith mengajar Bahasa Belanda kepada I.J. Kasimo secara langsung. Perjumpaan personal ini membuat I.J. Kasimo terkesan dan terinspirasi. I.J. Kasimo melihat van Lith sungguh mendalami budaya Jawa dan kepribadiannya sesuai dengan jiwa masyarakat Jawa.
Selama mengenyam pendidikan di Kweekschool di bawah didikan van Lith, I.J. Kasimo mengalami banyak kesempatan mengembangakan dirinya. I. J. Kasimo memiliki banyak waktu untuk menekuni hobinya, yakni membaca. Dengannya, dia merasa ilmunya semakin diperkaya dan kemampuan mengungkapkan gagasannya semakin terasah. Selain itu, van Lith mendidiknya untuk memiliki jiwa nasionalisme. Semangat mendidik van Lith ini didasari empatinya pada masyarakat Jawa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada para muridnya.
Dalam permulaan misinya di Muntilan, banyak misionaris sesama Jesuit yang menentang pandangan dan metode misi van Lith. Pandangan van Lith dinilai liberal oleh sebagian besar misionaris, kecuali Hebrans. Van Lith dituduh sebagai seorang sosialis dan ‘pastor merah’. Ini tak terlepas dari sikapnya yang liberal dan diwarnai eksperimen-eksperimen misi yang baru. Dalam hati terdalamnya, van Lith pada dasarnya ingin mengedepankan kualitas daripada kuantitas. Cara pandang dan metode van Lith dilandasi pengalamannya ‘blusukan’ itu.
Semakin lama, pada saat itu, Sekolah Muntilan dan Sekolah Mendut menjadi sekolah bergengsi dan mumpuni. Peran dan prakasa van Lith dalam pendidikan berdampak pada meningkatnya peran golongan terpelajar Katolik di Indonesia. Salah satu kesan ini amat dialami oleh I. J. Kasimo. Bagi I.J. Kasimo, banyak hal yang mengesan dari figur van Lith ini. “Saya hidup di tengah-tengah orang Jawa, maka saya harus sehati-seperasaan dengan mereka”, kata I. J. Kasimo.
Keterlibatan I. J. Kasimo dalam Politik
Van Lith beserta sekolahnya telah membentuk I.J.Kasimo memiliki jiwa yang patriotik. Semakin beranjak dewasa, I.J. Kasimo semakin melebur dalam masyarakat melalui organisasi politik. Di dalam masyarakat, I. J. Kasimo pun terlibat aktif dalam perjuangan bangsa. Steenbrink mengakui I.J. Kasimo sebagai seorang politikus yang terkemuka. Seperti van Lith yang disegani dan penuh prakarsa, I.J. Kasimo memprakarsaimemprakasai berdirinya Partai Katolik yang bernama PPKD (Pakempalan Politik Katolik di Djawa) bersama sekitar 40 orang muda alumni Sekolah Muntilan. Para alumni Sekolah Muntilan merasa wajib terlibat dalam pengembangan misi atas dasar pengalaman dididik dan dibesarkan oleh para misionaris terdahulu. Pada awal berdirinya, I.J. Kasimo menjadi sekretaris. Sejak 1924, I. J Kasimo menjadi ketua.
Menurut Muskens, PPKD sudah mempunyai pemimpin-pemimpin yang cakap berkat pendidikan van Lith di Muntilan. Mendirikan PPKD, I.J. Kasimo dan rekan-rekannya satu alma mater tetap memegang teguh prinsip politik yang evolusioner sebagaimana diajarkan oleh van Lith. Prinsip evolusioner van Lith berarti “jalan beriringan dengan tempo teratur.” Beberapa tahun kemudian, PPKD semakin membuka organisasinya untuk menjangkau semakin banyak orang Katolik, bahkan di luar Jawa. Didasari Sumpah Pemuda, PPKD diubah menjadi PPKI (Perkumpulan Partai Politik Katolik Indonesia) pada tahun 1930.
I.J. Kasimo menjadi anggota Volksraad, satu-satunya perwakilan PPKI. Dia selalu menggaungkan dan menghidupi wejangan van Lith, salah satu yang menjadi pegangannya adalah sebuah brosur yang van Lith tulis pada tahun 1922. Brosur van Lith juga dipelajari dan didalami oleh SoekarnoSukarno saat diasingkan di Ende, Flores (1935-1938). Seluruh hidup I. J. Kasimo merupakan tanggapan mengenai brosur van Lith yang. Brosur tersebut berbunyi:
Dengarkanlah dan usahakanlah dengan sungguh-sungguh. Karangan saya ini saya maksudkan sebagai seruan bagi kalian semua untuk berdiri di belakang saya agar tanah Jawa, berkembang menjadi Hindia, ya menjadi seluruh Nusantara, akhirnya akan mengalami masa jayanya- dan timbul kembali, guna menduduki tempat terhormat di kalangan bangsa-bangsa.
I.J. Kasimo berperan sentral dalam pembentukan parlemen dan perjuangan hak-hak sosial buruh. Yang menarik, perjuangannya ini amat dipengaruhi oleh beberapa buku yang sempat dibacanya saat bersekolah. Selain brosur di atas, salah satu buku yang berpengaruh bagi I.J. Kasimo adalah De Katholieke Maatschappijleer atau Ajaran Sosial Gereja karya J. M. Llovera. Sebagai anggota VolksraadVolkstraad satu-satunya, I. J. Kasimo mengemukakan cita-cita kemerdekaan Hindia-Belanda yang dijiwai oleh gagasan-gagasan J. M. Llovera dan van Lith itu.
Karel Steenbrink mengakui bahwa meskipun ada van Lith dan I. J. Kasimo, gerak nasionalis orang-orang Katolik lebih lambat dari Protestan. Pertama, Gereja Katolik bersifat umum dan tidak mau terlalu terlibat dalam politik praktis. Kedua, Gereja Katolik masih menjaga jarak dengan pemerintah kolonial. Terlepas dari gerak lambat tersebut, van Lith dan I.J.Kasimo tetap turut memperjuangkan Indonesia merdeka sebab Gereja Katolik tidak berkaitan dengan negara penjajah tersebut. Perjuangan nilai-nilai kebaikan umum ini sungguh memberikan sumbangsih tak tergantikan bagi Indonesia.
Tiga Pokok Reflektif bagi Generasi Muda Indonesia
Pertama, van Lith adalah seorang Belanda, religius, dan misionaris Katolik yang mau membagikan hidupnya untuk Indonesia. Dia menunjukan keberpihakannya dengan tegas didasari nilai-nilai universal dan ketersediaannya mendalami budaya dan Bahasa Jawa. Figur van Lith juga memberikan teladan dan pola pikir tentang bagaimana mendidik secara personal (cura personalis), daya-juang di tengah situasi penuh tantangan, mau “blusukan” di tengah masyarakat dan kreativitas demi perkembangan dan pertumbuhan misi yang dipercayakan.
Kedua, I.J. Kasimo adalah seorang pahlawan Indonesia, awam Katolik, dan anggota organisasi politik yang juga turut memberikan sumbangsih bagi Indonesia. Keterlibatan I.J Kasimo di beberapa organisasi, mulai dari PPKD, PPKI, serta lembaga pemerintah, seperti Volksraad, merupakan wujud nyata dampak didikan van Lith. Figur I.J. Kasimo juga memberikan teladan dan pola pikir tentang bagaimana menjadi seorang anak didik yang memiliki cita-cita luhur, daya-juang dalam belajar, dan keberanian menyuarakan kebenaran melalui organisasi-organisasi yang diikuti.
Ketiga, van Lith dan I.J. Kasimo berelasi secara mendalam. Kedalaman relasinya terletak pada semangat saling mengembangkan dan menumbuhkan, saling mendidik dan dididik, menjadi guru dan murid, menjadi misionaris dan patriot. Dari proses mendidik I.J.Kasimo, van Lith tentu belajar banyak hal, seperti bagaimana mengerjakan misi dengan mendidik I.J Kasimo secara total. Bagi I.J. Kasimo sendiri, pendidikan yang van Lith berikan sungguh merupakan sumbangsih. Sikap dan gagasan-gagasan van Lith itu sangat menginspirasi, bahkan sangat mempengaruhi sikap dan pengambilan keputusannya saat dia melebur dalam hidup bermasyarakat.
Kedua figur tersebut sungguh dapat menginspirasi generasi muda Indonesia saat ini. Saat ini, generasi muda pun terus berhadapan dengan berbagai tantangan-tantangan zaman yang konkret menghadapimenhadapi kesemrawutan zaman, baik di dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan.Melalui kedua tokoh itu, banyak hal yang dapat direfleksikan dan dapat menjadi pijakan bagaimana generasi muda masa kini membaca tanda-tanda zaman dan dapat terlibat dalam sejarah Gereja dan Bangsanya.
*telah diterbitkan di Majalah Rohani No. 02 tahun ke-71, Februari 2024
Daftar Pustaka
Buku
Adisubrata, Y. (koordinator.), I. J. Kasimo: Hidup dan Perjuangannya, Jakarta: Penerbit Gramedia, 1980.
Eddy Kristiyanto, A. Seandainya Indonesia tanpa Katolik, Jakarta: Penerbit Obor, 2015.
Satiman, Frans. “Pastoor van Lith volgens een Javaansche leerling en voreerder” (manuskrip), Maastricht, Januari 1926.
Muskens, M.P.M, Sejarah Gereja Katolik Indonesia: Pengintegrasian di Alam Indonesia, Ende: Percetakan Arnoldus, 1973.
Rosariyanto, Hasto. Van Lith: Pembuka Pendidikan Guru di Jawa, Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2009.
Soedarmanto, J. B. Biografi I. J. Kasimo: Politik Bermartabat, Jakarta: Penerbit Gramedia, 2011.
Steenbrink, Karel. Orang-Orang Katolik di Indonesia (1808-1942), Maumere: Penerbit Ledalero, 2006.
The Documentation Information Department, The Catholic Church in Indonesia, Jakarta: Kantor Waligereja Indonesia, 1975.
Worcester, Thomas. The Cambridge Encyclopedia of the Jesuits, Cambridge: Cambridge Univesity Press, 2017
Website
Administrator, Sumbangsih Kebudayaan Romo van Lith, Indonesia. go.id, 24 Desember 2018, https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/330/sumbangsih-kebudayaan-romo-van-lith (diakses pkl 21.45 WIB pada tanggal 26 April 2022)
Ferry adalah seorang skolastik Jesuit yang sekarang berkomunitas di Kolese Hermanum. Saat ini, Ferry bertugas sebagai pendamping di Magis Jakarta Formasi 2023. Sehari-hari, banyak waktu Ferry habiskan untuk membaca, menikmati musik jazz & menikmati pertandingan NBA.