“Ketika rasanya ingin menyerah, ketika badan ini rasanya lelah, dan hati ini rasanya sudah remuk dihantam kegagalan berkali-kali, cobalah sekali lagi.”
Alih-alih hanya memberikan hiburan semata, menonton film seringkali justru dapat membawa suatu kesadaran baru akan hidup yang sedang kujalani saat ini. Sebenarnya tidak ada niat khusus saat memutuskan untuk menonton film ini. Namun, setelah melihat instastory salah satu teman, akhirnya aku memutuskan untuk menonton Nyad.
“Hello darkness, my old friend.
I’ve come to talk with you again
Because a vision softly creeping
Left its seeds while I was sleeping
And the vision that was planted in my brain
Still remains”
Lagu berjudul “The Sound of Silence” karya Simon & Garfunkel membuka film ini. Diana Nyad, seorang mantan perenang profesional yang sudah vakum selama 30 tahun, memutuskan untuk menggeluti kembali dunia renang demi mengejar ambisi/impiannya mengarungi lautan dari Florida ke Kuba. Rute ini seringkali dianggap sebagai “Gunung Everest” bagi para perenang dan saat itu belum ada satupun yang berhasil menaklukan rute ini. Pada 2013, Nyad akhirnya berhasil melalui rute ini di usia 63 tahun setelah melalui empat kali kegagalan.
“You’re never too old to taste your dreams.”
Nyad pernah mencoba mengarungi rute Florida-Kuba ini pada tahun 1978 saat usianya masih 29 tahun, namun gagal. Memasuki usia ke-60, Nyad berambisi untuk mewujudkan impian masa kecilnya itu. Banyak orang, termasuk sahabatnya Bonnie, meragukannya karena kondisi fisiknya yang tak lagi muda dan sudah lama tidak latihan. Namun Nyad tetap bersikeras pada keinginannya.
Tahun lalu, ketika memutuskan untuk melanjutkan pendidikan, mungkin tak sedikit orang yang mempertanyakan keinginanku itu. Teman-teman, keluarga, atau bahkan diriku sendiri. Pengalaman pernah gagal dalam usaha pencarian beasiswa, usia, juga karir yang sedang kujalani saat itu, membuatku seringkali berpikir untuk apa aku mengejar pendidikan yang lebih tinggi? Apakah ini hal yang benar-benar aku inginkan? Ataukah hanya pelarian semata?
Aku mulai membandingkan hidupku dengan orang lain dan seringkali mempertanyakan kembali mimpi ini. Teman-teman seusiaku terlihat sudah mulai mapan dengan kehidupannya masing-masing.
Saat aku sudah berhasil memperoleh sekolah dan pendanaan itu, aku bertemu orang-orang yang usianya lebih muda dariku. Mereka terlihat sangat berbakat dan memiliki segudang prestasi. Sedangkan aku merasa hanya manusia biasa dengan kemampuan otak yang tidak seberapa ini. Namun sesungguhnya di dalam hatiku, masih menyala bara itu meskipun kadang meredup karena aku hanya berfokus pada kekurangan diri sendiri dan pencapaian orang lain.
“Never ever give up”
Banyak hal yang menarik dalam film ini. Namun bagiku pribadi, hal yang paling menarik adalah sikap Nyad yang pantang menyerah. Setelah melalui berkali-kali kegagalan bahkan hampir meninggal, Nyad tetap mau mencoba melakukannya lagi. Nyad tidak takut untuk kembali merasakan rasa sakit dan tidak nyaman itu. Nyad sadar bahwa tidak apa-apa gagal asalkan ia gagal dengan lebih baik.
Seringkali aku menjumpai diriku yang patah semangat ketika gagal sekali. Aku langsung merasa itu bukan takdirku dan malas mengusahakannya kembali. Aku kembali teringat betapa hancur diriku saat aku gagal untuk mendapatkan beasiswa dan sekolah yang aku inginkan. Aku merasa diriku adalah produk gagal. Butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat diriku mau untuk mencobanya lagi untuk kedua kalinya.
Hingga di satu titik pada usaha keduaku untuk mencari sekolah, yang aku minta dalam doaku bukan lagi supaya aku berhasil, tetapi supaya ketika aku nantinya gagal (lagi) aku tidak menyerah atau bahkan menjauh dari Tuhan.
“It looks like a solitary thing, but it takes a team.”
Nyad awalnya selalu merasa bahwa ini adalah tentang dirinya dan impiannya. Dia selalu bersikeras menjalankan misi ini dengan caranya. Ketika temannya memperingatkannya akan cuaca buruk, Nyad tetap keukeuh ingin tetap melanjutkan misinya. Ketika ia gagal, ia terus menyalahkan dirinya. Sementara sebenarnya banyak faktor eksternal yang dapat menyebabkan kegagalannya, baik karena cuaca maupun binatang laut.
Aku tersentuh ketika pada akhirnya, Nyad menyadari bahwa ia tidak bisa melakukan ini semua dengan kekuatannya sendiri. Meskipun Nyad-lah si perenang itu, namun ada sahabat-sahabatnya yang selalu siap siaga dan bekerja sama menolongnya dari serangan hiu maupun ubur-ubur.
Ketika Nyad mengucapkan terima kasih pada timnya, di situ aku melihat bahwa perjalanan ini bukan semata-mata perjalanan untuk pembuktian diri atau pemenuhan ambisinya semata. Perjalanan ini adalah proses perjalanan spiritual pula. Bahwa ada perubahan sikap batin Nyad untuk pulih dari luka masa lalunya, hingga akhirnya dia menyadari cinta (Tuhan) melalui dukungan orang-orang di sekitarnya.
Aku kembali diingatkan bahwa berkat yang sudah kuterima sampai saat ini bukanlah karena kekuatanku semata, melainkan karena kemurahan hati Tuhan yang memberikannya secara cuma-cuma juga doa dan dukungan dari keluarga serta teman-teman yang selalu menerima dan menemaniku menjalani hari-hari terberatku. Aku bisa bangkit dan kembali berusaha menunaikan mimpi itu karena mereka. Mereka yang awalnya mungkin meragukanku, namun mereka pula yang tetap menaruh keyakinan padaku bahkan ketika aku mempertanyakan kemampuanku sendiri.
“One more stroke, just one good stroke. You are close.”
Akhirnya, ketika rasanya ingin menyerah, ketika badan ini rasanya lelah, dan hati ini rasanya sudah remuk dihantam kegagalan berkali-kali, cobalah sekali lagi. Ya, sekali lagi, lakukan sebaik yang kita bisa.