Hiduplah & Bebaslah

Hiduplah dan Bebaslah: Mengenakan Pikiran dan Hati Kristus


Apa sih yang membuat menarik dari buku Hiduplah dan Bebaslah? 

Aku yang terlintas di awal males baca buku rohani dan berpikir di awal pun pasti bahasanya sulit deh dimengerti dengan bumbu-bumbu teologi. Namun buku ini pada akhirnya berhasil menghipnotisku untuk membaca karena mudah dipahami  & menemukan rahmat.

Penerimaan Tanpa Syarat

Kebutuhan manusia pada dasarnya adalah ingin dicintai dan diterima apa adanya. Apakah kita sudah mengalami secara nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk dicintai dan diterima apa adanya? Pertanyaan tersebut membuatku bertanya setelah membaca buku ini. Pada dasarnya realitanya belum tentu mengalami dicintai dan diterima apa adanya di dalam kehidupan sehari-hari. Tentu dalam hidup ini kita pernah mengalami perasaan ditolak, dikhianati, dikecewakan, ditinggalkan, diremehkan, gagal dan lain-lain.  Tentu pertanyaan di atas menjadi garis bawah ketika kita pernah mengalami dan tidak terpenuhi dicintai sepenuhnya sebagai pribadi ciptaan-Nya.

Istimewanya buku dari penulis Rex A Pai, SJ tidak menyetujui penerimaan bersyarat atau lebih mengajarkan untuk menerima diri & sesama dengan apa adanya.

Namun realitanya di dalam kehidupan, kita mungkin pernah mengalami diterima karena apa yang kita lakukan atau ada syaratnya misalnya: kalau kita melakukan sesuatu yang baik atau sukses, kita dihargai; kalau kita melakukan sesuatu yang buruk, punya kekurangan dan gagal, maka kita ditolak. Akan tetapi, apa yang kita lakukan dengan baik (pekerjaan, pertandingan, belajar, bernyanyi, kegiatan dll) orang lain pun juga dapat melakukannya dengan sama baiknya atau bahkan lebih baik lagi. Keinginan terdalam dalam kita, sebagaimana telah dikatakan di awal adalah dicintai dan diterima, bukan saja karena apa yang telah kita lakukan, tetapi karena pribadi kita sendiri.

Buku ini menjelaskan Penerimaan tidaklah sama dengan persetujuan yang lebih terkait dengan sikap-kebiasaan. Kita mungkin tidak suka atau mungkin malah menghakimi perilaku seseorang (misal seseorang yang egois, atau tidak jujur), tetapi kita tetap dapat menerima pribadinya. Penerimaan tidaklah sama dengan kesepahaman: kita bisa saja tidak setuju/ menolak pemikiran atau pandangan seseorang, tetapi kita tetap masih bisa menerima pribadinya. Penerimaan tidaklah berarti bahwa kita hanya melihat kebaikan seseorang saja; maksudnya ialah bahwa kita dapat melihat hal baik bersamaan pula dengan perilaku kurang baik dalam dirinya, tetapi kita tetap menerima apa adanya. Dalam buku ini juga menjelaskan penerimaan bukanlah sesuatu yang negatif melainkan sesuatu yang sangat positif dan nyata bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, (misal kepedulian terhadap sesama tanpa syarat). Terkadang kita terjebak dengan menyamakan ketidaksukaan atau ketidaksepamaman kita terhadap perilaku orang yang menyebalkan dengan menyamakan pribadinya. 

Buku ini menyadarkan kembali bahwa siapa yang akan mencintai dan menerima aku sebagai mana aku adanya? tidak lain dan bukan yaitu Allah yang mencintai dan menerimamu sebagaimana apa adanya. Melalui penerimaan & dicintai Allah, penerimaan diri & penerimaan sesama memampukan kita menjadi pribadi yang kokoh dan tidak mudah goyah dan rapuh.

Seseorang yang mengalami dicintai Allah dengan kuat, Ia punya potensial bisa menerima diri apa adanya. Ketika seseorang menerima apa adanya pada gilirannya lalu dia akan menerima sesama apa adanya. Ada kaitannya sangat erat penerimaan dari Allah menguatkan penerimaan diri dan pada dasarnya menguatkan & memampukan kita menerima sesama apa adanya. 

Penerimaan dalam diri kita dan penerimaan kepada sesama merupakan hal nyata dalam keseharian bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan buku ini mengajarkan untuk menjadi diri yang autentik atau tidak bertopeng. Maka untuk menjadi orang yang utuh serta autentik, kita perlu bersiap melepaskan benteng yang kuat yaitu kita perlu bersiap untuk menerima luka. Jika tidak bisa menerima, kita tidak pernah berani untuk berharap dan mengasihi.  Anthony De Mello juga mengatakan apa yang saya tolak akan tetap bertahan, tetapi kalau saya terima apa yang saya tidak sukai akan hilang. 

Dosa dan Pengampunan

Hidup ini tidak ideal layaknya seringkali kita menolak mencintai Allah dan menolak dicintai Allah. Atau dalam arti lain having a fun sendiri/ egois. Hal tersebut merupakan salah satu dosa. Hal ini mengingatkan kita sekilas pada kisah cerita Tuna Cinta “Kembali Si Anak yang Hilang” yaitu kisah bapak memiliki anak sulung dan bungsu yang tidak pilih kasih. Namun tanggapan si bungsu dan si sulung berbeda. Tanggapan si sulung iri hati karena tidak mendapat hadiah dan dipestakan oleh bapaknya. Si bungsu minggat dengan menghabiskan warisan dan having a fun sendiri/ memutus relasi dan itulah dosa. Ketika warisan habis dan kesepian karena ditinggalkan teman-temannya lalu si bungsu pulang. Hal yang luar biasa bisa dipetik yaitu ketika si bungsu pulang Bapaknya mengampuni, memestakan dan menerima si bungsu apa adanya walaupun dia sudah berbuat dosa karena telah melawan orang tuanya sendiri dan menghabiskan warisan bapaknya. 

Dalam kisah kembali si anak yang hilang mengingatkan kita yang terkadang tidak sadar akan kerapuhan/dosa kita kepada Allah, diri kita sendiri dan sesama. Tetapi Tuhan dan Allah Bapa selalu baik menerima dan mengampuni kita anaknya yang rapuh dan berdosa ini seperti kisah Bapak yang mengampuni dan menerima anak sulung dan anak bungsu yang pulang kembali. 

Jika kita yang sering rapuh dan penuh dosa tetapi sudah dicintai dan diterima oleh Allah Bapa apa adanya (100%). Lalu Apakah kita mau menerima, bertobat bahkan mengampuni sesama dengan apa adanya terutama pada seseorang yang telah membuat sedih, kecewa atau bahkan mengkhianati di masa lalu? Pertanyaan ini mungkin sulit dijawab namun bisa pelan-pelan diperbaiki melalui cara penerimaan yang terbuka apa adanya, bertobat dan mengampuni.

Pada dasarnya setiap orang memiliki pengalaman pahit tentang luka atau kerapuhan masa lalu. Kelekatan tidak teratur terkadang yang menghantui kejadian pada luka-luka atau kerapuhan di masa lalu. Hal ini mengganggu kita menjadi tidak bebas baik kita seseorang yang menyakiti sesama atau kita yang disakiti/ dikhianati oleh orang lain. Supaya kita bisa lepas pada kelekatan masa lalu yaitu dengan cara memeluk dan menerima luka maka butuh proses  layaknya metamorphosis ulat, kepompong menjadi kupu-kupu. Hal yang dapat membantu & aku menyebutnya dengan spiritual check up yaitu tempat untuk mengolah hati/batin, membuang prasangka-prasangka negatif, menerima dan bisa memeluk luka-luka kita dengan cara tekun dalam Latihan Rohani dengan pendamping/pembimbing rohani atau tekun doa examen, ladoda, refleksi, jurnaling yang diajarkan oleh St Ignatius Loyola di Komunitas Magis. Atau mungkin bisa memilih ikut ret-ret pribadi. God Speed

 

Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Sebab itu aku terlebih suka bermegah pada kelemahanku, supaya kuasa kristus menaungi aku. 2 Korintus 12:9-10

 

Referensi:

Rex A Pai, SJ. Hiduplah & Bebaslah. Penerjemah oleh James Bharataputra, SJ dan Krispurwana Cahyadi, SJ. Yogyakarta: Kanisius. 2023.

Nouwen, Henri J.M. Kembalinya si Anak yang Hilang. Yogyakarta: Kanisius. 1995.

 


Venansia Anggit

Biasa disapa Anggit (MAGIS Formasi 2019). Seorang karyawan swasta. Suka mendengarkan music, menyanyi, membaca dan suka hal simple. visi andalanku “Let it be”.

-AMDG-

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *