“Asyikk!! Jalan-jalan ke Bogor!”
“Waduh, jam segini belum jalan.. Nyampenya jam berapa nih?!”
“Hah, udah nyampe?”
Kira-kira begitulah percakapan batin saya saat perjalanan menuju Canisius Camping Ground, tempat Community Building MAGIS Jakarta berlangsung selama 21-23 Oktober 2022. Setelah sampai di Canisius Camping Ground, rasanya puas dan penuh syukur. Senang sekali melihat tempatnya yang benar-benar asri, indah, luas, dan bersahabat dengan alam.
[Sabtu, 22.10.22]
Selamat pagi~~ Kicau burung bernyanyi dan kini ku siap ‘tuk jalani hari ini~~
Suara musik bersama sirine TOA berkumandang, tanda bangun. Kami bergegas bangun dan bersiap berkumpul di lapangan besar. Udara pagi terasa segar. Rumput-rumput ikut berembun. Kami mengawali hari dengan senam lalu dilanjutkan Ladoda (latihan doa dasar) yang membantu kami bisa terkoneksi dengan Tuhan dan semesta, serta games perkenalan.
Setelah mandi dan makan pagi aktivitas selanjutnya adalah “Johari Windows“. Kami dibagi per kelompok. Kira-kira ada 5-6 anggota per kelompok. Di Johari Windows, kami belajar untuk mengenal diri sendiri dan sesama kami yang dibagi dalam beberapa area: open area (yang diketahui diri sendiri dan orang lain), blind area (yang tidak diketahui diri sendiri namun diketahui orang lain), hidden area (yang hanya diketahui diri sendiri), unknown area (yang tidak diketahui diri sendiri dan orang lain). Aktivitas ini seru, karena kami pun jadi mengenal diri sendiri melalui sesama kami.
(Cheers untuk kelompokku: Novi, Kak Yuyun, Reni, Vensa, Galuh, dan Kak Sofia)
Setelah menikmati aktivitas awal, siangnya kami dibagi lagi di kelompok baru untuk games selanjutnya. Di kelompok ini saya sekelompok dengan Mitzi, Susi, Vinsen, Kak Ida, dan Fr. Aryo.
Kami mendapat peta dan kertas petunjuk untuk mengetahui games yang akan kami mainkan. Kami bersaing dengan kelompok lain untuk memperebutkan uang senilai 50 dollar MAGIS untuk menjadi juara. Beberapa games yang dimainkan antara lain:
- Kaki seribu: Game paling menguras kalori. Kami berbaris dengan mengaitkan kedua kaki kami pada teman di depan dan menyeret badan sekuat tenaga untuk sampai di garis finish.
- Laba-laba: Game yang bikin kelompokku merasa berdosa dengan Fr. Aryo karena disuruh mengangkat cewek satu per satu melewati tiap jaring dengan ukurannya masing-masing.
- Monyet: Game dimana bibit-bibit kami sebagai biduan dangdut dipertunjukkan. Di sini juga teman kami yang bertugas untuk suit dipertaruhkan. Kalau kalah, bisa jadi bulan-bulanan kelompok (bercanda, semua kelompok baik kok.)
- Semut: Game pasrah. Kami berjuang untuk mengambil bola dari ember dengan diikat tali yang ditarik oleh teman-teman kelompok.
- Bangau: Game bonus untuk dapat dollar MAGIS.
Setiap games mengajarkan kami untuk dapat bekerja sama, mengatur strategi dengan kelompok, membangun trust satu sama lain, dan terus berusaha memberi yang terbaik. Nilai-nilai inilah yang kami butuhkan selama satu tahun perjalanan kami di MAGIS kedepannya.
Setelah puas bermain, kami beristirahat sebentar untuk akhirnya bermain di game puncak, tidak lain dan tidak bukan adalah game lilin (YEAAYY). Game yang sudah umum di kalangan ospek, MOS, hingga retret tapi berkat MAGIS aku jadi tahu kuncinya untuk menang game ini: Kerjain balik panitia. Iya, kami sibuk mengibuli panitia dan tanpa sadar lilin ada di tangan Wisnu hingga akhirnya berhasil membawa lilin (dengan penuh basah kuyup) sampai di lapangan bawah.
(Turut mengenang kaki Kak Jean yang sampai berdarah demi game ini).
Seperti pada game sebelumnya, di game ini kami berusaha untuk menjaga lilin kami agar tidak padam meski ditempa berbagai tantangan. Semangat dan kesatuan kami selama di MAGIS diharapkan untuk terus menyala seperti lilin ini.
Setelah mandi dan makan malam, acara kami dilanjutkan dengan talent show. Uang dollar MAGIS yang kami peroleh hasil games sebelumnya ditukarkan dengan properti yang dapat kami pakai saat performance. Setiap kelompok memberikan warna dalam setiap penampilan. Ada yang bermain drama, bernyanyi, dan bermain drama sambil bernyanyi. Setelah acara talent show, kami tutup dengan Examen di lapangan terbuka sambil acara api unggun. Sambil membawa lilin, kami menuju lapangan serta disambut panitia.
Sayangnya, alam saat itu kurang bersahabat. Acara api unggun dapat berlangsung lancar, tapi doa Examen hanya dapat berlangsung beberapa menit karena hujan. Kami bergegas kembali menuju pendopo. Sambil menunggu hujan yang begitu deras, kami menikmati jamuan makanan ringan diiringi karaoke bersama. Sebagian besar tenda tidak dapat digunakan karena basah. Kami pun pindah ke pendopo lain sambil membawa seluruh tas agar bisa berlindung dan tidur. Puji Tuhan, kami tetap dapat tidur dengan pulas.
[Minggu, 23.10.2022]
Hari sudah pagi. Karena cuaca yang tidak bersahabat, misa alam ditiadakan. Kami pun bergegas mandi dan menyiapkan diri untuk misa. Misa dipimpin oleh Romo Wahyu, SJ. Setelah misa, kami dijamu dengan makan siang sambil menonton film kisah hidup St. Ignatius Loyola.
Kami sungguh menyimak perjalanan hidup St. Ignatius Loyola yang dapat kukatakan: “Gila!” Gila dalam arti yang sangat positif. Bagaimana dia meninggalkan kehidupan lamanya sebagai seorang prajurit bertangan besi, seorang bangsawan yang terpandang, sekaligus pendosa yang hidup fana untuk bisa menemukan kedamaian sejati: Tuhan. Bagaimana dia bermati raga berbulan-bulan, memukul dirinya berulang kali karena seorang pendosa, ikut merasakan penderitaan Tuhan demi menemukan makna hidup sejati: kasih. Lalu, bagaimana dia memulai perjalanannya yang baru sebagai seorang biarawan, mengemis, hidup miskin, dan mulai mengajarkan tentang cinta Tuhan yang sejati dari hal-hal kecil yang dapat kita temukan dalam hidup sehari-hari. Melalui filmnya, aku pun jadi mengenal asal-usul adanya latihan rohani yang dicetuskan oleh St. Ignatius Loyola yang sebagian besar diperoleh dari pengalaman hidupnya sendiri. Sungguh sangat mengagumkan. Beliau telah menjadi salah satu role model saya saat ini.
Setelah menonton film, kami pun berdiskusi tentang spiritualitas Ignasian yang dipandu Fr. Aryo (Menulis gelar setelah penulis kaget dan baru tau bahwa beliau seorang frater–canda, Ter. Diskusi ini sangat menarik dan membuat saya belajar bahwa Spiritualitas Ignasian adalah FGIAT (Finding God in All Things)). Penemuan tersebut dilatih dengan ladoda, examen, meditasi dan kontemplasi, serta journaling.
Acara dilanjutkan dengan pembagian circle yang akan menjadi teman seperjalanan kami selama MAGIS satu tahun ke depan. Aku bergabung dengan Circle 3 dengan animatornya adalah Ririn dan Domi bersama Kak Ajeng sebagai pendamping. Di circle 3 ada aku, Mitzi, Devi, Tina, dan Gee. Lalu kami mulai saling sharing, yang dimulai dengan putaran pertanyaan:
- Apa hal yang kamu harapkan dengan menjalani formasi di MAGIS?
- Apa yang menjadi kekhawatiran dalam menjalani formasi MAGIS nantinya?
Setelah itu, acara pun ditutup dengan persembahan video singkat dari Humas MAGIS serta doa bagi teman-teman yang berulang tahun di bulan September-Oktober (Happy Birthday!!).
Truk yang hendak mengangkut kami sudah siap di depan pendopo. Kami masih sibuk mengabadikan momen dengan selfie dan wefie ria. Lebih sibuk lagi saling follow akun media sosial masing-masing.
Selepas berfoto ria, kami pun pulang. Perjalanan semakin menyenangkan karena kami pun sudah lebih kenal satu sama lain. Harapannya agar selama satu tahun ke depan kami dapat menjadi teman seperjalanan yang saling bertumbuh di dalam Tuhan. Amin.
“Jika ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri. Jika ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama”. – NN.
Gysella Catherine
Bisa dipanggil dua-duanya, tapi akrab disapa Gysel. Senang bermain dan belajar. Aktif bekerja sebagai guru dan di kegiatan teater musikal dan dance. Gemar menulis, berpuisi, mendengarkan musik, dan nonton Netflix. Bucin sama J-Hope BTS. Sedang mendalami ilmu FGIAT –Finding God in All Things-. #BeMoreBeMagis.