Love is Patient: 4 You

Pada hari Rabu tanggal 22 Mei 2024, aku akan mengikuti MAGIS Immersion Experiment di Life Project 4 Youth (LP4Y) Jakarta. Hanya ada satu perasaan yang berkecamuk dalam pikiranku. Perasaan takut, karena bahasa Inggris-ku tidak terlalu baik. Tapi, mau bagaimana lagi, itu adalah resiko dari situasi yang kupilih: karena aku tidak bisa full mengikuti “Live In”.

Saat pembekalan pun, aku terus memikirkan “Bagaimana ya besok? Aku harus ngomong apa? Apa yang bisa kuberi untuk para youth di sana? Dan masih banyak lagi. Aku tidak bisa tidur. Asam lambungku naik. Baru kali ini aku pergi “Live In” dengan perasaan yang kacau dan merasa terbebani. Biasanya aku akan pergi dengan sukacita dan rasa penasaran. 

Singkat cerita, aku dan circle-ku sampai di kantor LP4Y. Setelah itu kami berjalan keliling Kampung Sawah, Cilincing. Kami melihat situasi dan kondisi masyarakat yang ada di sana. Kira-kira pukul 17.30 WIB, kami pulang ke kantor LP4Y dan diarahkan ke rumah induk semang masing-masing.

Pengalaman menyentuh bermula di sini. Aku bertemu dengan Dian, orang tuanya, dan kakaknya. Aku berkenalan dan mohon izin untuk tinggal di sana selama dua hari satu malam. Setelah itu, aku dipersilakan masuk ke kamar tidur Dian. Percakapan aku buka dengan obrolan singkat dan berlanjut cerita tentang pekerjaan. Entah kenapa, kami berdua seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Aku juga bercerita tentang gerd bersama ibunya Dian. Kami punya pengalaman yang sama dan saling berbagi.

Esok pagi, aku berkunjung ke LP4Y lagi untuk mengikuti kegiatan para youth di sana. Hari itu, aku lebih memilih untuk banyak diam dan memperhatikan. Aku berusaha untuk berpartisipasi saat mereka melakukan “Water Project”. Aku jadi tahu bagaimana cara membersihkan galon, mengisi ulang air galon, dan memasang penutupnya. Aku sangat menikmati project ini.

Di sela-sela project itu, ada waktu senggang sekitar 40 menit. Aku menggunakan waktu tersebut untuk bercerita dengan beberapa youth dan lebih banyak mendengarkan mereka. Ada banyak pembelajaran yang kuambil dari cerita-cerita yang mereka bagikan. Aku merasa “Menemukan Tuhan” ketika mengalami peristiwa tersebut. Sosok Tuhan yang tidak pernah melepas tangan anak-anak-Nya, sosok Tuhan yang selalu menguatkan, dan sosok Tuhan yang menerima anak-Nya apa adanya.

Dari perbincangan tersebut, aku merasa benar-benar tertampar. Ternyata, semua orang punya penderitaannya masing-masing. Aku bangga melihat para youth di sana semangat untuk belajar, semangat untuk cari kerja, semangat untuk berubah jadi lebih baik. Apalagi, ada salah satu anak, Rendy namanya. Dia satu-satunya anak special (menggunakan kursi roda) yang bergabung di LP4Y. Terharu sekali!

Pengalaman berkesan ini semakin berkesan saat aku ngobrol di malam hari bersama Dian. Aku melihat sosok Dian seperti seorang adik kecil yang memiliki banyak bakat, pintar, dan lucu sekali. Mendengarkannya bercerita saat pertama kali belajar melukis, menunjukkan lukisan-lukisannya, dan cerita-cerita di balik lukisan itu.

Sampai akhirnya, saat pengendapan, aku berusaha semakin masuk dalam permenungan. Sejujurnya, ada beberapa peristiwa kurang baik yang kualami selama di sana. Bukan karena youth-nya, namun ada hal yang lain. Terlepas dari situ, ada empat poin penting yang bisa aku pelajari.

Pertama, mereka yang (mungkin) masih berkekurangan, tapi punya semangat dan keinginan yang kuat untuk berkembang, maju, dan belajar banyak hal. Sedangkan, kita yang (mungkin) hidupnya lebih baik malah kadang memilih untuk menyerah, tidak bersyukur, dan bersikap acuh.

Kedua, ketulusan itu lahir dari mereka yang pernah merasakan kekurangan dan penderitaan. Mereka tahu betul rasanya kekurangan itu seperti apa dan hebatnya adalah mereka mau memberikan yang terbaik untuk orang lain, padahal mereka sendiri kekurangan.

Ketiga, kasih dan kehadiran Tuhan hadir lewat para youth yang menerimaku dan teman-teman dengan apa adanya dan secara terbuka mau membantu dengan tulus hati.

Terakhir, bukan perihal sebanyak apa yang bisa kuberikan untuk mereka, tapi perihal seberapa tulus aku memberikan dari apa yang kupunya. Dan yang kupunya untuk mereka hanyalah telinga untuk mendengar; mulut untuk memberi pesan, dan senyuman untuk memberikan semangat.

Terima kasih Dian, orang tua Dian, para Youth, dan para panitia “Live In”. Terima kasih sudah menambah perspektif hidupku .

 


Maria Novenia

Aku Maria Novenia, biasanya sih dipanggil Noven. Aku anak ketiga dari empar bersaudara. Sejak SD, aku suka menulis diary di buku atau membuat lirik lagu. Aku salah satu alumni formasi MAGIS tahun 2023-2024 ^^

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *