Merumuskan Tujuan Hidup: Sebuah Pengantar dan Undangan

 

 

Orang muda yang belum memiliki gambaran jelas tentang hidup dan masa depannya masih banyak. Pada 2018 mempublikasikan hasil penelitiannya di situs skystarventures.com. Penelitian ini dilakukan selama dua tahun terhadap 400.000 siswa dan mahasiswa Indonesia. Hasilnya terdapat 92% siswa setingkat SMA yang bimbang mau jadi apa di masa mendatang serta 45% mahasiswa yang merasa salah memilih jurusan kuliah (Putri, 2018). Hasil penelitian ini memberi gambaran kepada kita bahwa banyak orang muda yang belum memiliki tujuan hidup yang jelas. Sehingga pilihan-pilihan hidup yang mereka ambil tidak dilakukan secara sehat. Padahal pilihan-pilihan semisal jurusan ketika kuliah dapat menjadi keterampilan yang membantu mereka menjalani kehidupan sesungguhnya selepas menyelesaikan pendidikan. Apa jadinya bila banyak orang menjalani kehidupan tanpa suatu tujuan yang jelas?

Bayangkan hidup ini adalah sebuah perjalanan! Bagi mereka yang tidak memiliki tujuan (hidup) akan kebingungan bila ditanya mau kemana. Mereka bahkan mungkin tidak tahu sama sekali mau kemana, sarana-sarana apa yang mereka perlukan, dan apa maksud perjalanan hidup ini. Kelihatannya mereka berjalan namun sebenarnya tidak kemana-mana. Mereka barangkali akan berjalan hanya untuk memuaskan diri saja. Misalnya mencari kesenangan melalui beragam sarana-sarana hidup. Dimana ada sesuatu yang akan memuaskan kesenangannya, mereka akan kesana. Namun setelah berkeliling kesana-kemari rasa bosan akan segera melanda. Rasanya sudah banyak yang dilakukan namun seperti masih ada yang kurang. Semuanya hanya semu, sebab tidak ada tujuan yang dicapai.

Sementara bagi mereka yang memiliki tujuan, tahu nama tempat yang dituju. Tahu harus lewat jalan yang mana dan menggunakan apa untuk kesana. Mereka bisa memperkirakan apakah perjalanan cukup ditempuh dengan jalan kaki atau naik kendaraan. Dengan kata lain, mereka bisa memperhitungkan apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Orang yang memiliki tujuan tahu apakah sedang berjalan maju mendekati tujuannya atau justru sedang menjauh. Memiliki tujuan menjadi sebuah penuntun dalam menjalani kehidupan. Ia akan sadar ketika berada di luar jalur dan berusaha kembali masuk ke jalurnya. Bagi mereka, merasa lelah atau putus asa adalah godaan yang datang ketika hendak mencapai tujuan. Sebab mereka yang memiliki tujuan mungkin akan dihadapkan pada rintangan yang bertubi dalam menggapai tujuannya. Akan tetapi justru ketika dapat menghadapi rintangan itu mereka akan semakin dekat pada tujuannya.

Di zaman digital seperti sekarang, kita dibanjiri beragam informasi yang bisa digunakan sebagai sarana pendukung kehidupan. Informasi dan sarana tersebut dapat membantu kita mencapai tujuan. Namun banyaknya informasi atau sarana tidak serta-merta memudahkan kita dalam menentukan pilihan. Terlalu banyak tawaran justru menjadikan pilihan semakin rumit. Terlebih bila tidak memiliki tujuan, tentu akan mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih mendukung kehidupan. Karenanya penting untuk memiliki tujuan hidup sebab akan memberikan konteks kepada kita dalam melakukan pemilihan. Sayangnya merumuskan tujuan hidup dan kemudian melakukan pemilihan yang sehat tidak menjadi keterampilan yang diajarkan di sekolah.

Seperangkat Keterampilan Bernama Spiritualitas Ignasian

Manusia membutuhkan seperangkat keterampilan untuk bertahan hidup. Keterampilan yang kita butuhkan sebagai manusia tidak sebatas mencari makan melainkan juga dalam menjalani hidup yang lebih bermakna. Banyaknya informasi dan kemudahan pada zaman kita ini tidak lantas membuat hidup semakin mendalam, tapi justru jadi mudah mengalami pendangkalan. UNICEF Indonesia melakukan penelitian terhadap orang muda untuk memberikan analisis mengenai keterampilan apa saja yang diperoleh saat ini dan dibutuhkan di masa depan. Penelitian ini mengklasifikasikan keterampilan ke dalam tiga kategori: keterampilan dasar, keterampilan teknis, dan keterampilan yang dapat ditransfer. Keterampilan dasar berkaitan dengan kemampuan membaca dan berhitung yang menjadi dasar untuk mempelajari keterampilan lanjutan. Sedangkan keterampilan teknis merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mengerjakan tugas misalnya terkait profesi tertentu. Yang menarik adalah keterampilan yang dapat ditransfer. Keterampilan ini dapat diaplikasikan di berbagai bidang. Keterampilan ini meliputi beberapa aspek seperti kemampuan untuk belajar dan kemampuan untuk pemberdayaan diri (UNICEF, 2017).

Dilihat dari kacamata ini, Spiritualitas Ignasian dapat digolongkan sebagai seperangkat keterampilan yang dapat ditransfer. Spiritualitas Ignasian memberikan keterampilan kepada kita untuk senantiasa belajar dan memberdayakan diri. Sebagai suatu pedagogi dalam menjalani kehidupan, Spiritualitas Ignasian memiliki dinamika atau siklus. Dinamika Ignasian meliputi Pengalaman-Refleksi-Aksi yang sifatnya sangat personal seturut konteks kehidupan tiap-tiap orang. Menghidupi Spiritualitas Ignasian berarti tidak melewatkan begitu saja pengalaman hidup. Sebab pengalaman menjadi bahan untuk direfleksikan dan hasil olah refleksi kemudian menjadi nilai baru yang diwujudkan dalam tindakan. Tindakan-tindakan baru menjadi pengalaman-pengalaman baru yang terus-menerus direfleksikan. Dengan demikian hidup menjadi lebih berdaya dan bermakna.

Terdapat suatu landasan atau prinsip dalam menerapkan Spiritulaitas Ignasian sebagai pedagogi hidup. Kita mengenalnya sebagai Asas dan Dasar. Guna mengingatkan kita semua berikut kutipan LR. 23 yang ditulis St. Ignatius Loyola (1993) :

Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia, untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan.

Karena itu manusia harus mempergunakannya, sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi, dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut, sejauh itu merintangi dirinya.

Oleh karena itu, kita perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada pada kita dan tak ada larangan. Maka dari itu dari pihak kita, kita tidak memilih kesehatan lebih daripada sakit, kekayaan lebih daripada kemiskinan, kehormatan lebih daripada penghinaan, hidup panjang lebih daripada hidup pendek. Begitu seterusnya mengenai hal-hal lain yang kita inginkan dan yang kita pilih ialah melulu apa yang lebih membawa ke tujuan kita diciptakan.

Kutipan Asas dan Dasar Latihan Rohani di atas dapat kita bedakan menjadi tiga bagian. Bagian pertama merupakan tujuan universal manusia yang diwakili oleh kalimat pertama. Secara singkat tujuan universal manusia adalah memuji, menghormati, dan mengabdi Tuhan. Bagian kedua adalah mengenai sarana yang diwakili oleh kalimat kedua. Seluruh ciptaan baik itu pemikiran, benda mati, makhluk hidup lain, dan juga manusia lain dapat kita pergunakan dalam mencapai tujuan. Kalimat-kalimat selanjutnya adalah bagian ketiga yang mengilustrasikan mengenai prinsip mencapai tujuan dan mempergunakan beragam sarana. Prinsip tersebut adalah lepas bebas.

Jika sebagai manusia secara universal kita memiliki tujuan, maka dalam konteks yang lebih personal kita memiliki tujuan hidup masing-masing. Untuk itu baik bagi kita melihat kembali konteks hidup, sejarah hidup, serta kerinduan-kerinduan kita. Berangkat dari hal-hal tersebut selanjutnya dapat dirumuskan tujuan hidup personal kita.

Merumuskan Tujuan Hidup

Perlu dipahami bahwa merumuskan tujuan hidup personal tidak sama dengan memilih status hidup. Seperti memilih menikah atau jadi selibat. Memilih bekerja sebagai pengacara atau sebagai guru. Bila kita mengingat kembali Asas dan Dasar dalam Latihan Rohani maka hal-hal demikian dapat kita golongkan sebagai sarana. Atau setidaknya dapat dipandang sebagai tujuan jangka pendek. Tujuan hidup personal memiliki rumusan yang sifatnya konseptual atau abstrak seperti pada tujuan hidup universal yang ditulis St. Ignatius Loyola. Namun tujuan hidup personal ruang lingkupnya lebih terbatas seturut konteks hidup kita masing-masing.

Simon Sinek menyebut tujuan hidup personal ini sebagai Why. Why bisa dimaknai sebagai tujuan, alasan, atau keyakinan yang melatari segala sesuatu yang kita kerjakan. Dalam konsepnya yang dikenal dengan nama golden circle, Simon Sinek menempatkan Why sebagai aspek pertama dan utama (Sinek, 2019). Orang sebaiknya bertindak dimulai dengan Why (tujuan), baru kemudian dapat ditentukan How (cara atau strategi), dan terakhir memilih What (sarana yang diperlukan). Cara bertindak yang demikian mengingatkan kita pada kebiasaan St.  Ignatius Loyola. Ketika hendak menuju ke ruang tertentu, Ignatius selalu berhenti sejenak di depan mulut pintu guna memikirkan untuk apa ia kesana dan hendak melakukan apa (Valles, 1998). Kebiasaan unik St. Ignatius Loyola ini memberi gambaran kepada kita bagaimana Asas dan Dasar serta tujuan hidup yang sifatnya abstrak mewujud dalam tindakan konkret. Atau dalam sudut pandang sebaliknya dapat kita lihat bahwa setiap tindakan kecil St. Ignatius Loyola selalu diarahkan pada tujuan besar, Ad Majorem Dei Gloriam.

Kebiasaan Bapa Ignatius menunjukkan kepada kita bahwa Spiritualitas Ignasian adalah sebuah pedagogi menjalani kehidupan. Latihan Rohani bukan sebatas olah hidup ketika retret, melainkan juga olah hidup sehari-hari. Tujuan hidup personal memiliki manfaat dalam melakukan pemilihan guna: Menciptakan konteks dimana pemilihan dapat dibuat; Memberikan kondisi yang menguntungkan untuk pilihan yang sehat; Melakukan segala pilihan pada segala waktu; Membuat kita hidup senantiasa sadar dan senantiasa membeda-bedakan (Valles, 1998). Sebaliknya, kebiasaan olah hidup sehari-hari merupakan langkah awal untuk merumuskan tujuan hidup personal.

Merumuskan tujuan hidup personal merupakan bagian lanjutan dari proses mengolah sejarah hidup. Mengolah sejarah hidup sebaiknya tidak berhenti pada membuka kembali pengalaman luka batin untuk kemudian dapat berdamai dengannya. Proses pengolahan sejarah hidup perlu dilanjutkan dengan menggali pengalaman cinta atau dalam bahasa lain menemukan kembali kerinduan-kerinduan terdalam. Berangkat dari kerinduan-kerinduan terdalam itulah dapat ditarik benang merah dan dirumuskan tujuan hidup personal kita. Kaitannya dengan Asas dan Dasar ialah bahwa kerinduan-kerinduan terdalam dapat kita arahkan sebagai upaya untuk memuji, menghormati, dan mengabdi Tuhan sesuai konteks hidup kita. Merumuskan tujuan hidup personal bukan sebuah aktivitas sekali jadi. Dibutuhkan refleksi mendalam yang terus-menerus tentang hidup kita, sebab merumuskan tujuan hidup personal sama dengan mengolah sejarah hidup itu sendiri.

Supaya rumusan tujuan hidup personal dapat diwujudkan dalam tindakan dan lebih konkret maka perlu dibuat skema. Rumusan tujuan hidup yang abstrak dan konseptual dapat dicarikan strategi atau cara (How) untuk mewujudkannya. Kita perlu mencari bagaimana caranya memenuhi kerinduan-kerinduan itu dan menjalani hidup kita seturut tujuan hidup. Selanjutnya berdasarkan tujuan hidup personal serta strategi yang dipilih dapat kita tentukan sarana-sarananya (What). Sarana-sarana ini akan menjadi hasil, tindakan, atau wujud nyata dari tujuan hidup kita.

Sebagaimana dinamika Ignasian yang sempat kita singgung sebelumnya, skema rumusan tujuan hidup yang telah disusun kemudian dijadikan landasan dalam bertindak. Tindakan-tindakan ini akan menjadi pengalaman yang dapat kita olah dalam refleksi. Refleksi dapat digunakan untuk melihat hidup kita secara teknis maupun secara rohani. Ketika melakukan pemeriksaan batin di pagi hari dapat disadari mengenai tujuan-tujuan hidupku hari itu. Atau secara rohani dapat kita tanyakan pada diri sendiri apa yang mau Tuhan katakan padaku hari ini. Pada tengah hari dapat dilihat kembali sejauh mana usaha-usaha yang aku lakukan dalam mencapai tujuan. Kita juga bisa bertanya kepada diri sendiri tentang bagaimana Tuhan membimbingku hari ini. Lalu ketika hendak menutup hari dapat dilihat kembali apakah tujuan hidupku tercapai hari ini. Atau secara rohani dapat ditanyakan pada diri sendiri bagaimana Tuhan menyatakan Cinta-Nya padaku hari ini. Selanjutnya juga perlu dipikirkan hal-hal apa yang dapat dilakukan untuk semakin dekat dengan tujuan hidupku. Atau dapat direnungkan apa yang menjadi niatku untuk membalas Cinta Tuhan.

Kebiasaan melakukan pengolahan hidup semacam ini membantu kita dalam merefleksikan (tujuan) hidup. Dengan demikian hidup kita akan terus-menerus diperbaharui. Pembaharuan hidup yang senantiasa akan menumbuhkan pengharapan. Sebagaimana telah dibicarakan di awal, memiliki tujuan hidup akan membantu orang muda menghadapi masa depannya dengan penuh harapan. Dan hidup dalam pengharapan adalah hidup yang Magis!


Cornelius Bayu Astana

Seorang pecinta hidup dan suka terhanyut dalam pikirannya sendiri. Ia pernah menuliskan, “aku adalah domba yang hilang, selamatkanlah aku” sebagai jawaban alasan mengikuti Magis dalam form pendaftaran. Sering terkejut ketika diajak bicara bahasa jawa oleh ibu-ibu pedagang pasar di Jakarta, padahal ia belum bicara sama sekali. Saat ini sedang penasaran dengan dirinya akan seperti apa ketika usia 40.

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *