Sudah separuh jalan Formasi 2021 ini kujalani bersama Detroit. Sejauh yang aku rasakan, salah satu hal yang menyatukan kami adalah cerita. Kadang setelah selesi circlean atau examen bersama, kami lanjut ngobrol dan bercerita. Ngalur ngidul sampe larut malam.
Kami kerap membicarakan topik yang sedang hangat. Topik-topik hangat ini bisa apa aja, mulai dari yang dekat dengan keseharian seperti ide untuk makan siang/makan malam, hal-hal yang lagi trending di Twitter, pacaran beda agama, sampai pertanyaan “apa sih tipe pasanganmu?”. Kadang, kami juga heboh ngomongin isu-isu Kekatolikan. Mulai dari membicarakan Sri Paus sampai kebijakan Gereja Katolik.
Pola yang aku temui adalah kami semua berusaha untuk nggak ngelihat masalah yang kami obrolkan dengan kacamata hitam – putih. Nggak ada yang sibuk menyalah-nyalahkan satu pihak, karena kita sama-sama tahu bahwa dunia itu rumit dan label yang ada bukan cuma jahat – baik, benar – salah. Sifat manusia kan juga beragam, dengan 1001 motif yang nggak akan pernah bisa kita pahami sepenuhnya.
Apa pun topiknya, alih-alih nunjuk si ini salah atau si itu harusnya begitu, obrolan kami jadi mengalir terus karena tiap orang sibuk menebak-nebak, “Apa sih, tujuannya si anu berbuat kayak gitu? Kenapa dia nggak berbuat X aja? Kira-kira apa resikonya?” Dari sini, satu hal yang aku suka dari sesi obrolan ini adalah aku banyak belajar.
Aku belajar betapa dunia hari ini sudah sangat berbeda dari dunia yang aku kenal waktu masih seumuran teman-teman di Detroit dan aku pun juga belajar bahwa seberapa pun ekstrimnya perubahan yang terjadi di masa sekarang, ada nilai-nilai hidup yang sifatnya lintas zaman. Dan obrolan-obrolan ini juga jadi pengingat bahwa banyak banget hal yang terjadi di luar sana. Opini kami terhadap satu di antara seribu fenomena lainnya bisa mengarah ke opini berikutnya, dan mempengaruhi cara pandang kami terhadap dunia secara keseluruhan. Mungkin ada opini yang tetap bertahan hingga bertahun-tahun kemudian. Mungkin ada opini yang sedikit bergeser, atau berubah total 180 derajat. Nggak ada yang pernah tahu.
Nevertheless, our “ngobrol ngalur ngidul” is always a safe place for everyone to listen, learn, and voice out our opinions. Aku selalu menganggap sesi ngobrol ini semacam “simulasi” terhadap dunia nyata. Kita akan ketemu orang-orang dengan latar belakang dan prinsip hidup yang sangat berbeda dengan diri kita.
Jadi, satu hal yang aku harapkan adalah semoga kita semua selalu bisa sadar bahwa manusia itu punya banyak sisi, dan apa yang penting buat kita belum tentu penting buat orang lain. Begitu pula sebaliknya. Apa yang kita anggap benar pun suatu saat bisa aja berubah. Satu-satunya hal yang mutlak dan nggak akan berubah di dunia ini adalah keindahan perubahan itu sendiri, jadi jangan pernah takut buat belajar sudut pandang baru dan melihat sesuatu dari segi yang berbeda.
Karena, yang pada akhirnya bisa menentukan arah hidup kita adalah pemahaman dan opini yang kita bentuk atas hasil diskresi, riset dan pengalaman sendiri, bukan yang diinstruksikan oleh orang lain. Selain itu, perbedaan-perbedaan sudut pandang, membawaku pada sebuah kesimpulan bahwa saling menghargai, saling mendengarkan, dan saling memahami adalah kunci kebahagiaan. Bukankah begitu, chingudeul?