Menemukan Sapaan Tuhan

Pertemuan pertamaku dengan MAGIS bisa dibilang cukup unik. Bukan dari cerita teman, pengumuman Gereja, ataupun informasi-informasi dari komunitas Katolik. Aku menemukan MAGIS di tengah malamku yang galau. Saat itu aku sedang mengalami kesulitan tidur. Aku overthinking memikirkan kemana hidupku akan kubawa, juga ditambah dengan rasa cemas atas situasi pandemi yang tidak menentu dan kian menyebalkan. Setiap pikiran galau dan perasaan cemas itu muncul, aku selalu menghalaunya dengan bermain media sosial, salah satunya yaitu Twitter. Di tengah suatu malam saat scrolling timeline Twitter itulah aku menemukan MAGIS. Ada salah seorang pengurus MAGIS Jakarta 2020 yang mengunggah cuitan tentang open recruitment MAGIS Jakarta 2020 di kolom replies sebuah cuitan yang sedang viral kala itu (kalau aku tidak salah ingat, cuitan itu berisi video tentang perbedaan tata cara ibadah antara Katolik dan Kristen Protestan dan tentunya dikemas secara lucu & menghibur, sehingga bisa jadi viral).

 

Begitu membaca post tentang open recruitment itu, ada sebuah ketergerakan dalam diriku. Aku tertarik untuk mengetahui apa itu MAGIS Jakarta, “Komunitas apa ini? Apa saja kegiatannya? Siapa saja anggotanya? Apa bedanya dengan Orang Muda Katolik (OMK) Gereja?” Tidak pakai lama, aku segera menuju laman Instagram MAGIS Indonesia dan kemudian dilanjutkan dengan membaca profil MAGIS Jakarta di websitenya. Aku melakukan research singkat untuk tahu tentang MAGIS Jakarta secara lebih utuh. Setelah kubaca-baca sekilas profil komunitas ini dan aktivitas yang dilakukan, aku mulai berpikir, “Sepertinya komunitas ini dapat menjawab kebutuhanku saat ini, yah setidaknya untuk memenuhi kebutuhanku untuk berkomunitas supaya hidupku isinya nggak kerja aja.” Alasan awalnya cukup sederhana, karena aku butuh hidup berkomunitas agar aku tidak tinggal terus-terusan in my little bubble. Ketika menimbang-nimbang apakah sebaiknya aku daftar MAGIS Jakarta atau tidak, aku menemukan alasan lain yang lebih kuat dan mendasar, aku ingin & berharap menemukan jawaban dari pertanyaanku ini:

Sebenarnya apa yang dikehendaki Tuhan atas diriku? Ia mau membawa hidupku kemana?

Tulisan-tulisan singkat tentang Santo Ignasius Loyola di laman website MAGIS Jakarta semakin meyakinkanku, bahwa komunitas ini, dapat membawaku lebih dekat pada jawaban atas pertanyaanku itu. Hanya dalam sekitar 3 hari, sejak tahu bahwa ada komunitas yang namanya MAGIS, aku memutuskan untuk ikut open recruitment-nya. Long story short, aku mengikuti semua tahapan open recruitment dan akhirnya diterima sebagai bagian dari formasi MAGIS Jakarta tahun 2020.

 

Menemukan dan bergabung dengan MAGIS merupakan salah satu life changing experience buatku. Aku merasa menjadi manusia yang lebih composed, tenang, merasa dicintai oleh Tuhan dan juga diterima oleh teman-teman di circle-ku. Perasaan yang paling dominan adalah “tercerahkan”. Satu demi satu kegalauan hidup mulai terjawab melalui pertemuan-pertemuan bulanan (perbul) MAGIS.

 

Sebelum bergabung di MAGIS Jakarta, aku merupakan sosok yang kurang bisa menerima diri. Seringkali mengutuki diri sendiri karena tidak bisa mencapai hal yang aku inginkan, meski aku (merasa) sudah berusaha. Aku menganggap diriku sebagai contoh manusia gagal dan kurang memiliki arti bagi orang lain. Melalui perbul 1 sampai dengan 3 (etape pertama) tentang sejarah hidup Santo Ignatius Loyola dan sejarah hidup pribadi, aku belajar bahwa kita semua, termasuk Santo Ignasius Loyola, adalah pendosa. Meskipun begitu, kita sangat dicintai oleh Tuhan. Dari etape pertama tersebut, aku mulai menerima dan memahami diriku. Aku melihat Tuhan mencintai diriku dengan cara-Nya yang unik & personal.

 

Di antara etape pertama dan kedua terdapat sebuah “jembatan” yang menghubungkan kedua etape tersebut, yaitu perbul tentang Doa Ignasian. Perbul ini sangat membantuku dalam mendalami doa-doa Ignasian terutama untuk examen dan kontemplasi. Aku belajar bagaimana “berkomunikasi” dengan Tuhan, mengenali, dan mendengarkan sapaan-Nya. Berbicara secara jujur dan terbuka seperti halnya dua orang sahabat yang sedang bercerita. Aku belajar bahwa Tuhan juga ingin menyapa kita dan sapaan itu dapat dirasakan melalui perasaan dan kehendak kita.

 

Pada etape kedua, satu demi satu perbulnya membawa banyak insight baru bagiku. Perbul Asas & Dasar yang memberikan kesadaran bahwa segala sesuatu dalam hidup kita hendaknya diarahkan demi kemuliaan Allah dengan cara memuji, menghormati dan mengabdi-Nya. Selanjutnya yaitu perbul tentang Diskresi. Sebelum aku bergabung dengan MAGIS aku sama sekali belum pernah mendengar istilah “diskresi” atau “discernment”. Perbul ini membawa insight yang sangat berharga yaitu bagaimana aku memilih atau mengambil keputusan dengan melibatkan Tuhan. Ini suatu hal yang jujur belum pernah kulakukan sama sekali sebelumnya.Materi diskresi sangat membantuku untuk melihat pilihan mana yang terbaik yang dapat mengarahkan aku pada Tuhan. Akhir etape kedua ditutup dengan perbul Panggilan Raja, yang mengajak formasi untuk menemukan panggilan hidup masing-masing bersama Tuhan serta merenungkan kembali apa “personal vocation”-nya. Melalui berbagai rangkaian aktivitas di MAGIS baik yang dilakukan secara bersama atau personal, perasaan dominan yang muncul, adalah merasa semakin dekat & ditemani oleh Tuhan, yang sebenarnya sudah awal hidupku selalu  menemaniku, namun belum benar-benar kusadari.

 

Waktu berproses di MAGIS terasa sangat cepat bagiku. Aku menikmatinya hingga tidak terasa kurang lebih 10 bulan sudah terlewati. Akhirnya sampailah aku di tahap missioning. Jujur, aku tidak menyangka bisa bertahan dan menyelesaikannya. Prosesku selama di MAGIS juga tidak bisa dikatakan mulus, ada jatuh bangunnya. Kadang semangat banget sampai merasakan konsolasi, kadang juga merasa “terbeban” karena harus menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan berusaha konsisten ladoda, examen, dan journalling. Tapi rupanya rahmat dan cinta Tuhan begitu besar, hingga akhirnya aku masih diizinkan untuk menyelesaikan proses formasi di MAGIS sampai dengan missioning.

 

Bagiku, masa-masa menyambut missioning lebih mengena dibandingkan dengan saat hari H missioning itu sendiri. Pada masa-masa menyambut missioning, kami mendapat bahan-bahan bacaan seputar sejarah hidup Santo Ignasius Loyola secara berkala dan kemudian diajak untuk melakukan refleksi atas bacaan tersebut. Selain itu, formasi juga diajak untuk mengumpulkan rahmat-rahmat yang mungkin “tercecer” selama berproses di MAGIS setahun terakhir. Pada saat berefleksi, aku mencoba untuk flashback ke masa lalu hidupku, mencoba untuk menyelami pengalaman dan perasaan yang aku rasakan kala itu dan menyandingkannya dengan ziarah rohani Santo Ignasius Loyola. Melihat kembali bagaimana Tuhan menyapaku dan bekerja atas diriku. Aku merasa dicintai oleh Tuhan pada masa menyambut missioning.

 

Aku percaya bahwa MAGIS adalah sarana yang diberikan Tuhan untuk mengenal dan semakin dekat dengan-Nya. Saat ini, bisa kubilang bergabung MAGIS merupakan salah satu keputusan terbaik yang pernah kubuat dalam hidupku. MAGIS membawa banyak dampak baik untukku. Dari MAGIS aku mengenal latihan doa dasar (ladoda) yang sangat membantuku untuk menyiapkan hati sebelum berdoa, karena yah dulunya aku kalau mau berdoa tinggal buat tanda salib lalu ngomong gitu aja, nggak ada yang namanya persiapan batin untuk menyiapkan diri berkomunikasi dengan Tuhan. Kemudian, examen dan journaling membuatku menyadari bahwa tiap hari dalam hidup itu bermakna.  Dalam  examen dan journalling aku diajak untuk menemukan Tuhan dalam  keseharian. Senantiasa bersyukur atas hal baik, mohon ampun jika berbuat dosa, dan membangun niat untuk hari berikutnya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Pandanganku akan hidup juga pelan-pelan berubah, terutama melalui semangat utama Santo Ignasius Loyola yaitu Finding God in All Things.

 

Aku mulai meyakini bahwa Tuhan senantiasa hadir dalam hidupku. Ia menyapaku melalui pribadi yang aku jumpai, peristiwa yang aku lalui, dan bahkan pada alam yang aku tinggali. Dari situ aku belajar untuk memahami sapaan Tuhan dan lebih menghargai hidup. Menjadi pribadi yang lebih mindful dan tidak reaktif. Selain itu, circlean juga sangat membantuku dalam berelasi dengan orang lain. Belajar menjadi pribadi yang memberikan telinga untuk mendengar, hati untuk berempati, dan menerima orang lain apa adanya tanpa prasangka. Aku sangat senang dapat menemukan sahabat seperjalanan dalam Tuhan di MAGIS ini.

 

Rahmat terbesar yang aku rasakan selama di MAGIS adalah pengenalan dan penerimaan diri serta perasaan dicintai dan ditemani oleh Tuhan. Dulunya aku melihat Tuhan sebagai sosok yang jauh dan sulit digapai. Ia terlampau besar sehingga aku merasa sulit mendekati-Nya. Pandangan itu perlahan berubah seiring aku berproses di MAGIS. Melalui examen dan refleksi yang aku lakukan dalam keseharianku, aku menyadari bahwa sejatinya Tuhan senantiasa hadir dalam hidupku.

 

 


Aprilia Tanto

April (26 tahun) seorang karyawan swasta & juga sekaligus perantau yang berasal dari Surabaya. A mediocre person, tapi tidak masalah karena Tuhan tetap mencintainya dan itu sudah cukup. Kalau dari hasil tes MBTInya sih punya kepribadian tipe INFP.

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *