Natal di Tengah Pandemi

Sejak kecil, kita selalu mengalami bahwa Natal adalah perayaan sukacita. Ada bingkisan berisi cemilan dan susu yang dibagikan tiap usai Misa Natal anak. Ada Sinterklas yang bagi-bagi permen dan hadiah. Ada kado yang kita bawa dari rumah untuk dipersembahkan pada bayi Tuhan Yesus. Ada lagu Jingle Bells, kue nastar, pohon Natal, kumpul keluarga dan hal-hal lainnya yang bikin suasana Natal meriah. Sukacita dan kemeriahan Natal tersebut tentu bukan tanpa arti. Semua itu adalah wujud kegembiraan batin karena Tuhan mau menjadi manusia dan lahir ke dunia untuk menyelamatkan manusia.

Natal tahun ini terasa agak berbeda. Pandemi COVID-19 yang telah melanda dunia berbulan-bulan tidak mengizinkan kita untuk merayakan Natal dengan sukacita dan kemeriahan sebagaimana biasanya. Semua menjadi serba terbatas, baik Perayaan Misa Natalnya maupun pesta-pestanya. Belum lagi, beberapa dari kita masih harus berjuang untuk mencari alternatif pekerjaan karena kesulitan ekonomi di masa pandemi ini.  Kalau biasanya Natal identik dengan warna merah dan hijau, mungkin warna yang pas untuk tahun ini adalah warna hitam atau abu-abu. Hitam menandakan kesulitan-kesulitan yang dialami karena pandemi, abu-abu menandakan ketidakpastian akan kapan berakhirnya pandemi.

Memang, banyak yang bilang kalau Natal tahun ini sungguh sangat berbeda dari sebelumnya. Meskipun demikian, dengan segala keterbatasan yang ada, Natal tahun ini sama sekali tidak kehilangan esensi dasarnya. Yang berbeda dari Natal tahun ini hanya “warna”nya. Meski kita tidak merayakan dengan sukacita dan kemeriahan, dengan Nalal kita diberi harapan bahwa Tuhan hadir bersama kita, kreativitas perlu dikembangkan di tengah keterbatasan, dan kesederhanaan perlu dihidupi sekaligus disyukuri.

Di tengah situasi ini, kita diajak untuk tetap yakin bahwa harapan akan sesuatu yang lebih baik itu tetap ada, yakni bahwa kehadiran Yesus sang Immanuel akan mengubah hidup kita. Memang, situasi mungkin tetap tidak berubah, tetapi diri kita (sikap) keseluruhan tentulah berubah. Kita menjadi lebih peduli (care) dengan orang lain dengan mematuhi segala protokol kesehatan yang ada karena kita peduli dengan orang terdekat, masyarakat, para tenaga medis, dsb. Kita ikut memberi bantuan kepada mereka yang terdampak pandemi dan tidak bisa berbuat apa-apa mulai dari mendoakan mereka, memberi bantuan moral dan materil, dsb. Lebih dari itu, kita kini menjadi lebih peduli pada diri sendiri dengan lebih menjaga kebersihan dan kesehatan pribadi dengan rajin cuci tangan,  sesuatu yang mungkin sebelum pandemi kurang  kita pedulikan.

Kemeriahan dan semarak Natal tahun ini tidak seperti yang biasanya, namun itu bukan berarti kita harus murung dan menyerah begitu saja. Toh kita masih bisa memasang pohon Natal sambil merayakan Natal secara sederhana bersama orang terdekat. Natalan seperti ini justru membentuk kita menjadi lebih kreatif yakni dengan cara-cara baru seperti virtual choir, ngobrol intim dengan keluarga,  natalan daring, dsb.

Tentu harus diakui bahwa walau sudah mencari cara baru kadang kita mungkin saja merasa bahwa Natal kali ini tidak semeriah yang dulu. Namun, justru di sini kita diajak untuk lebih merasakan kesederhanaan kelahiran Yesus Kristus. Kita belajar melihat dan merasakan sang Raja Abadi yang justru lahir di Betlehem sederhana yang dikelilingi oleh para gembala tulus dan sederhana. Kita diajak untuk berefleksi lebih dalam, bagaimana Tuhan rela merendahkan diri-Nya dengan menjadi manusia karena sangat mencintai kita. Itulah inti kegembiraan inkarnasi; Allah yang menjadi manusia.

Bila kita refleksikan lebih dalam lagi, ujung dari semua itu sebenarnya bukan berakhir pada diri kita tetapi untuk orang lain. Itu karena Natal adalah soal berbagi (to give than to receive): yakni berbagi harapan dengan kreativitas dalam kesederhanaan. Dengan itu, Tuhan mengundang kita untuk melakukan yang magis (lebih) dalam mencintai diri-Nya, diri sendiri, dan sesama. Walaupun warna Natal kali ini bisa dikatakan hitam atau abu-abu, kita perlu yakin da sadar bahwa tetap ada sesuatu yang masih dapat kita perjuangkan, yakni kegembiraan batin karena Yesus sang Terang sejati datang pada kita.

Akhirnya, semoga dengan Natal tahun ini, kita dimampukan untuk dapat bersukacita walaupun dengan cara yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, menemukan makna-makna Natal yang lebih mendalam bagi diri kita masing-masing, menjumpai bayi Yesus yang manis, lucu, dan suci dalam kontemplasi maupun dalam pergulatan hidup kita sehari-hari yang penuh tangis, sukacita, dsb. Damai Tuhan menyertai kita semua. Merry Christmas!!!

 

 

 

 


Fr. Bonifasius Dwi Vilas, SJ (Vilas)

Adalah Frater skolastik Serikat Yesus. Berasal daari Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masuk Novisiat SJ tahun 2016. Mengucapkan kaul pertama dalam serikat Yesus tahun 2018. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan S1 Filsafat di STF Drikarya dan tinggal di Komunitas Kolese Hermanum, unit Johar Baru. Kini ia juga menjadi pendamping Komunitas Persink KAJ.

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *