To Find Another Way

“The Magi took another way, not the most comfortable way, not the way that you were used to, but another way because it’s a calling that we have to take another way.”

Fr. Antonio Moreno, SJ (JCAP President)

His Love Unites Us

Selama mengikuti pertemuan Magis JCAP di Thailand 26 Desember 2019 – 3 Januari 2020, saya merasakan banyak rahmat kebersamaan. Dalam pengalaman tersebut, saya merasakan bahwa setiap perbedaan dari setiap peserta berbagai negara diterima sebagai keunikan dan dipersatukan dalam kasih Tuhan. Ada tiga rahmat utama yang membuat saya sangat mensyukuri hidup dalam keberagaman ini.

Pertama adalah tentang bahasa. Dalam pertemuan ini, tidak semua peserta dapat berbicara dengan bahasa Inggris. Ada beberapa teman yang tidak menguasai bahasa Inggris. Hal ini tentu menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Namun, ternyata hambatan komunikasi ini justru menjadi rahmat untuk dapat saling memahami satu sama lain. Hal ini mendorong teman-teman lain untuk membantu mereka sebagai penerjemah. Perbedaan bahasa tidak lagi menjadi hambatan, tetapi justru menjadi rahmat yang mendorong setiap pribadi untuk memberi ruang pada perbedaan.

Kami merasa dipersatukan dalam satu bahasa kasih yang sama. Hal ini sangat terasa ketika saya mengalami 3 hari immersion experiment di desa suku Karen, Pa Khao Lam. Desa itu tidak memiliki listrik dan sangat sederhana. Dalam kesederhanaan ini kami belajar untuk hidup di luar zona nyaman kami. Kami belajar untuk lepas bebas dari segala sarana yang dapat menjadi kelekatan kami. Saya yang terbiasa memiliki ritme harian yang terencana harus belajar menikmati hidup bersama keluarga kami di desa. Mereka tidak bekerja (bertani), karena masih libur natal. Mereka juga tidak merencanakan apapun dalam liburan mereka, selain menikmati hidup dalam keluarga dan alam yang sangat indah.

Kedua adalah tentang spiritualitas Ignasian. Sebagai skolastik Jesuit, saya sangat bersyukur karena melihat begitu banyak orang muda yang menghidupi semangat Ignatian. Melalui examen, refleksi, dan latihan rohani, mereka dilatih untuk tidak melewatkan kehadiran Tuhan dalam hidup harian mereka. Dalam pertemuan itu, kami dapat membagikan pengalaman kami menghidupi semangat Ignasian ini. Saya merasa sangat diperkaya oleh sharing dari banyak teman. Hal ini semakin menyadarkan saya bahwa Tuhan selalu memiliki cara personal dan unik dalam berelasi dengan setiap pribadi.

Semangat Ignatian ini mengantar saya pada rahmat ketiga, yaitu keterbukaan. Saya sangat terkesan bagaimana setiap pribadi Magis JCAP mau membuka diri kepada orang-orang yang baru mereka jumpai. Setiap peserta hanya bertemu dalam 9 hari, tetapi kami sudah saling terbuka karena adanya kebiasaan circle di komunitas Magis. Percakapan-percakapan yang terjadi saat immersion, rekreasi, dan perjalanan di mobil menunjukkan keterbukaan satu sama lain. Dalam percakapan itu, kami juga dapat mengenal satu sama lain dengan lebih mendalam. Hal ini dapat terjadi, karena kami saling percaya satu sama lain. Dalam semangat Ignasian, kami diberi ruang untuk menjadi otentik dan menerima keunikan orang lain.

Perjumpaan-perjumpaan personal seperti ini semakin meneguhkan panggilan saya sebagai Jesuit. Saya dibantu untuk semakin terampil mendengarkan dan menemani orang muda dalam menghadapi pergulatan hidup yang tak mudah. Saya juga dipanggil untuk lebih dekat lagi pada orang muda. Syukur pula, bahwa Serikat Jesus menerima Universal Apostolic Preferences dari Paus Fransiskus untuk menemani orang muda dalam menciptakan masa depan yang penuh dengan harapan.

 

By Another Way

Setiap orang diberi banyak rahmat lewat pertemuan ini. Panggilan selanjutnya adalah bagaimana membagikan rahmat itu ke semakin banyak orang. Saya terkesan dengan homili Romo Toni Moreno ketika kami berkunjung ke Rumah Retret Seven Fountain. Dia mengatakan bahwa kami harus meneladan para majus untuk menemukan jalan yang berbeda/ baru untuk membagikan rahmat-rahmat yang kami terima kepada orang muda lain.

Selama pertemuan ini, tanpa sadar, kami sebenarnya sedang dilatih untuk menemukan cara-cara baru untuk membangun kebersamaan. Kami telah menemukan cara baru dalam berkomunikasi, saat beberapa teman kesulitan berbahasa Inggris. Kami juga menemukan cara baru dalam merayakan ekaristi bersama orang-orang Karen. Di desa kami juga menemukan cara-cara baru dalam mensyukuri dan menikmati kehidupan. Saya juga menemukan cara-cara baru dalam menemani dan mendengarkan pergulatan teman-teman muda dari negara lain.

Panggilan untuk menemukan cara-cara baru ini tidak lain adalah panggilan untuk melakukan pertobatan/ pembaruan diri. Teladan para majus mendorong kita untuk melakukan pertobatan dengan membangun kebiasaan-kebiasaan baru. Dinamika ini mengingatkan saya tentang semangat Ignasian dalam doa examen. Ternyata St. Ignasius selama ini juga telah mendidik saya untuk terus menerus menemukan cara-cara baru dan melakukan pertobatan. Ignatius sejak dalam Pamplona terus menghidupi semangat pertobatan ini. Melalui examen saya tidak hanya dipanggil untuk menyesali kesalahan dan mensyukuri rahmat. Panggilan yang lebih inti dalam doa examen adalah panggilan pertobatan lewat membangun niat untuk dilakukan di hari esoknya.

Akhirnya, saya sangat bersyukur. Saya dipanggil untuk secara pribadi mengalami pertobatan terus-menerus dan dipanggil untuk menemukan cara-cara baru dalam menemani orang muda agar semakin dekat dengan Tuhan.

 


Ishak Jacues Cavin, SJ

Ishak Jacues Cavin SJ (Cavin) adalah seorang frater skolastik Serikat Yesus. Berasal dari Muntilan, Paroki St. Maria Lourdes Sumber. Masuk Novisiat SJ tahun 2015. Mengucapkan kaul pertama dalam Serikat Yesus tahun 2017. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan di STF Driyarkara dan tinggal di Kolese Hermanum. “Look, I have engraved you on the palms of my hands, your ramparts are ever before me.” (Isaiah 49: 16)
Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *