Jangan Takut akan Kerinduan Terdalammu!

“Apa yang ada di balik ketakutan ini adalah gambaran Allah yang penuntut, yang tidak memperhatikan sama sekali kerinduannya atau apa yang ia mohonkan, yang tidak menginginkan kebahagiaannya…. Apa yang Tuhan harapkan darimu, bukanlah bahwa engkau memilih jalan ini atau jalan itu…”

 

Sebagai seorang suster Cénacle yang berkarya sejak tahun 2002 bersama dan untuk orang-orang muda, saya terlibat dalam beragam kegiatan: katekese, kelompok sharing antar-orang muda dengan topik-topik yang mereka pilih sendiri, pelayanan bagi mereka yang paling miskin, ziarah-ziarah, pendampingan spiritual baik dalam kehidupan maupun dalam retret-retret, serta pendamping para novis. Dalam keragaman kegiatan itu, satu hal yang selalu sama adalah menemani orang muda dalam perjumpaan personal mereka dengan Kristus.

***

Suatu Kenangan Masa Muda

Sebuah frasa dari Bapa Paus Yohanes Paulus II, yang saya dengar ketika saya masih remaja, telah menerangi masa muda saya dan terus tinggal dalam cara relasi dan pelayanan bagi orang muda: “Wahai orang muda, laki dan perempuan, jangan takut akan masa mudamu, akan kerinduan-kerinduan terdalam, di mana engkau mengalami kegembiraan, kebenaran, keindahan, dan kasih yang tetap tinggal (Pesan YP II untuk perayaan hari perdamaian sedunia pada 1 Januari 1985).”

Saya betul-betul telah tersentuh oleh ajakan untuk tidak khawatir akan kerinduan-kerinduan pada kegembiraan, keindahan, dan cinta. Perkataan ini, yang saya simpan dalam jurnal spiritual saya dan berkali-kali saya baca ulang, telah membukakan dalam diri saya suatu jalan. Hal yang membuat saya maju adalah pelampauan atas rasa takut saya, sehingga saya dapat mendengarkan kerinduan yang tinggal dalam diri saya. Jalan ini menjadi mungkin berkat mereka yang telah dengan berani mau berada di sebelah saya untuk menemani saya di jalan kepercayaan; jalan yang telah menyentuh seluruh diri saya dan telah membuat saya boleh memulai hidup, serta membuat saya boleh yakin bahwa saya diciptakan untuk menjadi bahagia. Pengalaman ini tetap tinggal sebagai suatu sumber dan mewarnai cara saya ada bersama orang-orang muda. Hari ini, di usia 46 tahun, saya adalah seorang suster Cénacle, dan dalam hati ini tinggal kerinduan untuk menemani orang-orang muda untuk saling bertemu, untuk bertemu dengan Allah, dan menemukan hidup yang selaras dengan kerinduan agung yang tinggal dalam hati mereka.

Misi yang telah saya terima telah membuat saya berjumpa dengan orang-orang muda yang amat berbeda satu sama lain dalam hal kelas sosialnya, rasa religiusitas mereka, juga pengalaman-pengalaman konkret kehidupan mereka. Kendati ada perbedaan itu, saya melihat suatu ciri umum: mereka sering tidak punya kepercayaan pada diri mereka sendiri, kerap mereka merasa tidak menyukai diri mereka sendiri (atau tidak terlalu menyukai), beberapa bahkan tidak dapat menyebutkan kebaikan-kebaikan diri yang mereka miliki (kadang karena mereka tidak melihatnya, atau kadang mereka berpikir bahwa tidaklah rendah hati kalau mereka mengetahui kebaikan-kebaikan diri mereka, seakan menjadi rendah hati itu berarti memandang rendah diri sendiri). Kerap, mereka mencari orang-orang dekat yang tidak men-judge mereka karena mereka sudah kerap ‘ditaruh dalam pencobaan’ itu dalam studi mereka, pekerjaan mereka, dan kadang pula keluarga mereka. Mereka berupaya untuk tetap bertahan hidup dalam sebuah konteks sosial yang penuh tuntutan ini dan itu; dan di saat yang sama, mereka punya kerinduan untuk tidak menyia-nyiakan hidup dan mereka mencari bagaimana bisa memaknai hidup mereka. Mereka peka dan peduli pada yang paling miskin dan tersingkir; pelayanan adalah suatu aspek penting di mana mereka ingin melibatkan diri. Di antara orang muda yang mencari bagaimana menemukan kembali hidup itu, mereka bertanya, “Apa panggilan hidupku? Tuhan telah memanggilku untuk ke mana? Apa kehendak-Nya untukku?”

Di tahun ini, di mana seluruh Gereja bekerja dalam Sinode Orang Muda, di hadapan permintaan agar orang muda ditemani dalam pencarian panggilan mereka, kami mengadakan suatu kegiatan untuk orang muda bersama keluarga ignasian (para religius ignasian, para yesuit, CVX), dengan tema “Tahun Penemuan: Bersama Yesus, Memilih dan Menyatukan Hidupku.” Ini adalah tahun untuk orang muda antara 20 hingga 30 tahun yang mengajukan pertanyaan tentang panggilan dalam arti yang luas, “Apa yang hendak aku buat dalam hidupku” (https://www.reseau-magis.org/declic/), dan yang ingin menjawabnya dalam iman. Orang-orang muda, semua dalam perjuangan studi dan pekerjaan mereka, ketika mengambil waktu untuk istirahat dalam hidup harian mereka, selamat empat pekan, berdoa dengan Sabda Allah, mendengarkan gerak-gerak batin, dan mengamati apa yang terjadi dalam diri mereka; mereka menerima suatu pengantar tentang pembedaan Roh dan mereka diajak untuk membuat suatu ulasan atas hidup mereka guna menemukan kehadiran Allah. Kami juga menawarkan suatu akhir pekan tentang pengenalan diri (mereka memilih suatu sesi entah itu tentang hidup afektif, entah tentang komunikasi tanpa kekerasan). Setiap orang muda bertemu secara rutin dengna pendamping rohani yang menemani perjalanan mereka. Tahun itu ditutup dengan sebuah retret berdasarkan Latihan Rohani dalam enam hingga sepuluh hari, berdasarkan pertanyaan yang tiap orang bawa masing-masing.

Memilih dan Menyatukan Hidupnya

Begitulah cara dua puluh dua orang muda memulai petualangan ini sejak bulan Oktober. Tahun Penemuan bukan suatu keajaiban! Kami sadar akan hal ini dan kami telah mengatakannya dengan jelas kepada orang-orang muda! Mungkin pada akhir tahun, beberapa akan menemukan jawaban atas pertanyaan mereka, beberapa mungkin tidak menemukannya, beberapa mungkin menemukan bahwa mereka punya pertanyaan lain. Yang penting adalah kami menemani mereka dalam jalan penuh kebebasan, penuh kepercayaan dalam relasi personal dengan Kristus, mendengarkan kerinduan terdalam mereka untuk menimbang dan mendengarkan ‘kerinduan’ yang akan menyatukan hidup mereka.

Awal perjalanan yang telah saya buat bersama teman-teman muda dari kegiatan Tahun Penemuan ini dan pengalaman saya terhadap orang muda sejak bertahun-tahun menunjukkan kepada saya pentingnya bagi mereka untuk memiliki di sisi mereka, seseorang yang percaya pada mereka. Peran saya sebagai pendamping spiritual atau secara sederhana sebagai seroang teman dalam perjalanan, adalah membantu mereka menemukan dan mengalami bahwa mereka dikasihi Allah dan bahwa mereka itu memang ‘bikin pengen disayang-sayang’; saya dipanggil untuk menunjukkan wajah yang penuh penerimaan, seperti Wajah Yesus sendiri yang menyambut semua orang. Sebuah kerjaan yang muncul dalam perjalanan dengan mereka adalah menuntun mereka menemukan gambaran-gambaran Allah yang salah yang mereka miliki. Sering sekali, mereka punya gambaran Allah yang tidak sesuai Injil! Mereka melihat Tuhan sebagai hakim, atau sebagai seseorang yang memperhitungkan segala sesuatu yang mereka buat (Tuhan Itung-itungan) atau seorang Allah yang penuh sihir. Gambaran-gambaran keliru ini mengurung mereka dalam ketakutan dan ketidakpercayaan, serta menghambat mereka memasuki batin mereka sendiri, menghalangi mereka untuk masuk dalam relasi dengan Allah.

Saya teringat akan perjumpaan saya ketika menemani seorang pemudi. Ketika menjelaskan padanya tentang apa itu bimbingan rohani, saya berkata kepadanya bahwa itu adalah suatu ruang percakapan di mana dia bisa datang dengan segala hal yang ia hidupi, kegembiraan-kegembiraannya, kepedihan-kepedihannya, ketakutan-ketakutannya, dan terutama segala hal yang ia tidak berani keluarkan di tempat lain untuk diletakkan dan tidak ditanggung sendirian. Kata-kata ini berbunyi padanya dan, dengan tanpa ragu, ia berkata pada saya, “Saya punya dua beban yang menghambat jalan saya. Saya takut kalau Tuhan meminta saya untuk jadi seorang religius. Saya takut kalau dengan berdoa, ia bisa meminta seperti itu!” Apa yang ada di balik ketakutan ini adalah gambaran Allah yang penuntut, yang tidak memperhatikan sama sekali kerinduannya atau apa yang ia mohonkan, yang tidak menginginkan kebahagiaannya. Relasinya dengan Tuhan pun tersendat, dia tidak dapat berdoa tanpa merasa penuh ketakutan akan ‘kehendak Allah’. Namun ia telah berani mengungkapkannya, dan berkat itu, dia dapat mulai berjalan. Dalam pertemuan-pertemuan yang berikutnya, dia menyampaikan betapa pengalaman itu telah menyingkapkan tabir ketakutannya dan dengan melepaskan ketakutan itu dalam pendampingan spiritual ia telah dibebaskan. Ia merasa bahwa ia kini dapat menaruh kepercayaan pada Tuhan dan yakin bahwa Allah menghendaki kebahagiaannya.

Meninjau Ulang Gambaran Allah dan Kehendak-Nya

Saya mengalami hal-hal yang kerap menjadi penghalang (dalam kasus pemudi itu dan khususnya dalam kasus mereka yang tengah mencari panggilan mereka), yakni tentang kepercayaan bahwa kehendak Allah itu seakan tertulis di suatu tempat dan bahwa mereka mesti menemukannya, lalu melaksanakannya. Dengan begitu seakan kehendak Allah itu ada di luar diri mereka, di luar kepribadian mereka, di luar siapa diri mereka, di luar rahmat-rahmat pribadi mereka juga di luar kerinduan mereka sendiri. Dalam kelompok Tahun Penemuan, kami bertanya-tanya akan perkataan ini: “melaksanakan kehendak Allah.” Kami menemukan dalam suatu seminar dari Michel Rodet yang meneguhkan bahwa pertanyaan [tentang panggilan] semacam itu keliru! Orang-orang muda, kata Michel Rodet, perlu ditemani untuk mengubah perspektif mereka yang telah berakar dalam dan yang selalu menuntut mereka. “Apa yang Tuhan harapkan darimu, bukanlah bahwa engkau memilih jalan ini atau jalan itu yang telah Ia tentukan dalam kekekalan-Nya, melainkan bahwa kamu menciptakan jawabanmu sendiri!” Bersama Tahun Penemuan, kami menemani orang muda dalam jalan ini. Pedagogi ignasial dalam laku doa, dalam mengamati dan membedakan Roh, adalah kekayaan yang membolehkan kami membuat perubahan mental dan memampukan kami mendengarkan Sabda Allah, mendengarkan diri kami sendiri, dan kisah-kisah sejarah kami untuk menemukan bagaimana ‘hidup dalam keberlimpahannya’.

Saya ingin mengakhiri karangan ini dengan mengatakan kepada orang muda: percayalah pada kemudaan kalian sendiri, pada kerinduan-kerinduan terdalam akan kegembiraan, akan kebenaran, akan keindahan, akan rasa cinta yang bertahan lama yang kalian alami! Masa depan dari perdamaian di temukan dalam hati kalian! Juga kepada mereka yang menemani orang muda di sisi mereka: percayalah kepada orang muda, dan kepada kerinduan-kerinduan terdalam mereka akan kegembiraan, akan kebenaran, akan keindahan, akan rasa cinta yang bertahan lama yang mereka alami! Masa depan dari perdamaian di temukan dalam hati mereka!

***

Luisa Curreli adalah seorang suster dari kongregasi Cénacle di Prancis. Ia juga pendamping komunitas orang muda MaGis di Prancis. Karangan ini diterjemahkan dari Luisa Curreli, «N’ayez pas peur de vos désirs profonds!,»  dalam jurnal Christus No 258 April 2018 – L’esprit de Jeunesse, 41-44.

Translasi oleh: Fr. Albertus Erwin Susanto, SJ

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *