Saat ku terdiam dalam lamunanku ku teringat akan sebuah ayat ”Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius 7:7) dan kalimat ”Percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa. Lalu dilepaskan-Nya satu persatu di saat yang paling tepat”.
Gunung Papandayan adalah gunung pertama yang ku daki. Sejak SMA aku ingin sekali mendaki gunung namun orang tua tidak pernah mengizinkan, karena mereka terlalu khawatir akan keselamatanku, mereka sering mendengar berita-berita kurang baik di televisi. Aku tahu mereka seperti itu karena mereka sangat mencintaiku. Tapi aku tak pernah melepas mimpi dan angan-anganku untuk bisa mendaki gunung. Aku hanya bisa berdoa dan bermimpi bahwa suatu saat aku bisa mendaki gunung dan menikmati salah satu karya-Nya yang indah dan luar biasa. Dan benar Dia mewujudkan impianku. Dia tak pernah bohong. Dia tak pernah PHP-in aku. Dia selalu memberikan disaat yang paling tepat, sama seperti kalimat yang kutulis di atas ”Percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa. Lalu dilepaskan-Nya satu persatu di saat yang paling tepat”. Tuhan mengabulkan doaku melalui keluarga maGis.
Pendakianku bersama keluarga maGis sangat menakjubkan. Pendakian pertama dimulai dari kaki Gunung Papandayan menuju Pondok Seladah, tempat dimana kami mendirikan tenda. Untukku yang jarang berolah-raga dan baru pertama kali mendaki, pendakian ini terbilang sangat sulit. Jalan yang mendaki dan berbatuan, cuaca cerah dengan terik sinar matahari, napas yang tak beraturan dan jantung yang berdetak kencang, hampir membuatku menyerah. Aku sempat berpikir dalam hati aku ingin menghentikan pendakianku. Namun saat aku menengok ke belakang dan kulihat teman-teman lain terus berjuang, saling menyemangati dan menunggu apabila ada salah satu teman perjalanan yang kelelahan, maka kuurungkan niatku. Betapa baiknya teman-teman seperjalananku ini. Akupun berpikir bahwa mendaki gunung itu seperti saat kita menjalani kehidupan kita sehari-hari. Kita harus terus berjuang untuk mencapai tujuan dan mimpi kita. Kita tidak boleh mundur apalagi menyerah. Spirit itu yang terus aku pegang dan aku bawa, hingga akhirnya aku sampai di Pondok Seladah.
Petualanganku bersama keluarga maGis tak terhenti disitu, kami melakukan pendakian kedua dengan tujuan dari Pondok Seladah ke Tegal Alun, tempat terindah di Gunung Papandayan. Pengalaman yang sangat menakjubkan terjadi di pendakian kedua. Pendakian yang lebih sulit kami alami, tapi dengan sulitnya pendakian itu membuat suasana menjadi semakin lebih hangat, kekeluargaan semakin melekat dan semangat semakin berkobar. Perjalanan menuju Tegal Alun sangat sulit, kemiringan medan pendakian yang menanjak hampir atau malah 90o. Bisa dibayangkan bagi pemula seperti aku hal tersebut sangat menyulitkan. Namun lagi-lagi Tuhan hadir. Tuhan hadir melalui keluarga maGis yang menjadi teman pendakian ku. Melalui tangan-tangan mereka yang menggenggam tangan ku agar aku bisa terus mendaki walaupun dalam kondisi jalan menanjak, jalan bebatuan, serta jalan licin. Semangat merekalah yang semakin membuatku tak berhenti untuk terus menanjak dan mendaki. Semangat mereka jugalah yang mengobarkan semangat ku sehingga aku tak merasa letih ataupun lelah.
Tuhan hadir melalui ranting pohon, batu, air dan pepohonan. Bahkan Tuhan pun hadir melalui orang-orang yang tidak aku kenal, yang merupakan anggota tim pendaki lain. Kami saling membantu satu sama lain, kami saling menyemangati satu sama lain. Aaahhh… pengalaman yang sangat luar biasa bagiku, hingga aku bingung mau menulis bagian mana dulu. Hahaha… Maaf bukan aku tak mau berbagi namun aku bukan penulis ulung yang bisa merangkai kata dalam bentuk tulisan.
Dalam pendakian kedua ada kalimat yang sangat membekas sampai saat ini yaitu : ”Ayo dikit lagi dikit lagi… Semangat… Semangat…. dikit lagi sampai”, tapi tidak sampai-sampai. Hahaha… Bila teringat kalimat itu aku selalu tertawa geli membayangkan kejadian saat itu, bahkan sambil aku menulis ini, aku pun tersenyum-senyum. Hahaha… Walau memang pendakian kedua terasa lebih sulit dan membutuhkan perjuangan yang sangat panjang. Perjuangan itu tidak sia-sia, perjuangan kami dibayar dengan indahnya pemandangan di Tegal Alun. Di Tegal Alun kami berdoa bersama dan melakukan perjamuan makanan ringan bersama. Berbagi makanan dan minuman yang hanya sedikit untuk kami semua, dan kuasa Tuhan ditunjukkan lagi di situ. Makanan dan minuman yang hanya sedikit bisa melepas rasa lapar dan dahaga kami karena lelahnya mendaki. Saat-saat itu yang paling menyentuh dan membekas di hatiku.
Selain pengalaman mendaki bersama keluarga maGis aku pun bahagia bisa mengabadikan kebahagiaan, senyuman, tawa keluarga maGis dalam bentuk foto. Aku tak peduli apabila di dalam foto itu tidak ada aku, karena untukku melihat dan mengabadikan senyuman, tawa keluarga maGis sudah membuatku bahagia. Aku mempunyai mimpi untuk melahirkan karya-karya indah dari tangan dan kameraku yang bisa membuat orang lain bahagia.
Mendaki Gunung Papandayan membuatku dekat dengan alam. Menikmati keindahannya dan mengabadikannya dalam bentuk foto membuatku menjadi semakin dekat dengan Nya dan membuatku semakin sadar bahwa Tuhan sungguh luar biasa, ciptaan-Nya sangat luar biasa. Ranting pohon, batu, air, dan pepohonan sangat membantuku dalam pendakianku bersama keluarga maGis. Empat ciptaan Tuhan tersebut sangat berjasa dalam perjalanan kami. Ranting pohon dan batu membantu kami saat mendaki. Ranting pohon dan batu menjadi tumpuan, pijakan, dan pegangan kami saat mendaki. Ranting pohon bagaikan uluran tangan seorang saudara yang menjadi pegangan kami saat kami harus melewati jalanan yang menanjak dan terjal. Batu pun menjadi tumpuan serta pijakan kami, bagaikan saudara yang menahan dan menumpu kaki kami agar kami tidak terpeleset dan terjatuh, sehingga kami bisa terus mendaki sampai ke tempat tujuan. Air melegakan dahaga kami disaat kami kelelahan dan kepanasan. Pepohonan melindungi kami dari panasnya terik sinar matahari. Ciptaan Tuhan selalu ada manfaatnya, sama halnya seperti aku, kamu, kita. Tuhan menciptakan kita agar kita bisa bermanfaat. Bermanfaat bagi orang lain bukan hanya untuk diri sendiri. Yaa… Yaa… Yaaa… Aku harus menggaris bawahi ini dan mencatat untuk diriku sendiriku ”Aku hidup karena aku bermanfaat bagi orang lain”. Aku tidak boleh kalah dengan ranting pohon, batu, air, dan pepohonan, mereka tidak dibekali akal dan budi tapi mereka bisa bermanfaat. Masa aku yang dibekali akal dan budi, tapi tidak bisa bermanfaat bagi orang lain?
Terima kasih Tuhan atas kesempatan yang Engkau berikan kepadaku. Kesempatan untuk mendaki Gunung Papandayan dan kesempatan untuk menikmati keindahan karyaMu yang luar biasa. Terima kasih Gunung Papandayan karena kau mengajarkanku banyak hal. Dan terima kasih keluarga maGis untuk kebersamaannya selama berada di Gunung Papandayan dan sudah mengajakku mendaki Gunung Papandayan. Kalian sungguh luar biasa, kutunggu petualangan-petualangan selanjutnya bersama kalian.
Finding God in All Things.
~Indah~