ReKat (Renungan Singkat): Kapan Terakhir Kali Hatimu Berkobar-kobar?

Kita tentu paham bagaimana peristiwa Pentakosta terjadi. Setelah Yesus naik ke Surga, para murid berkumpul dan berdoa bersama dengan Bunda Maria. Saya membayangkan, kegiatan ini tidak hanya terjadi sekali dua kali, melainkan berkali-kali. Pada waktu yang sudah ditentukan Tuhan, ketika mereka berdoa bersama, turunlah Roh Kudus ke atas para murid tersebut dalam bentuk lidah-lidah api. Kemudian, mereka berbicara dengan bahasa yang diilhamkan kepada mereka oleh Roh Kudus. 

Lidah-lidah api itu adalah Roh Kudus yang membakar hati para murid. Mereka, kemudian, berkata-kata dengan bahasa-bahasa lain menjadi tanda bahwa: 1) Roh Kudus hadir untuk semua orang dengan berbagai macam bahasa; 2) pewartaan akan karya keselamatan Tuhan Yesus Kristus harus terjadi untuk semua bangsa. Nyatanya, bahwa setelah peristiwa Pentakosta itu, banyak murid pergi ke berbagai macam tempat untuk mewartakan kabar sukacita Yesus Kristus.

Roh Kudus yang turun dalam rupa merpati

Merenungkan peristiwa Pentakosta, pertanyaan yang datang untuk direnungkan adalah “Kapan terakhir kali hatiku berkobar-kobar?” Hati yang berkobar-kobar dalam konteks ini adalah hati yang penuh antusias, bahkan mengandung keingintahuan mendalam, terhadap kabar sukacita Yesus Kristus. Atau, bara api dalam hati kita sudah padam sehingga tidak ada lagi antusiasme terhadap kehidupan rohani kita?

Seorang sahabat pernah bercerita, bahwa seusai merayakan Ekaristi, hatinya terasa penuh dan merasa bersukacita. Saya bertanya, apakah homilinya yang menyentuhmu sehingga kamu merasa berenergi seperti ini? Atau karena kelompok koor yang bertugas bernyanyi dengan sangat baik? Dia menjawab, bukan. Baginya, Ekaristi adalah perayaan iman penuh syukur atas penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Sahabat ini menambahkan, bahwa perayaan Ekaristi membantunya untuk belajar bersyukur, terutama karena sadar Tuhan mencintainya.

Tuhan mencintai kita dengan tanpa syarat. Setiap hari. Kesadaran itulah yang dapat memantik kobaran dalam hati kita untuk semakin dekat dengan Yesus Sang Penyelamat. Ibaratnya, cinta akan Tuhan adalah minyak tanah, hati kita ini adalah sumbu. Cinta atau minyak tanah itu akan menjadi penuh jika kita memiliki rasa syukur kepada Tuhan. Maka pertanyaan untuk diri kita adalah, kapan terakhir kita bersyukur kepada Tuhan? Jangan-jangan, hati kita tidak berkobar, tidak antusias dalam hidup rohani, bahkan tidak memiliki keingintahuan mendalam tentang karya keselamatan Yesus Kristus, karena kita sedang sulit untuk bersyukur!

Jadi, kapan terakhir kali hatimu berkobar-kobar karena cinta Tuhan?


RD. Petrik Yoga

Imam untuk Keuskupan Purwokerto. Senang membaca dan aktif dalam Pope’s Worldwide Prayer Network (Jaringan Doa Bapa Suci Sedunia) Indonesia. Saat ini menjadi Pastor Vikaris di Paroki St. Theresia, Majenang.

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *