Life of Million Crossroads: Be Brave to Choose

“Two roads diverged in a yellow wood,

And sorry I could not travel both….”

Robert Frost (1916)

Kutipan di atas diambil dari salah satu puisi favoritku berjudul “The Road Not Taken” yang mengisahkan tentang seseorang yang harus memilih di antara persimpangan jalan. Mungkin ada teman-teman yang sudah pernah membaca atau bahkan juga menyukai puisi tersebut. Setiap hari kita harus membuat pilihan dalam hidup. Mulai dari pilihan-pilihan “kecil”, seperti mau makan siang apa, berangkat ke kantor naik apa, menghabiskan waktu luang untuk apa. Sampai pada pilihan-pilihan yang lebih “besar”, seperti memilih pasangan hidup, martabat hidup, pekerjaan yang mengharuskan merantau ke luar pulau, dsb. Hal yang indah namun juga terkadang menakutkan ketika menjadi seorang manusia ialah memiliki kehendak bebas. Santa. Theresia dari Lisieux dalam autobiografinya yang berjudul “The Story of a Soul “ pernah berkata:

“Had not Thérèse asked Him to take away her liberty which frightened her?” 

Pada titik tertentu kebebasan dapat terasa menakutkan.

Terkadang merasa memiliki pilihan tidak terbatas dalam hidup itu menyusahkan hati. Secara logis memilih 1 rasa dari 3 varian rasa es krim yang tersedia bisa jadi lebih sederhana dibandingkan harus memilih 1 dari 23 varian rasa es krim. Namun secara spontan, bisa jadi kita lebih tertarik jika memiliki 23 opsi varian rasa, karena bisa saja varian rasa favorit kita tidak termasuk dalam 3 pilihan yang tersedia. What if it could be better? 

Namun semakin banyak pilihan yang kita miliki, semakin besar opportunity cost (hal-hal yang akhirnya harus kita relakan untuk tidak dipilih) yang harus kita bayar. Hal ini ternyata tidak terlalu menyenangkan untuk otak kita. We feel like we lose more chances. Memiliki sedikit pilihan dalam hidup ternyata tidak seburuk itu.

Dalam refleksi pribadiku, ada tiga hal yang sering terjadi ketika aku bimbang dalam mengambil keputusan dan berusaha untuk memilih in my own terms. Yang pertama adalah “do what is easy”. Memilih apa yang mudah. Yang kedua adalah “do what everybody else does.” Melakukan sesuatu hanya karena banyak orang melakukannya. Menormalisasi hal-hal yang diterima oleh khalayak umum, meskipun diri sendiri sebetulnya ragu apakah ini adalah jalan terbaik. Dan yang ketiga adalah tidak memilih atau berlarut-larut dalam proses diskresi. Hal yang ketiga ini lebih sering terjadi dalam dinamika batin pengambilan keputusanku.

Persimpangan jalan: saat dimana harus memilih

Ada sebuah kutipan dari sebuah podcast di YouTube bernama “Pints with Aquinas” yang pernah aku dengar dan sering terngiang-ngiang di kepalaku, kurang lebih berkata demikian:

 “Since discretion has become popular, no one has made a decision.” 

Dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti orang menunda-nunda dalam mengambil keputusan dengan berlindung di balik tameng diskresi. Tentu saja kita tidak boleh juga mengambil ekstrim yang lain, yaitu terburu-buru dalam mengambil keputusan atau hanya memilih yang mudah dan dilakukan semua orang. Proses diskresi itu perlu. Namun seperti yang diajarkan oleh Spiritualitas Ignasian bahwa diskresi bukanlah akhir. Ada dua hal yang harus dilakukan setelah melakukan diskresi, yaitu memilih dan melakukan konfirmasi. Discretio, electio, et confirmatio.

Rasa-rasanya di setiap persimpangan jalan ada pilihan hidup yang harus dibuat dan hal itu kadang terasa menakutkan. Aku sering takut untuk mengambil keputusan sehingga kadang “berlarut-larut” dalam doa dan pertimbangan. Aku kadang berharap mendengar suara dari surga yang mengatakan kepadaku secara langsung untuk melakukan X atau Y. Atau terkadang aku berharap mendapatkan terang yang menyala-nyala sehingga aku bisa memilih tanpa ada keraguan. Namun, sampai detik ini belum pernah hal-hal seperti itu terjadi dalam proses diskresiku. Kadang, Tuhan menggerakkan hatiku dengan begitu kuat untuk melakukan sesuatu yang baik. Akan tetapi lebih sering aku “ditinggalkan” bersama kehendak bebas dan akal budiku untuk berpikir dan memilih apa yang baik. 

Ketika berbicara mengenai rasa takut, aku sering dihibur melalui perkataan Santo Yohanes dalam Perjanjian Baru: 

“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.” (bdk. 1 Yoh 4:18)

Mungkin ada faktor lain yang membuat kita menunda-nunda dalam mengambil keputusan. Namun, jika rasa takut menghalangi kita dalam membuat keputusan, ingatlah bahwa di dalam Allah tidak ada ketakutan, sebab Allah adalah kasih. 

Ikon perumpamaan tentang biji sesawi

Aku sering bertanya dalam hati, apakah aku kurang beriman pada-Nya sehingga sering dipenuhi oleh ketakutan dalam mengambil keputusan? Hanya Tuhan yang tahu jawabannya. Ketika aku mengajukan pertanyaan tersebut dalam hati dan meminta untuk ditambahkan imanku, aku teringat ketika para murid meminta untuk ditambahkan imannya. Tuhan Yesus menjawab mereka dengan berkata bahwa iman sebesar biji sesawi saja cukup untuk memindahkan gunung. Mungkin pertama-pertama bukan soal besar kecilnya iman, tapi soal kesejatiannya.

Ketika berbicara mengenai diskresi, aku juga selalu teringat kisah Santo Ignatius yang memiliki cita-cita berziarah ke Yerusalem, namun diarahkan oleh Tuhan untuk pergi ke tempat lain melalui penolakan-penolakan yang harus dialami. Santo Ignatius tidak berhenti di satu titik. Ia terus berjalan dan bergerak. Ia menemui berbagai persimpangan dan berani membuat keputusan di setiap persimpangan tersebut. Selalu ada konfirmasi dari Tuhan tentang apa yang menjadi kehendak-Nya untuk kita lakukan. Aku percaya Tuhan tidak sedang bermain teka-teki dengan kita. Tuhan tidak menyembunyikan kehendak-Nya. He wants us to do His will and He’ll let us know His will in a way we can’t miss. Be brave to choose!

Jakarta, 19 Maret 2025


Fransiska Indah S.

Indah merupakan formasi MAGIS 2023 dan juga seorang dokter gigi umum yang berdomisili di Jakarta. Senang menghabiskan waktu luang denganmembaca, berolahraga, serta mendengarkan musik dan podcast. Memaknai hidup sebagai perjalanan panjang untuk semakin menemukan Tuhan dalam segala hal dan menjadi saluran cinta-Nya untuk orang lain.

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *