Ada momen dalam hidup ketika aku dihadapkan pada kenyataan bahwa luka-luka masa lalu yang tidak terselesaikan atau yang kerap disebut sebagai unfinished business, dapat memengaruhi cara aku menjalani hidupku di masa kini. Dalam perjalanan hidup, aku menyadari bahwa rasa cemas, marah, atau kesedihan yang sering muncul tidak selalu berasal dari situasi saat ini. Sebaliknya, ia berakar pada peristiwa yang sudah lama berlalu. Peristiwa yang mungkin kupikir telah lama kulupakan. Salah satu cara yang kupelajari untuk menghadapi hal ini ialah dengan journaling. Awalnya aku skeptis & berpikir, “Apa gunanya menulis tentang masa lalu yang sudah tidak bisa diubah?” Namun ketika aku mulai mencoba, aku menemukan bahwa menuliskan pikiran dan perasaan bukan hanya menjadi sarana untuk melampiaskan emosi. Namun juga membantu mengurai benang kusut yang selama ini terasa membelenggu. Setiap kata yang tertulis membawa aku lebih dekat pada pemahaman bahwa masa lalu tidak perlu dibiarkan menjadi beban.
Aku mulai mengenal praktik ini ketika bergabung dengan komunitas MAGIS. Dalam komunitas ini aku diarahkan untuk mulai melakukan journaling sebagai bagian dari proses refleksi. MAGIS mengajarkanku bahwa dengan menuliskan sejarah hidup, aku tidak hanya menyembuhkan luka tetapi juga menemukan makna dalam setiap pengalaman. Proses ini mengajarkanku bahwa mengenang sejarah hidup bukan sekadar membuka luka lama. Sebaliknya, ia membantu aku melihat kembali perjalanan hidup dengan perspektif yang lebih matang. Aku belajar mengenali pola, memahami keputusan, dan menerima bahwa tidak semua hal yang terjadi berada dalam kendaliku. Dalam setiap peristiwa, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, ada pelajaran berharga yang membentuk diriku hari ini.
Refleksi ini tidak hanya membuatku lebih mengenal diri sendiri, tetapi juga lebih menghargai setiap langkah yang telah aku ambil. Dulu, aku sering menganggap diriku gagal karena tidak bisa menghindari kesalahan. Kini, aku menyadari bahwa kesalahan adalah bagian tak terpisahkan dari proses belajar. Ketika aku melihat perjalanan hidup sebagai rangkaian pembelajaran, rasa syukur mulai menggantikan rasa kecewa. Aku belajar memaafkan diri sendiri dan ini membawa kelegaan yang luar biasa. Lebih dari itu, refleksi ini membawaku pada hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan. Melalui journaling, aku menyadari bahwa banyak momen dalam hidupku, baik yang manis maupun pahit, merupakan bagian dari rencana-Nya. Aku belajar melihat tangan Tuhan dalam setiap kejadian bahkan dalam peristiwa yang dulu terasa tidak masuk akal. Proses mengenal luka dan sejarah hidup ini menjadi perjalanan spiritual yang memperkuat imanku. Aku menemukan bahwa dengan menerima diri sendiri apa adanya, aku juga membuka ruang untuk menerima kasih Tuhan dengan lebih utuh.
Kini, journaling telah menjadi bagian penting dalam hidupku. Ia bukan hanya sekadar sarana, tetapi menjadi teman dalam perjalanan mengenali diri. Dengan menulis, aku belajar untuk tidak lagi takut pada luka masa lalu. Sebaliknya, aku melihatnya sebagai pengingat bahwa aku telah melewati banyak hal dan tetap bertahan. Dalam setiap kata yang tertulis, aku merasakan kebebasan untuk menjadi diri sendiri dan rasa syukur atas hidup yang terus berjalan. Aku percaya, setiap orang memiliki cerita. Menulis adalah salah satu cara terbaik untuk menghormati cerita itu, untuk memberikan makna pada luka, dan untuk menemukan kembali harapan. Melalui semua ini, aku belajar bahwa perjalanan mengenal diri adalah perjalanan yang tidak pernah selesai, tetapi selalu penuh makna dan keindahan.
Fransiska Natalia Purba
Halo! Aku Siska Formandi Magis 2024. Saat ini aku bekerja sebagai akademisi di salah satu universitas di Jakarta. Penikmat lagu Niki dan Maliq. Hobi nonton drakor & podcast di dalam Trans Jakarta. Keberuntunganku di 2024 adalah diterima berdinamika bersama MAGIS.