Bersukacitalah dalam Pengharapan!

Laila

Sebuah lagu berjudul „Laila“ yang dinyanyikan oleh Monita Tahalea adalah lagu pop yang bersifat sangat Kristiani. Atau bisa juga dikatakan, lagu tersebut adalah lagu pop rohani. Apapun jenis lagunya, bagi saya lagu tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Bahkan, jika meresapkannya dengan perlahan, lagu tersebut memiliki daya motivasi yang sangat besar.

Laila, dalam bahasa Ibrani ditulis  לילה berarti malam. Di bagian awal lagu tersebut, digambarkan betapa seseorang sedang mengalami kesesakan dalam hidupnya. Hatinya begitu gelap menatap kehidupan. Hatinya hancur, tanpa masa depan, tanpa pengharapan. Akan tetapi, dalam kegelapan tersebut hatinya berserah dalam doa, percaya bahwa Tuhan akan memberikan waktu yang terbaik untuknya keluar dari kegelapan tersebut.

Pada bagian tengah dari lagu tersebut dinyanyikanlah kalimat peneguhan yang diambil dari Roma 12:12: bersukalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah di dalam doa. Kalimat tersebut adalah kalimat peneguhan yang dituliskan Rasul Santo Paulus kepada jemaat di Roma. Kalimat yang sederhana, tetapi bermakna sangat dalam. Bahwa di dalam gelapnya malam, dalam keputusasaan, bahkan dalam kekecewaan, siapapun diajak untuk bersukacita sambil berharap. Bahwa Tuhan akan memberikan jalan keluar di setiap jalan yang buntu.

Pada bagian ketiga, dilukiskan akibat dari disposisi orang yang berserah penuh pengharapan kepada Tuhan. Hatinya menjadi lebih tenang, merasa menjadi lebih aman dan nyaman dalam dekapan tangan Tuhan. Dengan demikian, si penulis lagu atau penyanyi ingin memberikan kabar, bahwa pengharapan itu benar-benar nyata: hati menjadi lebih berserah, tidak mudah terjebak pada ekspektasi pribadi, dan egoisme yang tidak beraturan. Kesabaran hati dalam setiap kesesakan dan ketekunan dalam doa membantu siapa saja untuk level up dari setiap kepelikan hidup.

Luce, sang maskot Yubileum 2025

Peziarah Pengharapan

Bapa Suci Paus Fransiskus telah lama menyiapkan tahun 2025 sebagai Tahun Yubileum. Tahun Yubileum, dalam sejarahnya, merupakan tahun yang istimewa, dimana setiap orang mendapat kesempatan untuk menerima penghapusan hukuman dosa atau indulgensi. Tema Yubileum yang diambil pada Tahun 2025 ini adalah “Peregrinantes in Spem” yang secara resmi diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Peziarah Pengharapan”.

Salah satu dokumen yang membantu persiapan Tahun Yubileum ini adalah Pesan Bapa Suci untuk Hari Orang Muda Sedunia (HOMS) yang ke-38 (tahun 2023) dan yang ke-39 (tahun 2024). Di sana banyak ditemukan seruan penuh pengharapan, secara khusus kepada orang muda.  Bapa Suci menuliskan, “Pengharapan Kristiani tidaklah sama dengan optimisme dan juga bukan ungkapan penghiburan yang menipu. Pengharapan Kristiani adalah sebuah kepastian, yang berakar pada kasih dan iman, dimana Tuhan tidak akan meninggalkan seseorang sendirian dan Tuhan pun akan menepati janji-Nya” (Pesan untuk HOMS 38). Tuhan bukanlah pemberi harapan palsu, tetapi justru pemberi harapan pasti karena Tuhan adalah sumber pengharapan!

Di era yang serba instan dan ingin serba cepat ini, kita cenderung untuk berjalan mengikuti arus. Kita dituntut untuk serba cepat, serba pasti. Kita dididik dalam budaya kejar target, untuk selalu memenuhi ekspektasi, baik diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, kita menjadi lebih mudah kecewa dan putus asa ketika hal-hal tersebut tidak tercapai. Bahkan ketika kita mencapai segala sesuatunya, kita cenderung senang bekerja sendiri, tanpa melibatkan Tuhan. Akibatnya, ketika semuanya tidak terjadi, kita kecewa dengan Tuhan. Ketika semuanya itu terjadi, kita justru berubah menjadi orang yang sombong.

Para peziarah sedang menapaki Camino de Santiago di Spanyol

Menghidupi dan Menjaga Api Pengharapan

Terkadang kita tidak sabar untuk segera dapat menyelesaikan masalah. Kita tidak tahan berada dalam kegelapan. Segala cara kita tempuh agar permasalahan yang kita miliki segera berakhir. Hal itu mengubah diri kita menjadi pribadi yang justru kehilangan pengharapan. Kita lalu mudah tenggelam dalam arus zaman. Kita tidak dapat menikmati prosesnya. Bahkan kita lalu kehilangan pengharapan.

“Bagi kita, Kristus adalah cahaya pengharapan yang besar yang menuntun kita dalam gelapnya malam, karena Dia adalah “Bintang Fajar yang Cerah” (Christus Vivit, art. 33). Api pengharapan itu sudah ada dalam hati kita. Marilah kita jaga nyala apinya dengan menggantungkan diri pada Kristus sang Sumber Pengharapan. Tidak perlu takut akan kegelapan, karena justru dalam gelap kita bisa melihat terang. Tidak perlu pula terlalu senang ketika kita berada di dalam terang, karena bisa jadi kita menjadi silau atau bahkan tidak siap ketika masuk dalam kegelapan.

Selamat tahun baru. Selamat menyalakan dan menghidupi api pengharapan itu. Tetap bersukacita meskipun harus menangis; tetap bersabar meskipun dunia ingin serba cepat; dan tetap bertekun dalam doa meskipun jari jemari ini gatal untuk mengumbar perasaan di sosial media. Bersukacitalah dalam pengharapan!


Petrik Yoga

Diakon untuk Keuskupan Purwokerto. Senang membaca dan aktif dalam Pope’s Worldwide Prayer Network (Jaringan Doa Bapa Suci Sedunia) Indonesia. 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *