Dalam dunia yang serba cepat dan menuntut kesempurnaan dalam setiap hasil kerja yang dilakukan, seolah menjadi tidak ada toleransi bagi manusia untuk bisa berbuat salah. Padahal di saat yang sama kita menyadari bahwa manusia sendiri adalah pembuat kesalahan yang paling ahli dan kesalahan sendiri tak mungkin lepas dari hal-hal yang dilakukannya. Layaknya sedang mencuci piring, walau sudah berhati-hati tetap saja ada potensi licin dan jatuh pecah. Mungkin dari kita ada juga yang pernah mengalaminya. Akhirnya, harapan tidak sesuai dengan realitas yang menimbulkan sebuah masalah.
Sebagai formasi MAGIS Jakarta, kalimat “Finding God in All Things” seolah menjadi hidangan utama sekaligus bekal untuk menjalani banyak dinamika kehidupan yang penuh dengan masalah. Namun kemudian, tantangannya adalah bagaimana kita tetap bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam situasi-situasi yang penuh masalah sekalipun.
Sejak saya menjalani kehidupan di Australia per januari 2023 lalu, tak jarang juga masalah menghampiri. Dari kelalaian, hilang fokus, daya juang yang menurun hingga siklus kerja yang membuat tubuh kaget. Bila tak disadari, dampaknya bisa merugikan diri sendiri hingga orang lain. Namun lebih dari itu, bagaimana kita bisa membangun niat yang lebih baik dan tidak terjebak pada penyesalan kesalahan yang dilakukan.
Saya menyadari bahwa kalimat Finding God in All Things betul-betul “nampol” ketika saya membuat kesalahan hingga merugikan teman. Saya menduga reaksi pertama teman saya tersebut akan marah, tapi malah tanpa pamrih ia bisa memaafkan saya. Hal tersebut sangat bertolak belakang apabila kesalahan yang saya lakukan menimpa orang lain. Saya mungkin diminta ganti rugi dalam jumlah besar atau tuntutan material lainnya. Nyatanya kasih Tuhan hadir dengan cara tidak terduga melalui orang-orang sekitar kita.
Dalam doa Rosario di kemudian hari, saya mencoba merenungkan hal apa yang menjadi penyebab dan pelajaran apa yang bisa saya petik. Pada peristiwa terang kedua: Yesus menyatakan diri-Nya dalam pesta pernikahan di Kana, kembali ada hal yang “nampol” dari teks doa tersebut, yaitu “Bapa tolonglah kami, supaya kami mampu menghadapi setiap masalah hidup ini dengan tenang sambil mengandalkan kasih-Mu kepada kami”.
Saya merasa teks doa tersebut menjadi “suntikan semangat” dari masalah yang saya alami. Sekaligus juga menjadi cerminan atas kasih Tuhan yang hadir tanpa syarat dalam situasi yang sulit dibayangkan jalan keluarnya.
Dalam bahasa yang lebih bersemangat, bisa diibaratkan “saya bersaksi bahwa masih ada banyak orang baik dan Tuhan sendiri hadir melalui mereka”. Tulisan ini sekaligus juga menjadi ucapan syukur dan terima kasih pada orang-orang yang dengan kebaikannya pernah mampir dalam hidup saya.
Akhirnya, walau hidup ini tidak selalu ideal menurut kacamata kita sendiri tapi paling tidak kita layak merasa aman karena ada dalam lindungan Tuhan.
Gabriel Angelius
Formasi MAGIS Jakarta 2020. Seorang pemotong daging sapi yang sedang menghidupi mimpinya di negeri kanguru. Baginya, kalimat “unggul dalam segala hal” yang dikutip dari latihan rohani menjadi mantra ampuh untuk bertarung menghadapi dinamika kehidupan. Walau jauh dari kampung halaman, masih idealis dengan tim bubur ayam gak diaduk.