“We seek to collaborate especially with the youth. Ignatian Spirituality is the gift we share and the charism in which we desire to grow.”
Pada tanggal 20-23 November 2022 menjadi suatu rahmat yang aku syukuri karena boleh terlibat dalam the Asia Pacific Youth Minister Meeting yang dilaksanakan di Kampoeng Media Resort, Yogyakarta, Indonesia. Aku bersyukur bahwa di tengah keterbatasan ruang dan kondisi tertentu, anak-anak muda masih mempunyai semangat untuk berbagi Spiritualitas Ignatian.
Ada beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan ini antara lain penguatan jaringan antara Jesuit/pendamping di Asia Pasifik, Update MAGIS WYD Portugal 2023, sosialisasi dan perencanaan JCAP Plan dan JCAP Flagship Project, Update Formasi MAGIS dan sharing lights and shadows, Discernment in Common serta program selanjutnya.
Update Formasi MAGIS Asia Pasifik dan Sharing Lights and Shadows
Hari kedua di tanggal 22 November 2022, perwakilan negara memaparkan perkembangan MAGIS di masing-masing negara mulai dari Malaysia-Singapura, Kamboja, China, Indonesia, Jepang, Korea, Myanmar, Filipina, Thailand, Timor Leste dan Vietnam. Masing-masing negara mempresentasikan program-program yang sudah dilakukan secara variatif dan berbagi pengalaman tentang kendala yang terjadi.
Walaupun banyak keterbatasan mulai dari sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, tidak adanya kebebasan beragama di ruang publik hingga situasi politik yang penuh ketidakpastian di beberapa negara, tetapi setiap negara sudah berjuang untuk memberikan diri yang terbaik pada kegiatan MAGIS.
Menutup pemaparan update MAGIS, Romo Benedictus Hari Juliawan, S.J, Provinsial SJ mengatakan bahwa kita sedang memiliki 3 tantangan dalam menghadapi anak muda antara lain:
- Anak muda terperangkap dengan banyaknya aktivitas. Kita mungkin lupa menciptakan ruang pribadi bagi anak muda. Spiritualitas Ignatian perlu memiliki sebuah sarana agar anak muda boleh berjumpa dan bertumbuh dengan Tuhan.
- Kepemimpinan. Kita membutuhkan para pemimpin muda dalam sebuah pelayanan.
- Program yang perlu ditawarkan kepada orang muda. Orang Muda perlu melihat realitas dan dunia dengan sudut pandang Ignatian dan merangkul untuk menjadi mitra misi.
Discernment in Common (DIC)
“Christian adopts a more positive acceptance of someone’s statement rather than a rejection of it out of hand”
Discernment in Common (DIC) dibawakan oleh Romo Edward J. Quinnan SJ, Superior of Micronesia and Fiji. DIC menjadi salah satu sarana untuk mengambil keputusan secara obyektif dalam suatu kelompok serta tidak dikuasai dan dikendalikan oleh emosi atau keinginan sesaat. Romo Edward menjelaskan bahwa DIC mendorong anggota kelompok saling mendengarkan secara aktif untuk dapat mengidentifikasi dan memilih konteks tertentu untuk pengambilan keputusan secara konstruktif.
Dalam prosesnya, Kita juga perlu melihat dan menyadari perasaan apa yang sedang dialami baik itu sifatnya konsolasi (hiburan rohani) atau desolasi (kesepian rohani). Ketika perasaan desolasi yang mendominasi, kita perlu membawa hal tersebut dalam doa dan undang Tuhan dalam situasi tersebut dan jika perasaan konsolasi yang mendominasi menjadi waktu yang baik untuk membuat keputusan dalam suatu kelompok.
Setelah diberikan penjelasan yang menyeluruh, kami melakukan praktik selama 15 menit dengan masing-masing negara dengan tema bagaimana perasaan dominan selama 1 bulan terakhir. Saat pleno, kami bersyukur bahwa kami bisa menyadari perasaan konsolasi dan desolasi serta diberikan kepercayaan untuk berbagi pengalaman yang membutuhkan pengolahan kembali.
Selanjutnya, kami melakukan percakapan kelompok selama 90 menit dengan berbagai tema yang sudah ditentukan dan kebetulan kelompok kami membahas kondisi dan kendala Orang Muda Katolik saat ini. Kami melakukan percakapan 3 rohani. Setelah melalui proses diskresi, kelompok kami sepakat bahwa orang muda perlu selalu ditemani dan diberikan pembekalan lebih melalui on going formation untuk menguatkan semangat spiritualitas Ignatian dalam kehidupan sehari-hari dan berkomunitas.
Dominant Feeling
Aku merasa menemukan insight baru tentang orang muda setelah berbagai pengalaman suka dan duka dengan budaya yang berbeda. Orang muda saat ini selalu membuka diri terhadap masa depan yang penuh harapan. Kita perlu adanya keterbukaan, hidup yang autentik untuk berbagi perutusan saat menemani orang muda. Perlahan-lahan, aku belajar bagaimana Tuhan hadir dalam setiap perjuangan orang muda dalam prosesnya memaknai kehidupan.