Pada Minggu, 19 September 2021, kurang lebih 30 orang pengurus MaGis Jakarta mendapatkan pelatihan yang dinamakan Training for Trainer (TFT) secara virtual. TFT diadakan sebagai bekal bagi para pengurus dalam menjalankan kepengurusan selama kurang lebih satu tahun kedepan. Bagiku, setelah missioning di bulan Juni 2021 dan rehat sejenak dari MaGis, sungguh aku sangat bersyukur, kerinduanku untuk diisi akhirnya dapat terpenuhi. Pada hari itu kami mendapatkan training mengenai “Pembedaan Roh” dari Rm. Priyo Poedjiono, SJ (Rm Priyo) dan “Kontemplasi Mendapatkan Cinta” dari Rm. Alis Windu Prasetya, SJ (Rm. Alis). Ketika menjadi formasi, materi tersebut sebelumnya pernah kami dapatkan, namun bagiku secara pribadi kali ini rasanya berbeda. Aku merasa ibaratnya aku adalah gelas setengah kosong yang akhirnya diisi kembali oleh-Nya sehingga menjadi penuh.
Melalui materi “Pembedaan Roh” aku terenyuh dan berefleksi atas dua kalimat yang diucapkan Priyo, yang pertama beliau mengatakan bahwa “Jika dihadapkan pada pilihan – pilihan dalam hidup, pilihlah yang tersulit” kurang lebih makna yang aku tangkap seperti itu. Melalui kalimat itu, aku bertanya kepada diriku, “Apakah aku sudah melakukan hal tersebut?” “Dalam memilih pilihan yang sulit, bukankah apabila aku memilihnya, maka aku akan merasakan ketidaknyamanan? Kenapa aku harus merasakan ketidaknyamanan kalau ada pilihan untuk nyaman?” dan sebagai manusia yang ingin hidup bahagia, “Apakah kelak ketika aku memilih pilihan sulit itu aku akan mendapatkan kebahagiaan yang aku cari dalam hidupku?” aku terenyuh dan bertanya, sampai akhirnya Rn. Priyo mengatakan suatu kalimat yang menyentuhku untuk kedua kalinya, yang kurang lebih maknanya aku tangkap seperti ini “Kegagalan diawali dari pilihan yang menyenangkan”. Sontak aku tersentil dengan kalimat tersebut, mungkin apabila digambarkan dalam sebuah contoh akan seperti ini “Sebagai pengurus MaGis yang diwajibkan untuk mengikuti TFT, aku memiliki pilihan untuk mengikutinya atau tidak. Apalagi TFT dilakukan di hari Minggu, hari yang sebenarnya bisa aku gunakan untuk santai dan me time, namun aku pilih untuk mengikuti TFT. Mungkin bisa saja aku tidak mengikuti TFT dengan memberikan berbagai macam alasan yang membawaku kepada hal yang lebih menyenangkan. Misalnya aku lebih memilih untuk nongkrong bersama temanku dibanding mengikuti TFT. Namun pada akhirnya aku memilih untuk mengikuti TFT, hal yang bila dibandingkan dengan nongkrong bersama teman, adalah hal yang kurang menyenangkan. Kedua kalimat tersebut pada akhirnya membawaku kepada suatu refleksi diri yang memberikan semangat untuk berkembang dalam hidup, mencoba untuk memilih pilihan yang sulit dalam hidup bersama-Nya dan berharap mampu memberikan atau mendapatkan dampak positif dari keputusan yang aku ambil.
Ketika masuk pada materi “Kontemplasi Mendapatkan Cinta” (KMC), perasaan yang aku rasakan saat mengolah sejarah hidup semasa menjadi formasi kembali aku rasakan. Rasanya campur aduk, mulai dari mengingat luka, bahagia, merasakan bingung dengan segala yang terjadi dalam hidupku yang pada akhirnya membawaku merasakan cinta-Nya, bahwa Ia begitu begitu mencintaiku secara luar biasa, tanpa syarat dan seapa adanya diriku. Kalau dalam materi pembedaan roh aku terenyuh akan dua kalimat yang aku ceritakan di atas, dalam materi KMC aku terenyuh akan sebuah gambar. Gambar seseorang yang di bagian belakang tubuhnya ditusuk pisau, namun ia mau membantu orang lain yang juga ditusuk pisau untuk sembuh. Kemudian aku bertanya dalam diri “Bukankah idealnya kita harus sembuh dahulu baru bisa mengobati?”. Lalu aku berefleksi dan bertanya dalam diriku “Kalau menunggu harus sembuh, kapankah seseorang bisa benar – benar dikatakan sembuh? Bukankah itu sebuah proses berkepanjangan yang ujungnya adalah misteri dan merupakan proses seumur hidup? Dan dengan segala cinta luar biasa yang Ia berikan dalam hidupku, apakah aku tega untuk tidak membagikannya kepada orang lain?”. Aku dicintai namun tidak membagikan cinta itu kepada orang lain, bukankah itu hal yg egois?” Sampai akhirnya aku berada pada suatu pemahaman, walaupun aku masih merasakan luka, namun sebaiknya aku berusaha membagikan cinta yang aku dapatkan dari-Nya kepada orang lain karena Ia lebih dahulu mengasihiku. Bukankah dalam mencintaiku, Ia juga tersakiti? Ia memikul bebanku, rela disalibkan dan mati demi aku? Tapi apa yang Ia pilih, tetap setia dalam mencintaiku dan selalu, lagi dan lagi menerimaku yang kadang kala menjauh darinya. Ia tetap ada didekatku, memelukku, bahkan di saat aku merasa bahwa aku tak pantas mendapatkan berkat dari-Nya, Ia tetap memberkatiku secara cuma – cuma dan terkadang memberikan apa yang tidak aku bayangkan. Seluar biasa itu cinta-Nya kepadaku.
Aku sangat bersyukur dan merasa diberkati untuk bisa mengikuti materi TFT pada hari itu. Bagiku materi pembedaan roh dan KMC sungguh berkesan dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Apabila digambarkan dalam suatu kalimat, bagiku kira – kira akan seperti ini “Kegagalan diawali dari keputusan – keputusan yang menyenangkan dalam hidup, maka dari itu apabila dihadapkan pada pilihan – pilihan dalam hidup, pilihlah yang tersulit seperti Yesus yang dalam keadaan sulit-Nya (disakiti, dihina, disalib) memilih untuk tetap mencintai kita secara total tanpa syarat”. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah “Sanggupkah aku untuk memikul salibku dan berjalan bersama-Nya dalam kesulitan dan ketidaknyamanan hidup, sama seperti yang Ia lakukan kepadaku?