Menjadi bagian dari kepengurusan MAGIS Jakarta 2020 di tengah pandemi covid-19 tidaklah mudah. Aku masih ingat, ketika diminta menjadi pengurus, aku sempat ragu. Perasaan bahwa aku tidak mampu untuk menjadi koordinator MAGIS untuk satu tahun ke depan terus terngiang-ngiang di kepalaku. Sejenak aku mengambil ruang untuk melihat kembali rahmat-rahmat yang sudah aku dapatkan dalam proses pengolahan diriku sejak menjalani formasi di tahun 2017 sampai di titik sekarang. Pada akhirnya aku “berani“ menerima (lagi) kesempatan untuk berproses dengan teman-teman MAGIS. Aku belajar lebih memberikan diriku untuk belajar mendengar selama berproses di satu tahun terakhir ini.
Tentunya tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena semua rangkaian kegiatan dilakukan secara daring dalam ruang virtual. Banyak sekali tantangan yang awalnya tidak terpikirkan, tapi mau tidak mau perlu kami hadapi. Kami berusaha beradaptasi dengan kondisi yang ada. Mencoba untuk berjalan bersama di tengah keterbatasan yang kami miliki.
Tantangan demi tantangan yang kami hadapi memberikan peluang untuk tetap bertumbuh dan mengembangkan diri dalam setiap pertemuan bulanan. Jargon Finding God in All Things tetap relevan dengan kondisi pandemi ini. Aneka percakapan rohani bersama teman-teman pengurus mulai dari saling berbagi pengalaman dan mendengarkan dalam ruang virtual selalu menjadi sesuatu yang mengobati rasa rindu di tengah keterbatasan ruang untuk bertemu.
Di tengah masa penyesuaian Work From Home, aku pun tertatih-tatih mengikuti dinamika MAGIS ini. Meskipun demikian, aku bersyukur karena ketika aku membuka diri, menceritakan apa yang tengah aku alami dalam pekerjaanku, aku mendapat dukungan (support system) dari Kak Edith dan Ci Sanita. Aku merasa seolah ditarik kembali untuk menumbuhkan kerinduan dan gairah untuk menemukan Tuhan dalam pengalamanku sehari-hari. Dengan cara demikian, aku dimampukan untuk melihat pengalaman-pengalamanku dari sudut pandang yang lain, sehingga membuatku lebih bersyukur.
Perasan syukur menjadi perasaan paling dominan dalam kepengurusan yang serba daring ini. Secara personal aku sangat merindukan kegiatan berbincang-bincang dengan teman-teman MAGIS, membahas perkembangan formasi dan pengurus, atau hanya sekadar bersenda-gurau. Pertemuan daring menjadi salah satu penghiburan bagiku di tengah pandemi ini. Tentu harus kuakui juga bahwa keinginan untuk bertatap muka secara langsung menjadi hal yang selalu aku rindukan.
Pernah berdinamika dalam kondisi pertemuan langsung (sebelum pandemi) dan harus mengalami pertemuan secara daring (sekarang dalam kondisi pandemi ini), perbedaannya sungguh terasa. Jauh lebih sulit berdinamika dalam keterbatasan ruang seperti sekarang ini. Kendati demikian, aku percaya bahwa dalam kondisi apapun Tuhan akan selalu menemani dan memampukan, baik di waktu tertawa atau menangis, senang maupun susah seperti saat ini. Selain itu, kehadiran dan kesetiaan teman-teman formasi dan pengurus selalu menjadi dorongan sekaligus tanda rahmat Tuhan yang menguatkanku untuk terus berjalan bersama. Energi yang terkuras dalam pertemuan daring sering kali sebanding dengan sukacita yang didapatkan, sehingga mendorongku untuk terus semangat mengolah diri.
Dalam 4 tahun terakhir belajar spiritualitas Ignatian, aku masih sering mengalami jatuh bangun berproses mengolah diri. Aku menyadari pengolahan diri akan terus berlanjut dengan atau tanpa menjadi pengurus. Latihan-latihan dan materi-materi yang diberikan dalam formasi maupun kepengurusan, menjadi modal yang cukup untuk terus berjalan. Aku yang terus mencari kehadiran Tuhan, membawaku pada kesadaran bahwa Ia selalu hadir dalam setiap pengalaman hidupku. Melalui ciptaan-Nya (pribadi-pribadi yang kutemui dan segala yang kujumpai), dalam pengalaman duka pun, aku menemukan-Nya. Dia yang masih terus mencipta dengan penuh cinta. Pada akhirnya aku akui bahawa menjadi bagian dari komunitas MAGIS telah membentukku menjadi pribadi yang lebih peka terhadap diriku sendiri; perasaan dan gerak batinku. Terima Kasih MAGIS!