Dalam bukunya, How to Discover Your Vocation, Stephen Wang, imam diosesan Westminster, menjelaskan panjang lebar mengenai panggilan hidup. Baginya, panggilan hidup tidak hanya dapat dimaknai secara sempit sebagai panggilan Tuhan agar kita melakukan sesuatu, tetapi juga Tuhan yang memanggil kita untuk menjadi seorang pribadi tertentu. Panggilan untuk menjadi seorang pribadi tertentu (being) memiliki makna lebih dalam daripada panggilan untuk melakukan sesuatu (to do). Agar dapat memahami lebih dalam makna panggilan ini, tulisan ini akan menyajikan ringkasan gagasan Rm. Stephen Wang dari buku How to Discover Your Vocation.
Sebagai orang Kristiani, kita tentu dipanggil untuk mengikuti dan meneladan Kristus. Panggilan Kristiani adalah panggilan untuk mengambil bagian dalam karya Tuhan. Sebagai manusia kita juga memiliki panggilan dasar menuju kesucian. Kita dapat melihat sosok para kudus yang telah menghidupi imannya tanpa ragu dan mencintai Tuhan dan sesama dengan sepenuh hati. Dari para kudus kita menyadari bahwa panggilan menuju kesucian bukanlah sesuatu yang mustahil. Sekalipun kita penuh dengan kelemahan dan kedosaan, kita semua senantiasa dipanggil kepada kekudusan.
Tuhan memanggil kita kepada kekudusan dengan seluruh realitas manusiawi kita. Untuk menanggapi panggilan ini, kita tak perlu merasa tak pantas secara berlebihan. Kita justru diundang untuk memeluk realitas diri dan keunikan diri kita sendiri sebagai jalan menuju kekudusan itu. Menjadi kudus adalah menjadi diri sendiri secara otentik dengan seluruh kelemahan diri seraya terbuka pada tuntutan Tuhan.
Kita mungkin saat ini sedang bekerja, belajar, bepergian, menganggur, atau sedang merawat seseorang di rumah; mungkin saat ini kita sangat senang, atau sangat sedih; penuh harapan, atau hampir putus asa. Apapun situasi hidup ini, kita diundang untuk percaya bahwa Tuhan ada-bersama kita, dan bahwa Dia memanggil kita untuk menjadi kudus dalam setiap situasi real itu. Dalam ‘saat ini’ ada makna dan tujuan bagi hidup kita dengan berbuat kasih, kebaikan dan kesabaran setiap harinya. Itulah panggilan mendasar kita sebagai insan yang beriman. Kita terus dipanggil menuju pada kekudusan dengan seluruh tindakan dan sikap kita hari ini dan saat ini.
Selain itu ada pula panggilan kepada ‘martabat hidup’ khusus. Dalam Injil, Kristus sudah selalu memanggil beberapa orang untuk mengikuti-Nya dalam cara tertentu, dengan memberi mereka panggilan hidup yang lebih spesifik. Di masa lalu, kata ‘panggilan’ hanya digunakan untuk menyebut hidup imam dan religius – karena orang-orang ini dalam arti tertentu ‘dipanggil keluar’ dari hidup pada umumnya untuk memeluk hidup selibat dan pelayanan dalam Gereja. Tetapi sekarang kata ‘panggilan’ dipakai juga untuk panggilan hidup menikah, diakon permanen, hidup membiara, dan beberapa bentuk hidup selibat.
Masing-masing dari bentuk hidup tersebut adalah komitmen sepenuh hati yang kita buat sebagai tanggapan atas undangan Tuhan dalam hidup kita. Panggilan-panggilan konkret ini juga disebut sebagai ‘martabat hidup’, karena kita membuat komitmen seumur hidup untuk menghidupi iman Kristiani kita di dalam konteks hidup tertentu. Komitmen seumur hidup ini menjadi ruang dimana kita menghidupi panggilan dasar kita menuju kekudusan. Tuhan memanggil kita semua untuk menjadi kudus; melalui cara tertentu – sebagai suami atau istri, sebagai imam atau diakon, sebagai biarawan/biarawati atau orang yang hidup selibat.
Kita juga dipanggil untuk menjadi pribadi unik sebagaimana kita telah diciptakan. Kita dipanggil untuk menjadi kudus bukan hanya dalam arti yang umum, tetapi dalam arti khusus sebagaimana Tuhan menciptakan kita. Tuhan menciptakan kita sebagai pribadi unik, dan memanggil kita dengan nama yang tak-seorang-lain pun diberikan selain kepada kita. Kita memantulkan cinta Kristus dan memperlihatkan Wajah-Nya dengan cara yang tak-seorang-lain pun dapat melakukannya. Inilah yang kita sebut sebagai ‘panggilan personal’.
Di sini kita dapat memahami bahwa secara mendasar kita dipanggil menuju kepada kekudusan. Panggilan ini ditanggapi dengan bentuk yang beragam dalam pilihan martabat hidup. Apa pun bentuk tanggapan itu, esensi utama darinya adalah usaha untuk memancarkan kekudusan dan teladan Kristus kepada kita. Bentuk martabat hidup ini merupakan sarana bagi kita untuk menanggapi panggilan menuju kesucian. Bisa saja terjadi bahwa pilihan untuk menikah dapat lebih menolong seseorang untuk semakin memancarkan kasih Tuhan. Begitu pun sebaliknya, pilihan menjadi imam/ selibat/ hidup membiara juga dapat menolong seseorang memancarkan kasih Tuhan. Kini tinggal bagaimana kita memaknai panggilan yang sama kepada seluruh insan beriman ini. Setiap pribadi dipanggil menuju kekudusan dan setiap pribadi memiliki cara unik dengan seluruh kelemahan dan kelebihannya dalam menanggapi panggilan ini.
Referensi:
Wang, Stephen SJ. How to Discover your Vocation. Catholic Truth Society, 2009.