My New Companion

Merasa sedang banyak waktu kosong dan tidak seperti biasanya, otak mulai berimajinasi, mencari jati diri, berselancar di Instagram mengenai Komunitas Orang Muda Katolik Indonesia. Sebelum sibuk bekerja, masih aktif di mudika, tapi sudah cukup lama tidak ada kegiatan rohani lagi. Pernah berkunjung ke 2 komunitas Katolik di Jakarta, tetapi hatiku belum nyangkut sepertinya. Sudah pernah pula mendaftarkan diri untuk ikut retret di Jogja, tetapi terbentur cuti. Berujung kepada keisengan pada hari Sabtu pagi, aku melihat MAGIS membuka pendaftaran untuk Formasi 2019, dan tanpa ragu aku pun langsung mendaftar dan mengisi googleform. Di pemikiranku saat itu, entah proses apa kedepannya dan bagaimana, aku tunggu saja deh. Padahal biasanya, kalau mau ikut-ikut acara seperti ini aku selalu mengajak teman.

Proses berlanjut, dan ada satu hal yang berkesan saat introduction. Duo MC kocak menyebutkan kata “kontemplasi”. Hmm, sebuah kata yang memang sedang aku proses di alam bawah sadarku.  Kemudian berlanjut menjelaskan tentang apa itu circle, dimana kami diingatkan bahwa cerita hanya sebatas di circle itu saja dan tidak perlu memberikan sanggahan, kita hanya mendengarkan. Jujur, seperti ada yang salah menurutku, “Loh kok katanya mau sharing tetapi kenapa tidak boleh memberikan tanggapan?” Tapi karena tidak berani berpendapat, jadi ya sudah aku simpan saja  pertanyaan itu.

Setelah proses berikutnya, aku diterima di Formasi MAGIS 2019, dan mengikuti community building. Disana aku bertanya-tanya lagi, “Apakah circle kemarin masih berlaku? Lalu aku nanti sama siapa lagi yah? Terus aku harus cerita sama temen yang baru lagi yah?” “Kok seperti ini yah, kok seperti itu yah?” Banyak pertanyaan, tetapi sekali lagi hanya aku simpan saja.

Tembok batin diri sendiri mulai terbangun kembali. Bagaimana tidak, dalam 3 hari pertemuan sudah beberapa kali ganti kelompok, aku harus beradaptasi lagi. Awalnya sulit tapi sepertinya aku mulai menikmati alur prosesnya. Sampai akhirnya terbentuklah circle yang dikatakan circle sesungguhnya, yang pastinya dibentuk melalui proses doa dan juga Bapa pun bekerja didalamnya. Kenapa begitu? Hmm, cerita lucunya adalah kebanyakan berdomisili di Jakarta Timur, hanya satu orang yang agak melenceng. J Ulang tahun kami berdekatan, ada 5 orang di bulan Juli, 2 orang di bulan Maret dan 1 orang di bulan Agustus. Jadi nanti yang traktir di bulan Juli bisa lebih hemat. Simple things but sweet to memorize.

Circle pertama kami dilakukan pada hari Jumat malam. Kami masih malu-malu, berbicara seperlunya saja. Singkat, padat dan jelas karena harus berakhir dengan jam operasi mall yang harus tutup, dan kami berjanji akan sering membuat circle-date.

Dipertemukan kembali pada PerBul 1, ada perasaan excited, tapi juga nervous karena ini akan seperti apakah hari ini? Lalu journaling aku benar tidak yah? Nanti Frater kasih review apa yah? Malu tidak yah, itu Frater loh yang baca journal aku, so dramatis otak aku ini.

Circle kedua di PerBul 1, pasti tidak akan pernah terlupakan, siang itu mengalir dengan sangat manis. Kami mulai bercerita dari hati, saling terdorong untuk menceritakan sesuatu yang mungkin selama ini belum nyaman kami bagikan satu sama lain. Tetapi air mata menyatukan kami, saling menyodorkan telinga untuk mendengar, saling memberikan tissue untuk menghapus yang menetes di pipi kami, diakhiri dengan tepuk tangan dan senyuman, lalu tentunya ucapan terima kasih disetiap akhir cerita.

Satu hal yang paling kurasakan pada PerBul 1 adalah keberanian untuk jujur pada diri sendiri. Sekali lagi aku merasakan bahwa waktu Tuhan adalah yang paling tepat. Seminggu sebelum pertemuan circle, sebenarnya aku sedang dalam situasi dimana aku sangat membutuhkan tempat untuk berbagi keluh kesah. Melihat ada emosi yang tercurah ketika kami bercerita, aku pun terdorong untuk bersikap terbuka. Ada rasa bahagia dan lega ketika sore hari pulang ke rumah. Rasa syukur tersebut aku tumpahkan dalam jurnal malam itu dan menghasilkan tulisan 2 halaman penuh.

Dan, pertanyaan-pertanyaanku di atas pun terjawab, “Mengapa hanya mendengarkan?” Kita diberi kebebasan bercerita tanpa harus merasa takut mendapat sanggahan atau penyangkalan sebagai timbal balik.  “Mengapa kami dipertemukan dalam circle ini?” Untuk pribadiku sendiri, aku ingin mencari jawaban itu lebih lagi, dalam doa, aku sisipkan permintaanku pada-Nya, “Temani kami Bapa, biarkan kami berjalan dan berproses bersama dalam circle MANNA.”

 


Yulyta Angelita

Biasa dipanggil Angel atau Ngie, dikenal sebagai perempuan yang doyan masak dan tentunya makan. Rajin mengumpulkan pundi-pundi demi mewujudkan impiannya ke Vatican. Pecinta pisang goreng dibandingkan pancake ini masih sering amazed mengenai bagaimana Dia mempertemukan dirinya dengan MAGIS. Hanya berawal dari satu pertanyaan di Sabtu pagi “Mau ngapain lagi yah aku?” and ended up me with “My impulsiveness brought me here, with them, my New Companion-MANNA”

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *