[Resensi Film] I’m Not Ashamed (2016)

I’m Not Ashamed (2016)

Genre       : Biografi, Drama

Bintang     : Masei McLain, Ben Davies

Sutradara   : Brian Baugh

Tahun Rilis : 2016

 

Show God your faith, and He’ll show you His faithfulness

Seorang anak perempuan tengah menggambar sebuah tangan dengan pensil warna-warni yang diketahui tertulis bernama “Rachel Joy”,  dalam hitungan detik adegan pun berganti, anak kecil tersebut beranjak menjadi gadis remaja yang siap menyambut dunia. Berlanjut cuplikan adegan kehidupan remaja di sekolah menengah, dan aksi bullying yang kerap terjadi di dalamnya, konflik keluarga, teman, percintaan remaja, keraguan iman yang dialami seorang Rachel Joy. Menjadi potongan-potongan adegan film I’m Not Ashamed dalam bentuk trailer. Berkat era digital, pengalaman menonton film mengalami perubahan, seseorang bisa mencari informasi seputar film melalui banyak kanal, termasuk media sosial.

Mendapat rating setengah nilai 5.7/10 dari IMDb, mungkin akan membuat film ini dipikir-pikir untuk ditonton. Namun pengalaman masing-masing personal kian beragam. Dan film tak sekadar sebagai hiburan. Ada pembelajaran yang bisa dipetik dalam sudut pandang berbeda. Kita dapat merasakannya usai menyaksikan I’m Not Ashamed besutan sutradara Brian Baugh ini, berupa nilai-nilai moral yang mungkin menginspirasi siapapun, kapanpun, di manapun.

Bercerita tentang Rachel Joy (Masey McLain) gadis remaja yang menganggap dirinya tidak menarik dan spesial, karena merasa tidak pernah ada anak laki-laki yang meliriknya. Berasal dari keluarga dengan orangtua divorced, menyebabkan kehidupan ekonomi keluarganya timpang dan membuat Rachel menjadi pribadi yang insecure. Seperti kehidupan remaja kebanyakan, yang mengalami cinta monyet. Rachel pun jatuh cinta pada lelaki populer di sekolahnya, Alex Dickerson (Cameron McKendry) dan terlibat dalam pertunjukkan drama, terbawa arus pergaulan bebas teman-temannya, yang akrab dengan seks, rokok dan pesta pora. Rachel mengalami kekeringan iman dan depresi karena dikhianati sahabat sendiri. Dalam kegamangannya ia pun mencoba untuk bunuh diri. Beruntung dia diajak kesebuah perkumpulan doa bernama Break Thru, Rachel menemukan orang-orang yang mengalami penderitaan dan kekecewaan yang mirip dengannya. Rachel dipertemukan dengan tunawisma muda bernama Nathan Gallard (Ben Davies)  yang akhirnya membantu Nate keluar dari permasalahannya, dan menjadi teman baiknya. Jatuh bangun Rachel mengikuti Tuhan, namun dalam kemantapan hati yang sudah ditetapkan, ia meyakini apa yang ia percaya, sekalipun semua orang pergi meninggalkannya.

Hubungan yang ia bangun dengan Tuhan, menjelma menjadi sebuah keresahan yang dialami ketika melihat teman-temannya, Austin dan Reagan dilecehkan dan itu membuat Rachel mempertanyakan apakah hanya dia yang membutuhkan rahmat Tuhan, sehingga orang lebih senang membenci dibanding mengasihi sesamanya. Dalam satu kesempatan di kelas, ketika gurunya memberi tugas mempresentasikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengubah dunia. Rachel memutuskan untuk membagikan kisah imannya mengikuti Yesus kepada teman-teman sekelasnya, melalui gambar tangan yang selalu ia buat saat kecil, melalui tangan itu kita dapat menyentuh hati setiap manusia dan memberikan kasih Yesus ke dalamnya. Namun karena kesaksiannya itu, Rachel selalu dianggap dicap freak, sehingga tidak ada satupun dari mereka yang acuh dengan penjelasannya. Bahkan di jam-jam terakhir remaja itu hidup.

What??? Yaps! Film “I’m Not Ashamed” ini merupakan film yang diangkat dari kisah nyata sebuah tragedi insiden penembakan yang terjadi di Kolombia, Amerika Serikat pada tahun 1999. Remaja bernama Rachel Joy Scott, yang menjadi korban dari  total 15 korban jiwa atas penembakan sebuah sekolah SMA.Tercatat pada 20 April 1999 di SMA Columbine, dua siswa memasuki sekolah dengan membawa senjata dan bom rakitan untuk membunuh teman sekelasnya. Mereka akan membunuh 12 siswa dan 1 guru sebelum mereka menembakkan senjata tersebut pada diri mereka sendiri. Rachel Joy menjadi siswa yang pertama kali meninggal dalam insiden itu.

Di waktu-waktu terakhir sebelum Rachel meninggal, mereka mengejeknya. “Apakah kamu masih percaya Tuhan Yesus?.” Dengan senjata yang ada di kepalanya, Rachel menjawab, “Kamu tahu apa yang kulakukan.” Dengan senjata yang berada di kepalanya, Rachel menatap mata mereka dan menjawab dengan begitu beraninya, “Kamu tahu bahwa aku percaya”. Lalu mereka berkata, “Kalau begitu, temuilah Dia” dan kemudian menembak kepala Rachel.

Sebagai orang katolik doa Bapa Kami telah menjadi doa keseharian saya, karena merangkum segala permohonan pokok untuk meminta rezeki, dijauhkan dari yang jahat, dan diberikan kemampuan mengampuni yang bersalah, yang terasa sangat sulit dipraktekkan untuk orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Namun pengampunan menjadi senjata utama Rachel untuk memaafkan mereka, termasuk kepada para pembunuhnya. Rachel seorang remaja belasan di usianya yang belia, begitu taat mengimani Yesus dan harapannya akan kekuatan Tuhan untuk melakukan perubahan bagi dunia. Yes, her faith would touch the world!

(APP)



Agnes Padmi Pudyaningtyas

Pupud, pekerja kantoran yang berusaha mewaraskan diri dengan membiasakan untuk membaca buku dan menuliskan pemikirannya tentang apapun. Bergabung dengan Magis sejak 2014, karena ingin mencari kedalaman di tengah kedangkalan hidup. Hobi:volunteerism

 


Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *