Spiritualitas ”Menemukan Tuhan dalam Segala”

Tak ada yang sulit bagi orang yang memiliki kehendak kuat,

khususnya bila yang akan dilakukannya bersumber pada cinta.

(Ignasius Loyola)

Latar Belakang

Ignasius belajar menjadi lebih peka akan kehadiran Allah dalam hidupnya, khususnya saat ia menjadi Jenderal Yesuit di Roma (1540-1546). Dalam Autobiografi-nya, ia menyatakan, ”Setiap kali, setiap waktu, ia mau menemukan Allah, ia dapat menemukan-Nya.” (Auto. 99)

Pada tahun 1521 di Loyola, dalam proses pemulihannya, Ignasius mengalami hiburan rohani saat memandang langit dan bintang (Auto. 11). Secara bertahap, konsolasi yang diperoleh dari memandang bintang ini berkembang, khususnya setelah ia mendapat pencerahan di Manresa (1522-23). Di Manresa, di tepi Sungai Cardoner, Ignasius mengalami aneka pencerahan, khususnya tentang: Tritunggal Mahakudus; penciptaan dunia; Ekaristi; pribadi Kristus, kemanusiaan dan inkarnasi-Nya, termasuk Bunda Maria; dan misteri iman lainnya (Auto. 29). Manresa memang menjadi titik balik pertobatan religiusnya. Dari sanalah, lambat laun ia mulai melihat semua realitas dari konteks Allah Tritunggal, menjadi makin peka akan kehadiran dan karya Allah dalam segala.

Dalam Latihan Rohani , Ignasius menyatakan lagi pokok Allah Pencipta dunia ini dengan menuliskan bahwa Tuhan ”tinggal dalam ciptaan-ciptaan-Nya” (LR 235). Justru karena Allah tinggal dalam seluruh ciptaan-Nya, maka Allah bisa dicari di sana.

Citra ideal Ignasian ”Menemukan Allah dalam Segala” ini telah dibahas oleh banyak penulis. Salah satu di antaranya adalah oleh Josef Stierli. Ia menjelaskan makna ”segala” sbb.:

”Segala”, artinya, seluruh dunia ciptaan, natural dan supernatural, sejarah masing-masing pribadi, bangsa dan Gereja, semuanya harus dilihat dalam relasinya dengan Allah – relasi paling dalam dari seluruh relasi. Mereka harus dilihat dalam terang Tuhan, dan karenanya, dalam kebenaran dasariahnya.

Makna Dasar

”Menemukan Tuhan dalam Segala” mengandaikan bahwa kita bisa berjumpa Tuhan secara amat pribadi. Tuhan kita bukanlah Tuhan yang jauh, tetapi Tuhan yang sangat dekat dan membuka diri-Nya kepada kita. Menemukan Tuhan dalam segala mengandaikan bahwa Ia ada dan bekerja dalam segala. Dia adalah Allah yang peduli. Dia adalah Tuhan yang terlibat secara mendalam tidak hanya dalam seluruh peristiwa di dunia, tetapi juga dalam seluruh hidup pribadi kita.

”Menemukan Tuhan dalam Segala” memerlukan kepekaan hati, sikap syukur, dan terima kasih terhadap anugerah yang kita terima setiap hari, dengan menyadari bahwa Allah senantiasa hadir di balik setiap anugerah. Allah adalah Sang Pemberi Segala Anugerah. Ini berarti bahwa Allah hadir di dalam setiap anugerah yang kuterima. Karena Dia memang hadir dalam setiap anugerah-Nya, maka Dia dapat dicari dan ditemukan dalam dan melalui anugerah-anugerah-Nya itu.

“Menemukan Tuhan dalam Segala” merupakan kemampuan untuk melihat. Artinya, kemampuan menaruh perhatian kepada Allah yang hadir dan hidup, percaya bahwa Dia adalah Allah yang selalu memberi, mengomunikasikan diri dan menarik kita kepada-Nya.

“Menemukan Tuhan dalam Segala” berarti proaktif dan sadar menemukan-Nya dalam aktivitas rohani seperti doa formal, membaca kitab suci, perayaan sakramen – khususnya Ekaristi. Ini juga berarti menemukan-Nya dalam relasi antarmanusia, terutama dalam mereka yang menderita. Ini bermakna pula secara proaktif dan sadar mencari Yang Ilahi dalam setiap pengalaman hidup kita, termasuk aktivitas dan pengalaman harian yang biasa seperti bekerja, membaca, makan, nonton TV, bermain, dan istirahat. Tetapi perlu dicatat juga bahwa rahmat Ignasian ini berarti juga secara proaktif dan sadar mencari Tuhan, bahkan di dalam duka dan luka hidup kita, betapa pun itu sulit dan menyakitkan.

“Menemukan Tuhan dalam Segala” bukanlah hanya merupakan salah satu citra ideal di antara citra-citra ideal Ignasian lainnya. Seperti ”jatuh cinta dan tinggal dalam cinta tanpa syarat dan tuntas”, mencari Allah secara kontinu dalam segala akan memengaruhi dan menentukan segala aspek hidup kita. Ini merupakan sikap dasar, seluruh cara berelasi kita dengan-Nya, yang di dalamnya termasuk juga devosi (Tema Doa 2). Sikap dasar, yang selalu hadir dalam hidup keseharian kita, membuat kita rindu akan kasih dan kehadiran-Nya. Akhirnya, karena kerinduan dan keinginan akan Dia itu tanpa henti, maka tidak dapat tidak akan membawa kita untuk menemukan-Nya.

SUMBER : Schooled by the Spirit (Ramon Bautista SJ), Provindo 2012

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *