Rehat Sejenak dengan Misa di Pedesaan

Sebagai pribadi yang tumbuh besar dan merangkai banyak kisah kehidupan di pinggiran kota Jakarta, saya merasa suasana riuh metropolitan menjadi pengiring langkah hidup menuju dewasa. Yapp, hal ini juga banyak dipengaruhi dengan kegiatan pulang pergi dari daerah tempat tinggal saya di Tangerang Selatan menuju Jakarta. Entah itu semasa kuliah, menghadiri event, ataupun ngopi-ngopi senja bertema idealisme masa depan bersama teman.

Sejak menapaki langkah baru untuk tinggal di Australia, saya merasa suasana riuh khas kota Jakarta itu sedikit berkurang. Betul jika Anda menduga bahwa di Australia macetnya tidak sepadat di Jakarta hehehe, more than that yang saya rasa penting adalah bagaimana kita bisa merasakan bahwa Allah sendiri yang menuntun kita menuju berbagai tempat yang menjadi sarana baru untuk semakin dekat berjumpa dengan-Nya.

 

Suasana daerah Harvey, western Australia

Image source: https://www.harveyhillsfarmstay.com.au/harvey-dam/

 

Setelah tinggal selama kurang lebih 3,5 bulan di Perth yang juga merupakan ibukota negara bagian Western Australia, saya melanjutkan agenda untuk berlibur dan bekerja di sebuah kota bernama Harvey. Kurang lebih jarak tempuh 1 jam berkendara dari Perth. Saya tinggal di Harvey mulai dari Mei 2023. Awalnya, saya hanya ingin menuntaskan kewajiban pekerjaan yang disyaratkan oleh Australian Government, tapi lebih dari itu saya merasa di tempat ini bisa menemukan keakraban dengan Allah melalui suasana misa di pedesaan kecil yang jauh dari kebisingan dan perasaan tergesa-gesa khas ibu kota.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Harvey Catholic Church

 

Materi-materi yang diberikan selama berformasi di MAGIS menjadi kenangan yang membekas baik dalam ingatan saya. Sehingga hasrat untuk terus mengolahnya menjadi panggilan tersendiri bagi saya walau hidup di tempat yang jauh dari kampung halaman. Sebagai langkah pengambilan keputusan, saya mengunjungi Harvey Catholic Church untuk coba memperkenalkan diri kepada pastor paroki dan membaur dengan teman-teman lainnya. Selain warga lokal Australia, misa di paroki ini banyak diikuti oleh teman-teman dari negara Filipina, Timor Leste, Fiji, China dan termasuk saya dari Indonesia.

Kata Sambutan dari Pastor Paroki, Father Jess Navarra

 

Dalam Misa pertama yang saya ikuti di Harvey Catholic Church, saya berkesempatan untuk mengikuti Misa syukur dari teman-teman Timor Leste yang merayakan hari kemerdekaannya. Hal ini tidak saya ketahui sebelumnya, dan membuat saya cukup kaget karena ketika pastor paroki memulai perarakan masuk gereja, di belakangnya diikuti oleh banyak teman-teman dari Timor Leste yang menggunakan kaos dan membawa bendera Timor Leste. Sontak saya kaget. Ada apa ini? Namun kemudian dalam ucapan syukur, pastor paroki memberi tahu bahwa Misa ini ditujukan untuk merayakan Hari Kemerdekaan Timor Leste.

Setelah Misa, kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah morning tea and coffee. Suasana ini terasa lebih cair dan hangat antar umat paroki. Kesempatan ini juga menjadi sarana untuk mengenal satu sama lain dan belajar bagaimana teman-teman di sini mengarahkan hidup untuk survive di Australia sambil mengandalkan kasih Allah. Semula saya kagok untuk menyapa teman-teman dari Timor Leste. Terlebih karena saya merasa khawatir jika mereka tahu saya dari Indonesia, mereka akan mengabaikan saya mengingat pernah terjadi gejolak politik masa lalu antara Timor Leste dan Indonesia.

 

Saat saya hendak berpamitan pulang, salah satu teman dari Timor Leste lebih dahulu menyapa saya.

Teman itu bertanya, “Are you from Philipine?”.

Jawab saya, “No, I’m from Indonesia”.

Dengan sedikit ketawa dan nada bercanda ia merespons kembali, “Tahu gitu kita ngomong bahasa saja dari tadi”. Dalam situasi ini saya merasa bersyukur dan diterima dalam lingkungan yang tidak pernah saya bayangkan untuk berada di situ sebelumnya. Saya merasa tendensi politik masa lalu sekejap luntur terganti dengan kasih yang utuh dalam suasana persaudaraan. Saya sama sekali tidak membayangkan keakraban ini bisa terjadi. Saya juga merasa Tuhan sendiri hadir untuk membimbing saya membuka diri dan menemukan kehadiran-Nya melalui hal-hal di sekitar kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Saya, Father Jess, dan teman-teman dari Timor Leste

Sampai tulisan ini ditulis di penghujung bulan Juli 2023, saya sudah beberapa kali mengikuti Misa di Harvey Catholic Church. Pengalaman misa di pedesaan yang jauh dari kota besar menghadirkan suasana khas tersendiri untuk menyelam lebih jauh dalam kedalaman batin. Hal ini memberikan kesempatan untuk belajar dari komunitas lokal tentang nilai-nilai yang dihidupi. Kita pun diundang untuk mengamati gerak-gerak batin tersebut melalui suasana yang lebih tenang agar hidup tidak lewat begitu saja (jadi mirip soundtrack-nya setiap jumat podcast yaa hehehe).

Akhir kata, semoga kita dengan apa pun yang sedang diperjuangkan boleh tetap setia dan menjadikannya persembahan kudus bagi kemuliaan nama Tuhan yang lebih besar. 


Gabriel Angelius

Formasi MAGIS Jakarta 2020. Seorang pemotong daging sapi yang sedang menghidupi mimpinya di negeri kanguru. Baginya, kalimat “unggul dalam segala hal” yang dikutip dari latihan rohani menjadi mantra ampuh untuk bertarung menghadapi dinamika kehidupan. Walau jauh dari kampung halaman, masih idealis dengan tim bubur ayam gak diaduk.

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *