Sebuah Renungan sebagai Praktisi Komunikasi

Pada tanggal 14 Maret 2025 yang lalu, saya mengikuti acara buka puasa bersama yang diadakan di Gedung Ignasius, Kolese Kanisius. Acara ini mengingatkan saya pada kegiatan MAGIS Introduction yang saya ikuti pertengahan tahun 2017 silam. Saya mengalami lagi rasa haru ketika menemukan kekayaan yang selama ini saya cari-cari. 

Pada tahun 2017 silam di kala mengikuti kegiatan MAGIS Introduction, saya akhirnya menemukan cara beriman sebagai orang Katolik yang paling sreg untuk saya jalani. Rupanya hal yang sama juga saya temukan ketika mengikuti acara “Buka Puasa dan Launching Buku : Toward a Theology of Dialogue with Islam” kemarin. Saya merasa diskusi yang saya ikuti pada acara kemarin mencerahkan panggilan hidup profesional saya. 

Buku “Toward a Theology of Dialogue with Islam” yang digawangi oleh Rm. Greg Soetomo, SJ

Keikutsertaan saya dalam acara ini didorong oleh seorang rekan MAGIS Indonesia, yaitu Edith. Ia menawarkan kepada saya untuk datang ke acara ini dan melengkapi daftar peserta yang akan hadir. Memang ada keraguan dalam diri saya sebelum mendaftar. Namun pada akhirnya saya memberanikan diri untuk mendaftar. Saya yang seorang anak ahensi ini kemudian melabeli diri sebagai ‘Pihak Media dan Komunikasi’. 

Sambil terus meyakinkan diri untuk merasa pantas berada di antara para Romo Jesuit senior, para suster, rekan-rekan Abdurrahman Wahid Center (AWC), Pejabat Kementerian Agama, anggota Unit Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) dari berbagai agama, jurnalis, dan peneliti akademik, saya kembali merenungkan profesi yang saya jalani. Sebenarnya saya masih menikmati profesi ini namun terkadang saya merasa hampa karena rutinitas yang ada. Pun juga terasa bahwa profesi ini salah jalur karena tidak nyambung dengan jurusan kuliah yang saya ambil. Dan terasa kurang mentereng jika dibandingkan dengan teman seangkatan kuliah (yang mana saya sadari juga merupakan efek samping setelah mengikuti reuni). 

Acara dimulai pada pukul 17.00 WIB dengan perkenalan singkat oleh kurang lebih 50 peserta yang hadir. Acara dilanjutkan dengan pembukaan acara oleh Rm. Greg Soetomo, SJ, sang penggagas acara sekaligus editor buku “Toward a Theology of Dialogue with Islam”. Usai pembukaan oleh Rm. Greg, SJ, para hadirin dalam acara ini melakukan buka bersama. Buka bersama itu menjadi semakin indah dengan ditemani pemandangan matahari terbenam dari Lantai 9 Gedung Ignasius. 

Penulis, Rm. Greg, SJ, Rm. Koko, SJ, dan beberapa rekan MAGIS berfoto bersama di depan matahari terbenam

Waktu berbuka usai. Kini para hadirin masuk ke acara inti yang adalah launching dan diskusi buku yang digawangi oleh Rm. Greg, SJ. Hadir menemani Rm. Greg, SJ sebagai panelis ialah Rm. Alexander Koko Siswijayanto, SJ, yang akrab disapa Rm. Koko, SJ dan Mas Zacky Khairul Umam, yang akrab disapa Mas Zacky. Mas Zacky ini merupakan Ketua Abdurrahman Wahid Center (AWC) dan memberikan pandangan terhadap buku “Toward a Theology of Dialogue with Islam” dari perspektif Muslim. Rasa haru muncul dalam diri saya ketika mendengarkan Rm. Greg, SJ, Rm. Koko, SJ, dan Mas Zacky saling berbagi perspektif tentang latar belakang, tujuan, dan literatur yang mendasari gagasan dialog Katolik dan Islam ini. 

Cara bertutur ala Jesuit -yang menurut saya pribadi sangat puitis- dan afirmasi positif dari Mas Zacky atasnya terasa menyentuh, seperti sedang melihat film “Keluarga Cemara”. Ketiga pembicara sepakat bahwa ada titik temu filosofis yang memungkinkan terjadinya dialog konstruktif tanpa usaha meleburkan kedua keyakinan (sinkretisme). Tanggapan dan pertanyaan dari para peserta yang hadir dengan berbagai latar belakang memperkaya wawasan saya. Pun juga menjadikan suasana launching dan diskusi buku ini makin terasa rukun. 

Acara yang dimulai dari pukul 17.00 – 20.00 WIB kemarin itu hanya menjadi ‘pemanasan’ menuju kegiatan tiga hari dengan judul “Berjalan Bersama Gus Dur: Percakapan Lintas Iman”, yang sayangnya bertepatan dengan rencana liburan saya. Dengan berat hati saya menolak undangan Rm. Greg, SJ untuk berpartisipasi di acara tersebut. Sepertinya beliau menandai para peserta yang membawa pulang buku gratis dan dicetak terbatas itu sebagai peserta yang berminat mengikuti kegiatan dialog mendatang. Saya sebenarnya memang ingin ikut, namun masih bertabrakan dengan rencana liburan. 

Berselang lima hari, tiba-tiba terjadi perubahan tanggal liburan. Saya langsung meminta izin istri untuk mengikuti kegiatan dialog lanjutan dan menginap di Rumah Doa Santa Maria Guadalupe pada tanggal 10-12 Mei 2025. Sungguh menggembirakan ketika mendapatkan kembali apa yang sebenarnya kita sudah relakan. Puji Tuhan, Alhamdulillah.

Sejujurnya saya belum tahu bagaimana harus mempersiapkan hati dan pikiran untuk mengikuti dialog mendatang. Meskipun saya memiliki teman beragama Muslim yang terbuka untuk ngobrol tentang spiritualitas, tapi tetap saja rasanya akan berbeda. Mungkin akan terasa lebih canggung ngobrol seputar spiritualitas dengan teman baru dan dalam suasana yang lebih formal.

Demikian, berbekal pengalaman berformasi di MAGIS, saya berharap diskusi ini nantinya dapat menjadi salah satu bahan refleksi saya. Terutama untuk merefleksikan kembali peran praktisi komunikasi dalam mendukung budaya dialog antar umat beragama di Indonesia. 


Anthony Hartanto

Saat ini bekerja di perusahaan digital advertising dan technology sebagai digital strategist namun punya ketertarikan terhadap hal berbau analog (seperti motret pake film). Sedang berusaha menemukan konsep kolaborasi digital dan analog tanpa saling meniadakan. Bergabung di komunitas MAGISJakarta sebagai formasi sejak tahun 2017.

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *