Ketika Kisahmu Diawali dengan “Tamat”

Judul Buku Orang Berikut yang Kau Jumpai di Surga (The Next Person You Meet in Heaven)
Tahun Terbit 2019
Penulis Mitch Albom
Penerbit Gramedia Pustaka Utama

Berjumpa Surga

Kata “tamat” mengawali cerita si tokoh utama dalam novel terjemahan “The Next Person You Meet in Heaven” karya Mitch Albom. Tokoh utama bernama Annie, seorang gadis yang sewaktu kecilnya diselamatkan dari maut oleh seorang pria bernama Eddie, seorang karyawan pada bagian maintenance. Ia menyelamatkan Annie dari wahana permainan yang sekrupnya lepas dan akhirnya terjun bebas. Alhasil Annie selamat dan ‘hanya’ tangannya yang putus. Annie tumbuh besar dihantui sesuatu yang tidak bisa diingatnya: pengalaman traumatisnya di wahana itu. Ibunya yang overprotective membawanya hidup berpindah-pindah dengan karavan dan menutup diri dari siapapun. Ini membuat Annie tak bisa punya kawan bahkan di-bully oleh teman-teman di sekolahnya.

Ketika akhirnya Annie dewasa dijemput ajal, dia bertemu lima orang di surga. Salah satu diantaranya, orang di urutan keempat, adalah Eddie yang dahulu tewas menyelamatkannya ketika terjadi bencana wahana. Bagi Eddie, yang telah bertemu lima orang lain di surga dalam buku sebelumnya, Annie adalah orang keenam baginya atau ‘orang berikutnya’ seperti yang tertuang pada judul.

Aku sudah membaca buku ini beberapa tahun yang lalu dan bisa kubilang ini termasuk salah satu buku favoritku. Tema “Sejarah Hidup” dalam pertemuan bulanan MAGIS membawaku kembali membuka kisah ini untuk membaca kembali lima pelajaran berharga yang diperoleh Annie dari kelima orang yang ditemuinya di surga.

Pelajaran Demi Pelajaran

“Entah kau mengenalku atau tidak, kita sudah menjadi bagian satu sama lain.”

Dalam narasi Annie, kalimat ini dilontarkan oleh orang pertama yang ditemuinya. Orang pertama ini merupakan dokter bedah yang menyambungkan kembali tangannya sehabis kecelakaan itu. Dokter itu sebelumnya pernah mengalami hal yang sama: tangannya putus dan berhasil disambung kembali. Dari situ dia bercita-cita menjadi dokter.

Aku diingatkan kembali bahwa setiap pertemuan di dunia, tidak ada yang sia-sia. Bahkan di titik tertentu, pertemuan itu bisa mengubah hidup seseorang. Perasaan ‘terhubung’ ini sepertinya lebih terasa lagi jika kurenungkan pekerjaanku sehari-hari di rumah sakit. Aku bekerja bersama banyak tenaga kesehatan maupun karyawan non-nakes lainnya demi mewujudkan visi bersama rumah sakit: keselamatan pasien. Entah kenal ataupun tidak kenal, tidak ada pembedaan. Utamanya ialah bagaimana kami semua ikut menjadi bagian dari proses kesembuhan pasien, yang bisa jadi mengubah hidupnya. 

“Tak satupun tindakanmu bagi orang lain pernah terbuang percuma.”

Pada urutan yang kedua, Annie bertemu dengan Cleo, sosok yang tak terduga. Cleo menjadi sosok yang telah berbagi hari-hari penuh kesedihan bersama tanpa Annie sadari. Dan bahwa keberadaan Annie dalam kesedihan itu juga memberinya penghiburan.

Berhubungan dengan pelajaran yang pertama, ternyata apapun yang aku perbuat bagi orang lain, entah yang kukenal maupun tidak, tidak ada yang tidak berdampak. Senyumku yang hanya sekilas satu-dua detik mungkin telah mengubah hari yang murung bagi seseorang menjadi lebih cerah. Sapaanku yang singkat melalui chat kepada teman di internet ternyata memberinya semangat hidup di tengah depresi. Bahkan sekadar kehadiranku yang tidak bisa full time di pertemuan bulanan MAGIS, ternyata menambah semangat dan menginspirasi teman-teman pengurus yang lain. Tak ada yang tahu apa dampak dari tindakan kecil, bahkan yang paling sederhana bagi orang lain. Maka baiklah kalau segala sesuatu yang kita lakukan dilandasi dengan niat baik. 

Pelajaran ketiga adalah tentang pengampunan. Orang ketiga yang ditemui Annie mengajarkan untuk mengampuni kesalahan orang lain, seperti halnya kita minta pengampunan atas kesalahan yang kita perbuat. Namun, lebih jauh lagi, lewat orang yang keempat—yakni Eddie—Annie juga diajarkan bahwa kesalahan yang pernah diperbuat bukannya tidak ada artinya sama sekali. ‘Kesalahan’ Annie kecil yang malah lari mendekati wahana yang hampir ambruk memang telah menewaskan Eddie. Tapi dengannya, Eddie mampu menebus kematian seorang gadis kecil yang tak sengaja dibakarnya ketika masa perang dahulu. Dari orang ketiga dan keempatnya Annie, aku belajar bahwa memaafkan diri sendiri juga sama pentingnya dengan memaafkan orang lain, karena kita semua sebagai manusia layak untuk dicintai.

Pelajaran terakhir dimulai dengan kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai. Ini pelajaran yang paling menarik bagiku karena kompleks dan agak sulit dinalar. Dari kehilangan itu justru aku mendapati adanya rasa syukur di hati Annie. Ibarat pepatah yang pernah kubaca, kegelapan diciptakan agar orang bisa mensyukuri keberadaan cahaya atau terang. Kematian dari dunia fana perlu ada, supaya manusia bisa mensyukuri kehidupan ini sebagai anugerah.

Orang Berikutnya

Ada satu hal lagi yang sangat menarik dari cerita ini, yang merupakan sekuel dari novel berjudul serupa, “The Five People You Meet in Heaven”. Eddie sebagai tokoh utama dalam novel yang pertama itu, muncul kembali di kisah Annie pada buku kedua sebagai orang keempat yang ditemui Annie di surga. Eddie sudah bertemu lima orang di surga dan berdamai dengan sejarah hidupnya di buku pertama. Sedangkan di buku kedua, Annie menjadi orang ‘berikutnya’ yang perlu ia temui. Pertanyaannya: untuk apa?

Dari pertemuan antara Eddie dan Annie di surga ini ada pesan yang tersirat. Ketika kita sudah mendapat rahmat untuk menyadari kasih Tuhan (Eddie bertemu lima orang dan akhirnya ‘berdamai’), maka sudah sepantasnya kita membantu orang lain (sebagaimana Eddie membantu Annie dalam buku ini) untuk bisa melangkah di jalan yang sama, untuk tujuan yang sama. 

Awal dan Akhir

Meski cerita ini adalah cerita fiksi, aku sebagai orang Katolik percaya akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal setelah kematian. Seperti halnya aku percaya Tuhan Yesus, Raja Semesta Alam, adalah sang Alfa dan Omega. Aku jadi menyadari betapa dalam makna kata tamat yang sepadan dengan ‘akhir’ yang justru dipasang di ‘awal’ cerita. Sesungguhnya kematian bukanlah akhir, tapi awal yang baru.

Setidaknya dalam hidupku, yang agak berbeda dengan Annie di cerita ini, aku masih punya kesempatan untuk merenungkan kembali seluruh sejarah hidupku dan aku bersyukur karenanya. Orang-orang yang pernah kutemui, yang mencintaiku atau tidak mencintaiku, yang terdampak oleh perbuatan atau perkataanku, juga beragam penyesalan dan luka batin, banyak pelajaran maupun rasa syukur atas segalanya. Sesungguhnya itu semua adalah anugerah Tuhan yang punya rencana atas hidupku.

Catatan terakhir, mengutip frase berbahasa Latin yang menginspirasiku: memento mori yang berarti ingatlah akan kematian, hendaklah kita menjadi versi terbaik dalam hidup selagi masih ada kesempatan. Sebelum kelak berpindah ke hidup yang baru, setidaknya kita telah mengukir sejarah yang indah di dunia ini. 


Stefani Sisilia Handoyo

Stefani Sisilia Handoyo alias Sisil adalah seorang “pembelajar seumur hidup” yang senang menulis. Punya nama pena Roux Marlet di Wattpad dan platform menulis lainnya, sebagian besar fiksi penggemar. Manusia Joglosemar karena lahir di Semarang, pernah kuliah di Jogja, domisili saat ini dan paling lama tinggal di Solo. Saat ini menjadi pengurus MAGIS Yogyakarta setelah sebelumnya menjadi formandi MAGIS Yogyakarta 2023. 

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *