Judul Film | Hello Ghost |
Tahun Rilis | 2010 |
Sutradara | Kim Young-tak |
Pemeran | Cha Tae-hyun, Kang Ye-won |
Pernahkah Anda terpikir memanggil arwah dari orang yang Anda sayang? Mengajaknya untuk mengambil barang yang dulu pernah hilang, menonton bioskop bersama, bertamasya ke pantai, hingga masak bersama untuk makan malam?
Film Hello Ghost berasal dari Korea Selatan dan pertama kali rilis tahun 2010. Film ini berkisah tentang pemuda bernama Sang-Man yang merasakan kesepian teramat dalam hingga membuatnya ingin mengakhiri hidupnya. Keinginan bunuh diri Sang-Man seolah ditolak oleh malaikat penjaga surga karena ia selalu gagal untuk mengakhiri hidupnya. Percobaan bunuh diri yang terakhir adalah menenggelamkan diri ke sungai namun Sang-Man malah berhasil dievakuasi oleh tim penyelamat dan akhirnya ia dibawa ke rumah sakit. Di rumah sakit itulah, Sang-Man mulai mengalami kejadian aneh. Sang-Man mendapati dirinya bahwa ia mampu melihat makhluk tak kasat mata yang sering kali disebut sebagai hantu. Tidak hanya melihat, Sang-Man juga bisa berinteraksi dengan mereka. Film ini menampilkan empat sosok hantu dan bersama keempat hantu tersebut petualangan Sang-Man dimulai.
Memperbaiki Diri Tiap Jatuh
Film Hello Ghost tergolong film lawas, namun saya baru berkesempatan menontonnya baru-baru ini. Saya bersyukur menemukan film ini, terutama karena ending yang ditawarkan berhasil membuat emosi saya bergejolak. Balutan komedi dan kualitas performa para aktor dalam film ini memberikan alasan kuat untuk tetap mengikuti alur ceritanya dari awal hingga akhir. Ada satu hal yang cukup membuat saya terpaku: muncul sebuah pertanyaan besar bagi penonton—atau setidaknya bagi saya pribadi—tentang siapa sesungguhnya para hantu ini, mengapa mereka memilih tubuh Sang-Man untuk memenuhi keinginan mereka semasa hidup, dan mengapa karakter yang sedang frustasi seperti Sang-Man dipilih sebagai pembawa jalan cerita film ini.
Pada awalnya, saya berasumsi apakah seorang yang frustasi dengan hidupnya sangat rentan untuk “dirasuki” oleh roh halus atau seolah mendengar “bisikan” setan. Asumsi ini saya kaitkan dengan keinginan Sang-Man yang terkesan tidak sabar dan ingin sekali mengakhiri hidupnya. Perasaan kesepian, kelam, dan hidup sebatang kara sendirian rupanya menjadi alasan kuat bagi Sang-Man untuk segera meninggalkan dunia ini, meskipun percobaannya selalu gagal.
Kegagalan usaha bunuh diri yang dilakukan Sang-Man membawa saya pada pemahaman tentang Cinta Allah yang terwujud dalam berbagai bentuk. Cinta Allah dapat hadir dalam bentuk komedi, seperti yang terlihat dalam film, atau dalam bentuk drama yang mengundang air mata. Secara pribadi, saya merasakan Cinta Allah itu ketika mengalami insiden kecelakaan yang tidak hanya terjadi sekali, tetapi terulang beberapa kali. Setiap kecelakaan yang saya alami membawa saya pada rasa kesal yang mendalam. Namun, sayangnya, tidak ada pertobatan berarti yang saya lakukan. Saya hanya berhenti pada pemikiran bahwa itu hanya musibah, kelalaian saya sebagai manusia, atau mungkin azab akibat lepasnya kontrol diri saya yang lupa merawat tubuh.
Namun setelah semuanya itu, beberapa waktu belakangan ini saya baru menyadari perhatian dari orang-orang di sekitar yang saya lupakan. Ada banyak orang yang merasa terbebani dan ikut repot karena ulah saya tersebut. Apakah saya bisa melihat itu sebagai wujud Cinta Allah yang berusaha mengingatkan saya untuk menjaga diri dan tidak lalai? Saya rasa bisa. Di balik itu semua, saya juga menyadari kesempatan hidup yang masih saya miliki juga kesempatan memperbaiki sikap dan kewaspadaan. Kesempatan untuk memperbaiki kesalahan ini saya anggap berasal dari Allah yang masih menginginkan saya untuk tetap hidup dan “bergerak” di dunia. Terlebih, saya merasa diingatkan untuk menjaga tubuh yang merupakan wujud karya Allah yang nyata saya miliki. Tidak mungkin kesempatan itu diberikan dengan ketidaksengajaan, pasti ada karya Allah yang bekerja dalam tiap kejadian tersebut.
Petualangan Random
Kisah Sang-Man yang bergulir dalam film tersebut merupakan sebuah petualangan untuk memenuhi keinginan terakhir para hantu yang belum terlaksana di dunia. Bisa dibilang, permintaan mereka unik dan lucu. Salah satu hantu berwujud kakek-kakek menginginkan sebuah kamera. Setelah dicari ke berbagai toko, ternyata kamera yang dimaksud adalah kamera milik teman lamanya. Hantu kedua berwujud anak kecil yang menginginkan menonton film kartun di bioskop. Hantu ketiga hadir dalam rupa lak-laki paruh baya yang menginginkan mobil berbentuk taksi kuning untuk dibawanya berkendara ke pantai. Hantu lainnya ditemukan Sang-Man di dalam lemari dalam keadaan menangis. Hantu tersebut memiliki keinginan untuk berbelanja, memasak makan malam dan makan malam bersama dengan Sang-Man.
Keunikan permintaan dari para hantu tentu membuat Sang-Man kerepotan untuk mengabulkannya. Namun, ia harus menjalani hal itu agar bisa terbebas dari para hantu dan melanjutkan percobaan bunuh dirinya. Terjebaknya Sang-Man dalam misi tersebut menjadi premis yang menarik bagi saya. Rasa penasaran yang muncul membuat saya merasa harus menyelesaikan film ini hingga akhir.
Gaya bercerita sutradara dalam film ini juga patut diapresiasi. Para hantu dalam film diberi kesempatan untuk merasakan dan melakukan aktivitas layaknya manusia biasa. Semua keinginan para hantu dapat diwakili oleh tubuh Sang-Man untuk menikmatinya, seperti merokok, minum alkohol, makan, berbicara, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Hal-hal yang tidak pernah dirasakan oleh Sang-Man terpaksa harus ia alami secara langsung. Selanjutnya, apresiasi ditujukan kepada aktor Cha Tae Hyun, yang berhasil menampilkan gimmick setiap hantu dengan sangat baik, termasuk cara berbicara, berekspresi, dan kegiatan lainnya
Hal lain yang berkesan dalam film ini adalah pelajaran tentang perjalanan hidup yang harus dilalui oleh setiap manusia. Banyaknya perjalanan aneh dan sulit seringkali perlu ditempuh agar manusia dapat menemukan makna di akhir perjalanannya
Masa Kini adalah Masa Penting
Setelah semua hantu dirasa telah mendapatkan dan melakukan apa yang diinginkan, di akhir film diperlihatkan Sang-Man yang mengajak makan siang Hyun-Soo, perempuan yang disenanginya. Adegan terhenti pada dialog Sang-Man yang menjelaskan mengapa ia membuat kimbap berisi seledri, padahal kebanyakan orang mengisi kimbap dengan bayam. Penjelasan tersebut membawa Sang-Man pada ingatannya tentang ibunya, yang selalu membuat kimbap dengan seledri karena kandungan gizinya yang lebih baik.
Di saat yang bersamaan, film ini mengajak penonton untuk kembali ke ingatan masa kecil Sang-Man. Di sinilah penonton akan dikejutkan dengan fakta bahwa para hantu tersebut ternyata adalah keluarga Sang-Man sendiri. Semua permintaan dari para hantu yang unik dan terkesan acak juga merupakan permintaan keluarga Sang-Man yang belum terwujud ketika mereka masih hidup dahulu. Bahkan, permintaan-permintaan tersebut berkaitan dengan kenangan terakhir semua anggota keluarga dengan Sang-Man
Adegan-adegan di akhir film menjadi titik penjelasan bagi Sang-Man, dan juga penonton, tentang semua hal aneh yang telah dialaminya. Para hantu, yang ternyata adalah anggota keluarga Sang-Man, berusaha membuatnya mengingat kembali keluarganya. Di sinilah lonjakan emosi akan dirasakan oleh penonton, yang akan dibawa pada suasana haru dan penyesalan sekaligus dalam adegan kesadaran Sang-Man tersebut.
Di sisi lain, saya melihat makna yang mendalam dari ending film ini: Pernahkah kita merasakan adanya keselamatan atau bantuan dari hal-hal yang tak terduga datang kepada kita? Pernahkah kita mengalami kejadian yang terasa tidak dapat dijelaskan dengan logika? Seringkali, kita menamai kejadian-kejadian tersebut sebagai keberuntungan atau mungkin ketidaksengajaan yang membuat kita merasa beruntung. Kejadian-kejadian tersebut sering saya anggap sebagai berkah yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada saya.
Saya merasa banyak bantuan dari-Nya yang akhirnya memberikan saya kekuatan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dari Hello Ghost, saya menemukan sedikit pemahaman bahwa uluran tangan Sang Ilahi itu nyata adanya. Ia beserta ku dalam beragam bentuk serta penguatan yang saya rasakan. Hal yang membuat unik adalah ragam peristiwa yang terjadi dalam hidup saya yang membawa saya pada perjalanan penuh tanda tanya, seringkali juga terkesan acak. Sama seperti yang dirasakan Sang-Man ketika mengeluhkan bebannya, saya sebagai pendosa seringkali mengeluhkan ketidakpastian dan kegagalan yang saya alami.
Film ini juga mengantarkan saya pada pemahaman untuk menyadari apa yang telah terjadi dalam hidup saya. Sepertinya banyak peristiwa tidak nyaman yang saya alami, dan itu berbuah pada perasaan negatif yang sering saya bawa hingga sekarang. Tidak jarang saya mendapati perasaan yang terasa itu-itu saja, dan ternyata itu adalah perasaan yang belum saya sembuhkan di masa lalu.
Masa sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki diri dan menyadarkan diri. Melihat berbagai konflik yang dialami Sang-Man, sepertinya hal itu bisa menjadi permenungan bagi kita untuk dengan rendah hati melihat apa yang telah kita lalui, menyadari bahwa ada CINTA BESAR yang menyelimuti kita hingga kita masih diberi kesempatan untuk hidup sampai saat ini. Kita belum saatnya ‘mati’ karena ada ribuan alasan untuk kita tetap hidup. Salah satu alasan kecilnya adalah bahwa Ia masih menginginkan kita untuk terus berjalan dan berpetualang.
A. Novendra Ade Vandito
Resensi dan refleksi ini ditulis oleh seorang laki-laki muda yang akrab dipanggil Vendra. Anak Jogja yang suka mendengarkan lagu-lagu random yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Kesehariannya adalah mengumpulkan energi setiap pagi, menghirup oksigen setiap saat, dan kadang menikmati waktu sambil merenung, ‘Kok dunia ini sempit tapi luas, ya?’