“Ketika hal buruk menimpamu, terkadang Tuhan ingin melihat seberapa kuat imanmu. Ketika kamu jatuh, tetaplah percaya, Ia selalu ada di sisimu, menyertaimu”
Pada pertemuan bulanan MAGIS beberapa pekan lalu, aku belajar tentang sejarah hidup St. Ignatius Loyola. Aku berusaha memaknai perjalanan spiritual hidupnya, mulai dari Pamplona ke Loyola, dari Montserrat hingga Roma. Rasanya seakan Tuhan menggerakkan hatiku untuk menyelami arti cinta-Nya. Banyak aspek dalam sejarah hidupnya yang secara tidak langsung mengingatkanku pada perjalanan pencarian jati diriku beberapa tahun lalu. Inigo, nama kecil St. Ignatius Loyola, merupakan putra bangsawan Keluarga Loyola. Dalam dirinya mengalir rasa bangga, hormat, percaya diri, dan visi besar dalam hidupnya yang penuh mimpi dan ambisi. Ia adalah seorang yang hanya memikirkan hal-hal duniawi, dengan kesenangan utama berupa latihan senjata untuk menjadi seorang Ksatria. Sampai suatu hari, bentengnya dikepung oleh pasukan Prancis. Serangan demi serangan terjadi hingga akhirnya salah satu kakinya patah dan keadaannya semakin buruk.
Di tengah fase penyembuhannya, Inigo merasa bosan karena hanya bisa berbaring di tempat tidur. Ia pun selalu menginginkan untuk membaca buku-buku fantasi profan, atau yang biasa disebut novel ksatria. Namun, saat ia diisolasi, tidak ada buku semacam itu di sana. Buku yang tersedia hanyalah buku-buku ‘Riwayat Hidup Kristus’ dan buku lain tentang sejarah hidup para santo dalam bahasa daerah. Ketika membaca buku-buku itu berulang kali, ia merasa tertarik dengan apa yang ditulis di sana. Berkali-kali ia bermimpi ingin mengabdi kepada seorang putri, membayangkan bagaimana ia akan sampai ke negeri tempat Putri itu tinggal, kata-kata apa yang akan ia ucapkan, dan tindakan besar apa yang akan ia lakukan untuknya.
Lalu datanglah pemikiran-pemikiran lain yang membuatnya semakin berefleksi, membayangkan hal-hal sulit dan berat, namun ketika dibayangkan, rasanya sangat mudah dilakukannya. Pikiran-pikiran berbeda ini berlangsung lama dalam hidupnya. Ia selalu dikuasai oleh pikiran yang muncul, baik itu pikiran duniawi maupun pikiran lain mengenai Allah. Kadang ia merasa senang, lalu tiba-tiba merasa kering dan kosong. Namun, ketika membayangkan untuk pergi ke Yerusalem dan menjalani hidup seperti para santo, hatinya terhibur dan gembira. Sampai pada akhirnya, ia menyadari bahwa buah-buah roh dan terang datang dari apa yang sudah ia pelajari. Ia pernah mengalami masa sulit untuk menerima dirinya, kakinya yang terluka dan membuatnya sulit berjalan, serta dirinya yang di masa lalu penuh dengan hal duniawi dan dosa, sampai akhirnya mengalami pertobatan dan pemulihan dari Tuhan untuk melanjutkan perjalanan spiritualitasnya. Di sanalah ia menanggalkan pedang dan belatinya di altar Bunda Maria. Ia melihat Tuhan memperlakukannya seperti seorang guru sekolah yang mengajar muridnya, dan Tuhan memberikan pelajaran kepadanya. Ia yakin bahwa Tuhan berkenan membebaskannya karena belas kasihan-Nya.
Darinya aku belajar untuk memaknai hidup dengan jauh lebih tenang. Aku melihat banyak hal di masa lalu, namun itu tidak serta-merta memulihkan pikiranku. Aku merasa kering, hampa, kosong, dan berduka. Aku ingat pandemi tahun 2021 menjadi tahun terberat sepanjang hidupku. Aku banyak kehilangan momen berharga, termasuk sosok cinta pertama. Papa meninggalkanku saat aku masih kuliah semester ke-6. Ia sakit mendadak karena COVID-19 dan riwayat komorbid diabetes. Kami kesulitan mencari rumah sakit dan oksigen. Aku yang sedang berada di perantauan tidak bisa pulang karena lockdown. Bahkan ketika papa dimakamkan, aku pulang tanpa bisa melihatnya lagi. Tidak banyak tamu di rumah dan hampir semua orang takut bepergian pada masa itu. Aku hancur sendirian. Bahkan untuk berbicara di depan orang pun aku tidak sanggup. Aku mengurung diri beberapa hari, menangis setiap waktu, mengingat-ingat betapa jahatnya aku di masa lalu karena pernah mengabaikan beberapa nasihat dan pesan papa. Bahkan, meminta maaf sebelum ia pergi pun tidak sempat.
Banyak kejadian demi kejadian yang sudah aku lewati selama dua tahun pandemi. Aku pikir hidup tanpa sosok ayah itu sulit. Tapi ternyata aku salah. Justru ketika aku kehilangannya, ada banyak hal lain yang aku dapatkan dan tidak pernah terlintas dalam pikiranku bisa kucapai, bahkan hingga detik ini. Salah satunya ialah sosok penguat dalam hidupku ketika papa tidak ada, yaitu ibu dan kakak perempuanku. Mereka berdua adalah rumah untukku. Ketika aku merasa tidak baik-baik saja, selama ini aku menutup mata, menganggap semua hal sama saja. Tapi kasih ibu tetap sepanjang masa. Lucunya aku tidak sedekat itu padanya. Bahkan jarang sekali berkomunikasi. Namun hal yang justru aku syukuri ialah ketika papa pergi, aku jadi semakin dekat dengan ibu. Tak apa jika harapanku belum terjadi. Namun aku memohon kepadaNya supaya harapan dan doa ibuku dikabulkan. Sebab aku yakin doa ibu adalah doa terbaik yang ibu langitkan untukku dan keluargaku.
Aku pun teringat kutipan buku “Love for Imperfect Things” karya Haemin Sunim. Bunyinya demikian, “Jika kita mencintai seseorang, peluklah orang itu, seperti Bunda Suci yang merengkuh Putra satu satunya. Dengarkan dia dengan penuh perhatian, seolah tidak ada orang lain di semesta ini selain dirinya. Tataplah matanya seperti sosok yang berusaha untuk berkomunikasi setelah kehilangan kemampuan berkata-kata. Menarilah bersamanya, seolah besok hari terakhir kita di muka bumi”. Mungkin kita pernah mendengar bahwa setiap kali seseorang memeluk kita dengan hangat, umur akan bertambah satu hari. Tentu hal itu tidak bisa kita buktikan kebenarannya. Tapi kamu pasti mengerti apa artinya di kala menghadapi kesulitan. Ketika menghadapi hal-hal sulit, pelukan hangat tanpa kata-kata memiliki kekuatan penyembuhan yang jauh lebih besar ketimbang penjelasan logis dan runtut.
Aku juga teringat ketika papa pergi. Aku hanya bisa menangis di kamar, mengurung diri dan tidak mau makan. Kalau dipikir-pikir sebenarnya yang paling kehilangan sosok papa adalah ibuku. Dia yang hampir 24/7 bersama papa. Ketika papa sakit dan tidak bisa kemana-mana, cuma ibu yang mau menemani dan merawatnya. Namun ketika papa meninggal, justru ibu menjadi sosok yang paling menguatkanku. Dia memelukku dan berkata, “Walaupun aku tidak bisa menyingkirkan rasa sakitmu, aku akan terus ada di sisimu. Aku akan menemanimu di masa-masa sulit, mendengarkan lukamu dan berusaha menjadi rumah yang nyaman ketika kamu pulang.” Dari situlah aku belajar arti kata berserah sekalipun cukup lama waktunya. Ketika sudah sampai pada titik ikhlas dan mulai percaya pada kuasa-Nya, aku benar-benar dipulihkan dan dikuatkan. Aku merasa menjadi pribadi yang baru dengan iman yang terus bertumbuh.
Dahulu aku selalu ketakutan, mengalami banyak kebimbangan dan keresahan, overthinking sepanjang malam. Kini secara perlahan, semua itu mulai membaik dan sembuh dengan sendirinya. Aku menemukan-Nya di tengah perjalanan panjang ini dan merasakan bagaimana keberadaan-Nya menjadi sosok Guru sekaligus Ayah yang menjadi panutan hidup. Aku dibimbing-Nya untuk berjalan lurus dan jangan menengok ke belakang. Aku mengikhlaskan semua hal dan hanya berserah kepada Tuhan setiap malam, berharap semua akan baik-baik saja. Aku pelan-pelan belajar mengampuni mereka yang melukai hatiku dan belajar membuka diri untuk menerima cinta baik yang datangnya dari orang-orang di sekitarku. Seperti yang dikatakan dalam Injil Yohanes, “Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.” Memanggul salib menjadi tugasku juga sebagai manusia. Memang benar itulah yang terjadi dan aku alami. Pun aku memang tidak melihat Allah secara langsung namun aku percaya kasih-Nya nyata hadir dalam hidupku melalui perantaraan orang baik di sekitarku. Bagaimana akhirnya aku sembuh karena aku merasa dicintai oleh orang-orang baru. Bagaimana aku merasa diberkati dan diberi kesempatan hidup sekali lagi di kota yang baru, bertemu dengan banyak hal baru dan pengalaman baru. Bagaimana aku dianggap ada dan disambut dengan baik di lingkungan baru. Hal-hal ini sudah sangat melegakanku. Proses pertobatanku selama 1 tahun terakhir ini mengajarkanku artinya sabar dalam berdoa dan berpengharapan. Aku berani melepas belenggu masa lalu, berani melepas apa yang bukan jadi milikku, dan kini aku sadar, selama ini begitu banyak cinta kasih Tuhan yang datang untukku.
Ketika aku membaca Injil Matius 6:25, ada kutipan menarik yang aku temukan, yaitu ketika Yesus mengajar para murid untuk tidak khawatir tentang makanan atau pakaian mereka sebab Bapa akan menyediakan apa yang mereka butuhkan. Lihatlah, burung-burung yang diberi makan tanpa perlu mengumpulkan bekal dalam lumbung. Bunga bakung di ladang dibalut mahkota indah tanpa bekerja. Yesus berkata, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian?” Merenungkan ayat ini, aku merasa Tuhan sedang mengubah pandanganku sebagai manusia yang selalu merasa kesepian, khawatir, dan takut akan kehidupan. Tuhan ingin mengubah pandanganku, pandangan kita tentang alam semesta yang fana dan serba berkekurangan menjadi tempat indah dan berkelimpahan, penuh dengan kemurahan hati untuk memperkuat iman kita. Bagi sebagian besar orang termasuk aku rasanya terlalu sulit dan menakutkan untuk mengubah cara pandang ini secara drastis. Seringkali kita sebagai manusia tidak percaya bahwa segala sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin. Meski alam semesta sesungguhnya merupakan tempat yang berkelimpahan dan murah hati, pasti butuh waktu lama untuk mencerna proses kehidupan ini. Tetapi aku percaya ketika kita menjumpai banyak berkat yang datang dari Allah, kita semakin tenang dan bersyukur, semakin mampu memaknai bahwa ternyata ada lebih banyak hal baik dan hadiah-hadiah kecil yang dikirimkan alam semesta untukku, untuk kita.
Ketika berhadapan dengan masa sulit, membiarkan hati percaya kepada Allah dan memercayai bahwa alam semesta akan mendukung justru mendorong kita merasakan bagaimana pertolongan itu akan selalu datang. Injil Matius 6:31-34 sudah menyatakannya, “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: “Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Kita belajar bahwa Tuhan begitu dekat dan mengasihi kita sebagai anak-Nya. Meskipun beberapa kali diterpa badai dan cobaan, Tuhan hanya menginginkan kita menjadi sosok yang kuat dan pribadi yang tetap percaya pada-Nya. Meskipun kita tidak lekas mendapatkan pekerjaan baru atau ditolak oleh calon pasangan, kita tetap yakin bahwa Allah melalui alam semesta akan memandu kita untuk menemukan hal-hal yang tepat suatu hari nanti. Kita bisa mengucapkan selamat pada keberhasilan orang-orang di sekitar kita dan mendoakan yang terbaik untuk mereka, hal ini dapat menjadi suatu bentuk kasih yang datangnya dari Allah. Sebab dengan ikut mendoakan dan mengucapkan, harapannya kehidupan kita pun semakin diberkati dan punya kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan.
Kita bisa memaafkan orang-orang yang bersalah dalam hidup kita dan berusaha melupakannya. Sebab dengan memaafkan, semesta akan ikut andil membukakan lembaran baru dalam hidup kita yang sedang berproses. Bahkan ketika kehilangan sosok keluarga atau orang-orang terdekat, tetaplah yakin bahwa kita tidak akan pernah sendirian. Suatu saat nanti pasti kita akan diterima baik oleh semesta untuk menemukan sosok-sosok lain yang jauh lebih peduli, penuh kasih, dan cinta. Karena inilah pilihan yang harus kita ambil: untuk melepaskan, untuk memaafkan, untuk membuka diri, untuk terus berproses. Diri kitalah yang memutuskan semesta seperti apa yang ingin kita tinggali. Ketika kita yakin dan tetap berserah, alam semesta akan ikut menyertai setiap proses hidup kita sehingga penuh dengan berkat-Nya.
Seringkali dalam hidup, kita tidak melihat Tuhan bekerja untuk kita, kita seringkali menyerah dan berhenti dalam pengharapan karena tidak pernah melihat rencana-Nya, namun 1 hal yang harus kamu tahu, Tuhan selalu ada untukmu di setiap lakumu, di setiap perjalanan hidupmu. Tuhan tidak memberitahukan semuanya tapi hendaknya kamu percaya, Ia mencintaimu lebih dari kamu mencintai dirimu sendiri, tetaplah sabar dalam pengharapan karena suatu hari nanti Tuhan akan berikan jawaban dan kesempatan.
Pengalaman perbul 1 kemarin juga memberikan banyak insight berharga bagiku. Aku bisa bertemu dengan teman-teman komunitas, belajar berdinamika, serta melihat semua hal dari sudut pandang yang berbeda. Aku belajar arti memahami dan saling mengasihi, bagaimana aku dianggap ada, dirangkul, dan saling bertegur sapa. Sungguh pengalaman indah yang sulit untuk aku jelaskan. Entah datangnya dari mana, tapi damai itu selalu ada setiap kali aku berada di sekitar mereka. Pengalamanku bergabung dalam circle dan bertemu dengan pendamping serta animator juga semakin membuatku bertumbuh dan berproses bersama mereka untuk menemukan tujuan hidup.
Ketika sesi sharing akhirnya dilakukan, aku belajar cara beradaptasi dan mendengarkan. Belajar menemukan tempat untuk bercerita tanpa dihakimi atau disalahkan. Dari situ, aku merasa memiliki teman seperjalanan, merasa nyaman, dan tidak canggung untuk menjadi pribadi yang terbuka. Aku menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Aku bisa kembali ceria, memaksimalkan potensi dan talenta yang ada, serta menjadi pendengar yang baik sekaligus memotivasi sesama. Komunitas ini mampu menjadi wadah bagiku untuk memaknai keberadaan Tuhan dengan lebih baik. Semoga sekarang dan seterusnya, kamu yang membaca bisa merasakan hal serupa <3.