Arti Sahabat?

Belum lama ini, pusat-pusat kebudayaan Eropa di Jakarta dan sekitarnya menggelar pemutaran film gratis. Salah satu film yang diputar adalah Holy Sh*t! atau dalam judul aslinya Ach du Scheiße! Film ini tak habis-habisnya menggugah emosi setiap penontonnya untuk terkejut, berteriak, dan menjerit.

Film ini bercerita tentang seorang arsitek bernama Frank yang terjebak dalam sebuah kamar mandi portabel dengan tangan yang tertancap kawat bangunan. Situasi ini membuatnya tidak bisa bergerak, terjebak. Benar-benar terjebak, ditambah lagi ia terjepit oleh waktu karena di sekitarnya ada banyak bahan peledak yang siap menghancurkannya dalam hitungan waktu yang singkat. Situasi itu semakin menyesakkan karena orang yang berada di balik ini semua adalah orang terdekatnya sendiri, yaitu rekan kerja-bisnisnya. 

Ketika hanyut dalam film ini, aku bertanya dalam hati kecilku, memiliki teman yang baik dan tidak mencelakai itu sudah sesuatu yang luar biasa, apalagi memiliki yang lebih dari sekadar teman, yaitu sahabat. Tentu, sahabat merupakan privilege yang amat berharga untuk kita.

Berbicara mengenai tema orang muda, orang muda sering kali dikaitkan dengan kegalauan, quarter life crisis, kebingungan akan banyak hal, dan sebagainya. Aku pun begitu. Dunia dengan segala tawarannya dan kesadaran akan kehendak bebas yang dimiliki masing-masing individu selalu menimbulkan gejolak untuk menentukan pilihan mana yang tepat dan sesuai untuk kujalani. Tidak mengherankan jika orang muda sering kali dikaitkan dengan situasi bingung dan galau. Seperti lagu soundtrack film Doraemon, aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak sekali… Orang muda dengan semangatnya yang masih membara seolah-olah segala keinginan dan mimpi bisa digapai semua. Apakah ini salah? tidak juga. Apakah ini benar? Belum tentu. 

Di tengah krisis yang menuntut orang muda untuk memilih beberapa hal dari hidupnya di antara segala tawaran yang ada, sesungguhnya orang muda butuh dibimbing. Spiritualitas Ignasian bisa menjadi salah satu hidden gem bagi orang-orang muda yang haus akan banyaknya pertanyaan yang menggugat ideal diri, cita-cita, dan mimpi-mimpi.

Sebagai orang muda yang mengalami pendidikan dan formasi di bawah pendampingan para Jesuit, aku merasakan betapa luar biasanya Spiritualitas Ignasian membimbingku untuk menemukan kesejatian hidup. Dalam hal ini, kesejatian hidup lebih bertumpu pada pilihan atau sarana apa yang lebih mendorongku untuk memuliakan Tuhan. Walaupun dalam prosesnya sangatlah tidak mudah, setidaknya aku sudah mencicipi buah-buah pendampingan para Jesuit dengan bekal Spiritualitas Ignasiannya dalam aksi-refleksi-evaluasi di setiap proses hidupku. Apa salah satu konfirmasinya? Ya, aku menjadi pribadi yang lebih hidup dan bergairah untuk memuliakan Tuhan dengan segala karunia yang Tuhan berikan dalam diriku.

Begitu juga dalam kesempatan yang istimewa bagiku untuk bergabung di komunitas MAGIS. Ada banyak value yang aku temukan dalam komunitas MAGIS, salah satunya adalah companionship atau persahabatan. Salah satu kharisma yang dimiliki dalam spiritualitas Ignasian adalah persahabatan. Persahabatan menjadi sesuatu hal yang penting dalam spiritualitas Ignasian. Bagaimana persahabatan kita dengan diri, sesama, dan dunia juga menjadi cerminan kita bersahabat dengan Tuhan sendiri, Sang Pencipta. Yesus sendiri memberi teladan bagaimana perjalanan kemuridan dan pesan-pesan Injil ditanamkan dalam persahabatan di antara para murid.

Dalam komunitas MAGIS, berbagai tools Ignasian seperti Asas dan Dasar, Discernment, Panggilan Raja, sejarah hidup, dll. menjadi bekal perjalanan setiap orang muda untuk mengarungi hidup. Kelompok-kelompok kecil atau circle menjadi wadah setiap orang muda dalam komunitas MAGIS untuk memiliki sahabat dalam perjalanan, menanamkan dan menggunakan bekal-bekal tersebut dalam realita hidup mereka masing-masing. Dalam circle ini pula kami memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman aksi-refleksi sehingga kami dapat saling memperkaya, menginspirasi, dan juga meneguhkan dalam setiap prosesnya. Dengan adanya perekat melalui komunitas-komunitas kecil tersebut, kami memiliki semacam ‘kontrol sosial’ yang kelak membentuk self-control dalam diri kami juga. Suatu model yang menarik karena kita tahu bahwa orang muda jauh lebih terdorong jika kita memiliki teman-teman yang bersemangat dalam mempelajari suatu hal yang baru. Kehadiran teman atau sahabat seperjalanan di sebuah petualangan mereka sungguh amat mengasyikkan.   

 

Aku sendiri senang melihat kami yang telah menyelesaikan proses belajar bersama selama kurang lebih satu tahun akhirnya tergerak juga menjadi teman dan sahabat bagi sesamanya. Semangat dasarnya sederhana tetapi penuh makna. Setelah kami menyadari bahwa selama ini kami ditemani untuk menemukan siapa diri, panggilan, dan cita-cita kami, pada akhirnya kami tergerak juga untuk menjadi teman dan sahabat bagi orang muda lain di luar sana yang juga mengalami gejolak yang sama. Sekali lagi, kami tidak ingin menjadi guru bagi orang muda lain. Akan tetapi, kami ingin menjadi sahabat dan teman bagi orang muda di luar sana agar semakin banyak potensi-potensi dapat semakin dikembangkan. 

Begitu pula denganku, aku merasa banyak dibakar semangatnya oleh kehadiran orang-orang muda di sekitarku, secara khusus dalam komunitas MAGIS. Semangat mereka untuk mendalami dan mempraktikkan spiritualitas Ignasian dalam hidup menjadi kesempatan bagiku untuk juga merefleksikannya dalam hidupku sendiri. Aku terdorong untuk selalu bertanya, apakah sarana dan pilihanku saat ini sungguh-sungguh dapat mendorongku untuk memuliakan Tuhan? Kebersamaan dalam berbagai refleksi dan pengalaman satu sama lain beberapa kali menjadi momen suburku untuk merenungi proses menemukan panggilanku yang sesungguhnya. Beberapa kali ungkapan atau refleksi dari teman-teman menggugah batinku untuk memasuki lebih dalam identitas diriku. Dengan demikian, mereka juga sungguh menjadi sahabat perjalananku dalam usahaku mengabdikan diri lebih total bagi Dia. Sahabat adalah mereka yang senantiasa mendorongku untuk bergerak menjadi lebih baik dan mendekatkan diriku pada Dia. 

Pada zaman yang semakin kompetitif ini, memiliki teman dalam arti sesungguhnya adalah sesuatu yang luar biasa. Apalagi memiliki sahabat. Akan tetapi, situasi ini tidak menjadi halangan bagi kita untuk tetap menjadi sahabat bagi sesama kita. Di tengah hidup yang penuh dengan perselisihan, iri hati, dengki, Yesus selalu mengajak kita untuk merengkuh siapapun, termasuk mereka yang memusuhi kita. Spiritualitas Ignasian selalu mendorong kita untuk melihat setiap pribadi baik adanya seperti dalam Latihan Rohani bagian Kontemplasi Penjelmaan. Siapa pun dari kita memiliki tugas untuk menyelamatkan satu sama lain, menjadi sahabat bagi sesama kita, men and women for others.  

Di akhir perbincangan kita kali ini, menarik jika kita mencoba merenungkan lirik lagu Arti Sahabat dari band Nidji. Semoga kita semua mampu mensyukuri kehadiran orang-orang yang menjadi sahabat dalam perjalanan hidup kita sekaligus mampu mensyukuri partisipasi kita dalam proses perjalanan sesama kita. “Engkau masih berdiri/ kita masih di sini/ tunjukkan pada dunia/ arti sahabat/ engkau teman sehati/ kita teman sejati/ hadapilah dunia/ genggam tanganku/”.


Albertus Aryo Anindito

Mahasiswa Filsafat STF Driyarkara. Sebelumnya pernah menjalani formasi sebagai Frater Jesuit dan berpartisipasi dalam kepengurusan MAGIS 2022. Saat ini sedang menyelesaikan studi filsafat dan menyambi beberapa aktivitas lainnya.

 

 

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *