Harta Karun

 

Judul Buku      : Adam yang Dikasihi Allah
Penulis             : Henri J.M.Nouwen
Penerbit           : Kanisius, 2001
Tebal Buku      : 148 halaman

Nama Adam disebutkan banyak kali di beberapa buku yang ditulis Henri J.M. Nouwen. Ia seperti titik yang amat penting dalam perjalanan hidup Nouwen. Ia bertemu Adam, seseorang yang ia jumpai di hari cuti panjangnya. Saat itu Nouwen sedang beristirahat dalam perjalanannya sebagai imam dan memilih akan menulis di L’Arche Daybreak, Toronto. Adamlah orang pertama dimana Nouwen diminta merawat sesaat setelah bergabung dan tinggal d komunitas L’Arche Daybreak.

Adam merupakan seorang anak yang dari pasangan Jeanne dan Rex Arnet. Adam mengalami hambatan dalam tumbuh kembangnya. Karena kondisinya itu, Adam tidak dapat diterima di sekolahnya. Hidup sosialnya juga terbatas. Ia banyak bersembunyi di dalam rumah bersama saudara dan orang tuanya. Itu pulalah yang melatar belakangi keberadaan Adam di komunitas L’Arche Daybreak.

Pertemuan Nouwen dan Adam pada awalnya tidak mudah dan butuh waktu untuk bisa dekat. Persahabatan mereka bertumbuh dalam tiap kesempatan. Semakin hari Nouwen merasa hatinya semakin terbuka dan menemukan kebenaran di dalam Adam. Adam sangat terbatas, tidak dapat bercakap-cakap, tidak dapat berefleksi, dan tidak bias berbuat apa-apa. Yang bisa Adam jelaskan hanyalah dengan diam dan ada sepenuhnya. Nouwen merasakan bahwa hati Adam membuatnya menjadi hidup sepenuh-penuhnya.

Nouwen menemukan hati yang tembus pandang. Sebuah hati yang mencerminkan hati semesta, bahkan hati Allah sendiri. Ya, Nouwen menemukan hati Allah sendiri di dalam hati seorang bernama Adam itu. Perjumpaannya dengan Adam memberikan sarana kepada seorang Nouwen untuk menemukan dan mengalami sendiri ajaran-ajaran yang ia pelajari dan bagikan sebagai imam. Ia betul-betul mengalami yang Ilahi menjadi nyata dalam yang manusiawi. Nouwen percaya bahwa Adam memiliki hati tempat Sabda Allah tinggal.

Kemanusiaan Adam tidak berkurang karena keterbatasan, kecacatan ataupun kelemahannya. Bukan hanya Nouwen yang telah menyentuh dan menjamah Adam, tamu-tamu di komunitas L’Arche Daybreak, dan orang tua Adam juga telah menyentuh dan menjamah Adam. Bagi Nouwen, merasa menyentuh dan menjamah Tuhan saat menyentuh dan menjamah Adam. Adam adalah perwujudan Allah itu sendiri. Itu adalah sebuah rahmat agung yang ia temukan di dalam Adam, seorang yang cacat, terbatas dan lemah.

‘’Pelayanan Adam bersifat unik karena ia tampaknya tidak menyadari semuanya yang terjadi di sekelilingnya dan melalui dirinya, karena ia tidak tahu tentang pemeliharaan, pelayanan, perawatan, atau penyembuhan. Ia tidak mempunyai konsep, rencana, maksud dan kedambaan. Ia semata-mata hadir, memberikan dirinya dalam damai, dan sama sekali mengosongkan diri sehingga buah-buah pelayanannya murni dan berlimpah-limpah. Yesus dapat dikatakan untuk Adam: ‘’Semua orang yang menjamahNya menjadi sembuh’’ (Mrk 6:56).

Adam yang tidak bisa bercakap-cakap itu telah membantu Nouwen secara mistis melihat riwayat Tuhan sendiri di dalam riwayat seorang Adam, mulai dari jalan hidup-Nya yang terwujud dalam jalan hidup Adam, kisah sengsaraNya yang terkisah di kisah sengsara Adam, kematian-Nya yang terkenang dalam kematian Adam dan juga roh Adam yang adalah Roh-Nya sendiri.

Bagaimana dengan kita? Pernahkah kita mengalami apa yang Nouwen Alami? Menjumpai perjalanan Tuhan di dalam perjalanan manusia lain? Atau mungkin, adakah kisah-Nya di dalam kisah hidup kita yang bisa kita baca?

Hidup Adam menceritakan bahwa karena ia tidak bisa melakukan apa-apa, tidak mengenal konsep apa pun, ia tidak mempunyai kebutuhan untuk membanding-bandingkan. Apabila kita cenderung begitu pusing dan gelisah pada seberapa banyak yang kita hasilkan, Adam menunjukkan bahwa ada yang lebih penting dari itu. Adam tidak dibuat dengan pendapat orang lain baginya. Ia tidak ngos-ngosan berlari mencari konfirmasi dan yang sejenisnya. Bagi Adam, Allah mencintainya lebih penting dari pujian banyak orang. Adam begitu tenang dan fokus pada kebenaran yang tidak bisa dicuri atau dimanipulasi dengan apapun, termasuk kemampuan dan ketidakmampuannya. Kebenaran itu mutlak bahwa Allah mencintainya, dan itulah identitas yang dipegang Adam.

Penemuan Nouwen tentang Allah yang bernyawa di sepanjang perjalan hidup seorang Adam membuatku ingin pulang ke dalam diri sebentar. Aku menjadi yakin, jika Allah bersabda di dalam kisah hidup Adam, tentu besar kemungkinan Allah melakukan hal yang sama di dalam kisah hidupku.

Situasi Adam yang akrab dianggap sebagai yang minor secara sosial, membuat aku ingin melihat bagian hidup mana di dalam hidupku yang juga minor bagi mata fisik manusia. Aku ingin menggarisbawahi dengan warna hijau titik-titik perhentian yang bernilai minus, tampak kecil, yang cenderung gelap, dan lebih mudah disembunyikan. Adam mengundangku demikian, karena dari kisah Adam aku melihat bahwa Allah banyak duduk tenang di sana.

Walau aku tak pernah menatap mata Adam, aku merasa setuju dengannya bahwa ada harta karun besar di dalam ketiadaan, di dalam keminusan, di dalam kehinaan, di dalam ketidaknyamanan. Harta karun terbesarku selama 28 tahun hidup juga ada di dalam sana. Allah banyak menampakkan diri kepadaku di sana.

Ketika itu, aku mengalami kekerasn seksual dari seorang yang kuhormati. Seperti sudah mati. Kecerdasanku menjadi tidak berguna saat aku mendengar orang bertanya kenapa itu bisa terjadi kepadaku, prestasi-prestasi yang kurawat sejak kecil rasanya tidak bernilai lagi karena rasa maluku lebih besar saat aku bertemu orang lain. Aku merasa kehilangan segalanya. Hari itu aku mengusir Tuhan dari rumahku. Aku meminta-Nya dengan kasar untuk keluar dari hatiku.

Hari itu, 7 tahun lalu itu sebenarnya aku begitu takut kalau Tuhan dan kehidupanku tidak akan mencintaiku lagi. Tuhan dan kehidupan yang hari itu kupikir akan menerimaku karena aku ini seorang yang baik, anak yang rajin, anak yang berprestasi, anak yang penurut, anak yang tidak pernah punya masalah di sekolah. Dua puluh tahun aku berjuang demikian untuk dicintai. Baru karena pengalaman buruk itulah aku mengalami dan melihat sendiri ternyata cinta Tuhan dan kehidupan melampaui itu. Entah saat wajahku terang atau kusam, Tuhan mencintaiku. Sama seperti Adam, sebetulnya aku tidak punya kebutuhan membanding-bandingkan. Tidak perlu ngos-ngosan mencari konfirmasi dari luar. Sama seperti Adam, entah aku bagaimana, aku adalah anak yang dikasihiNya.

Aku mengingat suratku pada Tuhan 2 tahun lalu, seperti ini bunyinya;

Mataku masih bisa mengingat, kala itu Kau hanya dia menyaksikan perbuatan-perbuatanku.
Kau tidak membela diri di hadapanku. Kau mendengarkan dengan mata yang tenang.
Tak kau hentikan buih-buih kemarahan dan kepedihanku meluap.
Kau izinkan dan Kau saksikan.

Dengan hati yang sakit, aku membelok diri. Ku belakangi Kau, aku pergi menjauh.
Tidak akan lagi bersamaMu, batinku hari itu.
Aku menolak wajahMu.

Baru akhir-akhir ini aku menyadari dengan rasa takjub.
Kau lah pohon-pohon yang kuajak bicara selama 5 tahun ini.
Engkaulah langit biru yang menghibur aku selama 5 tahun ini.
Engkaulah orang-orang khusus yang datang dengan magis dan menyebutkan aku begitu berharga dan ajaib.
Engkaulah anak-anak yang aku lihat selama 5 tahun ini dan aku merasa bermakna kembali.
Engkaulah udara pagi yang membantuku terhubung dengan tubuh yang terluka selama 5 tahun ini.
Engkaulah uang-uang yang kuterima dengan mudah agar aku bisa mengikuti terapi dan membeli buku agar aku kembali seimbang. Engkaulah yang hadir dalam mata laki-laki yang begitu menarik hatiku selam tahun terkahir ini agar aku tidak lupa bahwa manusia dan kehidupan itu sangat baik.
Engkaulah kitab-kitab dan buku yang menjadi cara baruku berdoa selama 5 tahun ini.
Engkaulah bangunan-bangunan yang kudatangi tiba-tiba di malam hari kalau aku sepi.
Engkaulah perasaan yang sering terharu tiap kali jiwaku merasa pulih.
Engkau mereka semua itu. Engkaulah yang kuhidupi selama 5 tahun ini, setelah kubilang aku benci .

 

CintaMu terlalu besar untuk terpengaruh kebencian dan kedurhakaanku.
KasihMu terlalu luas memenuhi segala tempat, sehingga hanya di dalam Engkau sajalah aku hidup meski kupikir aku sudah lari sangat jauh.…….

 

Disclaimer: Hari ini aku tidak hidup seperti ini, surat ini tidak akan hadir, harta karun ini tidak pernah ditemukan tanpa Hari yang buruk itu.


Tiara Silalahi

Tiara adalah seorang perempuan yang lahir dan besar di Bengkulu. Sudah 3 tahun ini  berkarya di Jakarta sebagai pekerja kemanusiaan untuk isu anak. Perempuan yang sangat suka mengamati kesunyian dan perilaku manusia ini, merasa perjumpaan dengan MAGIS adalah menerima hadiah terindah dari Tuhan.

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *