St Ignatius: Pendosa Yang Dikasihi Allah

St. Ignatius mengawali jalan pertobatannya ketika ia mendalami hidup rohani di Manresa. Dari kisah dan pergulatannya selama di Manresa, ktia dapat belajar banyak tentang makna pertobatan dari pribadi St. Ignatius. Sesaat setelah menyerahkan jubah dan pedang kesatrianya di hadapan Bunda Maria di Montserrat, Ignatius melanjutkan perjalanannya ke sebuah kota kecil bernama Manresa. Ignatius tinggal di sana selama hampir

satu tahun, Maret 1522 sampai Februari 1523. Periode hidup Ignatius di Manresa sering disebut sebagai masa formasi rohani. Keinginan untuk mengikuti cara hidup Santo Dominikus dan Fransiskus yang muncul semasa pemulihan kakinya di Loyola mulai ia praktikkan di sini. Di Manresalah Ignatius memulai cara hidup yang sama sekali baru. Ia secara khusus menghabiskan waktu untuk berdoa dan berefleksi minimal 7 jam dalam sehari.

Tak hanya bertekun dalam hidup doa, Ignatius menjalankan praktik askese. Ia sengaja kurang tidur, menyesah diri, tidur tanpa alas, tidak makan daging dan anggur (di masa itu anggur dan daging adalah makanan pokok). “Ia mengambil keputusan untuk membiarkan rambutnya bertumbuh sendiri, tanpa disisir atau dipotong, Ia juga tidak memakai topi siang dan malam.” Segala bentuk disiplin diri itu ia lakukan sebagai wujud penyesalan akan dosa-dosanya di masa lalu sekaligus demi melawan kecenderungan cinta pribadi. Hidup Ignatius bergantung sepenuhnya pada derma.

Hidup yang amat menyiksa di Manresa (baik secara fisik dan batin) sering membuat Ignatius tidak tahan lagi, sampai-sampai ia bertanya, “Bagaimana aku dapat menanggung hidup semacam itu kalau akan hidup tujuh puluh tahun?” Ignatius sadar bahwa dirinya membutuhkan bantuan orang lain untuk mengatasi gangguan batinnya. Ia menemui seorang bapa pengakuan yang kepadanya Ignatius menceritakan segala penghiburan dan kesepian rohani. Perlahan tapi pasti, ia mulai terampil membedakan mana pikiran-pikiran yang berasal dari Tuhan dan  mana yang datang sebagai godaan. Di Manresa jugalah, Ignatius menemukan identitas dasar sebagai pendosa yang dikasihi-Nya.  Segalanya itu ia tuliskan dalam catatan rohaninya sembari mulai menuliskan naskah awal Latihan Rohani.

Lalu, apa pengaruh penting periode di Manresa bagi hidup Ignatius? Pada Agustus 1522, di bulan-bulan terakhirnya di Manresa, Ignatius tidak ragu lagi mengalami Allah sebagai seorang guru yang mendidiknya. Ia menceritakan visi itu dalam Autobiografi, demikian:

“Pada waktu itu Allah memperlakukannya seperti seorang guru sekolah terhadap seorang anak. Ia memberi pelajaran kepadanya. Entah karena dia begitu kasar dan bodoh, entah karena tidak ada orang yang mengajarnya, atau karena kemauan kuat yang diberikan Allah sendiri kepadanya untuk mengabdi kepada-Nya, ia sungguh yakin dan selalu punya keyakinan bahwa Allah memperlakukannya dengan cara demikian.” (Autobiografi 27)

Allah sungguh-sungguh mendidiknya melalui bapa pengakuan, teguran-teguran budi, ataupun melalui jatuh-bangun desolasi dan konsolasi yang dirasakan Ignatius. Itulah alasan mengapa Manresa dapat disebut sebagai masa formasi rohani yang intensif bagi Ignatius. Dan, persis di akhir masa tinggalnya di Manresa, di sebuah sungai kecil bernama Cardoner, Ignatius memandang segala sesuatu secara baru. ‘Ketika ia duduk di situ, tampaknya mata budinya mulai dibuka. Ia memahami dan mengerti banyak hal, baik rohani maupun yang menyangkut iman dan ilmu. Semua itu dengan kejelasan yang begitu besar sehingga segala-galanya kelihatan baru’ (Autobiografi 30). Visi baru di Cardoner adalah buah dari ketekunan Ignatius dan proses pendidikan dari Allah. Ia lahir sebagai manusia baru, dengan pandangan ke depan yang sama sekali baru. Manresa bagi Ignatius adalah kesempatan membangun fondasi kerohanian: ia dididik, diformasi, dan terlahir dengan semangat baru untuk melayani Allah lewat pelayanan lebih luas.

Referensi:

Grogan, Brian, S.J. Alone and on Foot: Ignatius of Loyola. Dublin: Veritas Publications, 2008.

Coleman, Gerald SJ. Walking with Inigo: A Commentary on the Autobiography of St.Ignatius. Gujarat:Gujarat Sahitya Prakash, 2001

Goncalves da Camara, Luis SJ. Wasiat & Petuah St. Ignatius. Yogyakarta: Kanisius, 1996.


Benicdiktus Juliar Elmawan, SJ

“Lewat latihan rohani saya merasa berharga dan dicintai apa adanya oleh Allah. Saya ingin perasaan itu dirasakan pula oleh semakin banyak orang.” Benicdiktus Juliar Elmawan, SJ (Benic) adalah frater skolastik Serikat Yesus. Sebelum menempuh studi filsafat di STF Driyarkara, ia menjalankan dua tahun masa pendasaran rohani di novisiat (2015-2017). Berasal dari Bandung, ia kini menjadi pendamping maGis 2019.

 

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *