“The reality of the world is that although we cannot always speak one another’s language, we can still attempt to understand one another’s pain, joys, hope, and dreams”. – Jean Vanier
Semakin berjumpa dengan banyak realitas dunia yang tidak pernah baik-baik saja, mungkin akan membuat kita bingung dan bertanya-tanya. Kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, krisis pengungsi dan semakin banyak orang-orang tersingkir adalah masalah sosial yang terus mengiringi peziarahan hidup umat manusia.
Mungkin ada beberapa orang yang berusaha peduli dan melibati masalah sosial ini, tapi tak sedikit yang kembali dengan rasa lelah karena selalu didorong dengan semangat heroik untuk mengakhiri masalah. Undangan untuk melibati pelayanan sosial bukanlah undangan dengan semangat hero yang bisa mengakhiri masalah-masalah tersebut, tetapi undangan untuk dapat hidup bersama dengan permasalahan sosial yang selalu mengiringi peziarahan manusia. Lalu sikap seperti apa yang kita butuhkan dalam pelayanan sosial?
L’Arche: Bahtera untuk Semua
Sebuah komunitas disabilitas di Prancis, L’Arche, mungkin bisa kita ambil sebagai contoh bagi kita untuk belajar mendalami pelayanan sosial. L’Arche adalah komunitas disabilitas yang didirikan oleh Jean Vanier (1928-2019), seorang aktivis sosial, teolog, sekaligus pengajar filsafat.
Dalam sebuah wawancara di Majalah Primier Christianity, Vanier berkisah tentang awal mula ia memutuskan untuk berhenti mengajar dan memilih hidup bersama dengan dua penyandang disabilitas pada tahun 1964. Mereka adalah Philippe dan Raphael. Phillippe menderita encephalitis (pembengkakan otak) dan satu kakinya lumpuh. Raphael sakit meningitis sehingga tubuhnya sangat rentan untuk jatuh dan kesulitan untuk berbicara. Vanier hidup bersama mereka, memasak makanan, membereskan rumah, jalan-jalan keluar rumah, dan mengundang orang untuk berinteraksi dengan mereka. Dari Philippe dan Raphael ini, Vanier kemudian mendirikan L’Arche.
L’Arche yang dalam bahasa Prancis berarti “bahtera”, berkembang dan kini melayani di 38 negara dengan 154 komunitas. Totalitas dan cinta yang diberikan Vanier menginspirasi banyak orang di sekitarnya. Sekarang semakin banyak orang yang peduli dan perhatian pada kehidupan penyandang disabilitas. Mereka yang terlibat di L’Arche tidak hanya peduli pada kelangsungan hidup penyandang disabilitas, tetapi juga ikut menyelami dinamika afeksi dan rohani penyandang disabilitas.
Dari Philippe dan Raphael, Vanier mengerti bahwa mereka tidak dapat bicara dengan kata-kata, tetapi mereka berbicara dengan tubuh, air mata, senyuman, dan segala yang mereka punya. Bersama dengan mereka berarti belajar memahami “bahasa” mereka. Hal ini tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki disabilitas. Setiap kali kita berjumpa dengan orang asing kita juga tidak selalu dapat berbicara dalam bahasa mereka, namun cinta memampukan kita untuk memahami penderitaan, suka cita, harapan, dan mimpi mereka.
Vanier melakukan semua ini didorong oleh kehendak untuk mengikuti Yesus. Ia ingin mewartakan bahwa setiap orang adalah pribadi yang sangat berharga. Mereka yang memiliki disabilitas adalah orang-orang yang terluka, ditolak, direndahkan, disebut idiot, dan kadang bahkan disiksa di lingkungan mereka. Mereka disingkirkan dan dipaksa untuk survive di lingkungan yang tidak mau mendengarkan, menghormati, dan mencintai mereka. Padahal mereka berharga hanya karena mereka ada.
Kita dipanggil untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka adalah pribadi yang berharga lewat mendengarkan, memahami, bersukacita bersama, dan mendorong mereka tumbuh. Setiap pribadi berharga dan indah adanya. Setiap pribadi memiliki sesuatu untuk diberikan bagi sesamanya.
Setiap kali kita menatap para penyandang disabilitas, mata mereka seolah menggugat kita dengan pertanyaan “Apakah kamu mencintaiku? Apakah kamu menganggapku berharga?” Apakah kita dapat menerima mereka seraya berkata, “Aku bersyukur atas adanya kamu. Aku bahagia hidup bersama denganmu?”
Dari situ kita selalu diundang untuk berefleksi mengenali sikap batin kita ketika hidup bersama mereka. Apa tanggapanku? Apa perasaan yang muncul? Setiap perasaan sehalus apa pun dalam batin memengaruhi cara pandang kita ketika hidup bersama dengan sahabat-sahabat dengan disabilitas.
Referensi : Vanier, Jean. We Need One Another. Massachusetts: Paraclete Press. 2018.
Wawancara Jean Vanier dengan Majalah Primier Christianity
