Sudah sangat lama aku tidak menjalin relasi yang dalam dengan orang lain, kecuali dengan keluarga di rumah. Peristiwa-peristiwa selama perjalanan hidup, sempat membuat aku tumbuh dan hidup sebagai orang yang tidak percaya pada orang lain selain keluargaku di rumah. Aku sangat takut mereka nantinya akan menyakiti dan mengkhianati. Kurang lebih lima tahun belakangan aku selalu membuat tembok jika harus berinteraksi dengan orang lain. Aku berharap tembok itu akan memberi batas dan melindungi aku dari orang-orang yang sudah terlanjur kuanggap sebagai orang jahat. Aku juga takut, tanpa batas itu mereka akan mengenali aku dan mengetahui hal-hal tidak menyenangkan yang pernah aku alami.
Meskipun secara teori aku tahu bahwa kelompok dukung sebaya/kelompok kecil bisa sangat membantu seseorang/komunitas dalam membangun dan mengembangkan resiliensinya, tapi hal ini tidak mudah untuk aku lakukan.
Bergabung di MAGIS berarti aku tidak mempunyai pilihan lain selain tetap menjalankan formasi. Aku sangat mengimani perjalananku tiba di komunitas ini merupakan panggilan dari Allah. Aku merasa janji-Nya terpenuhi, sehingga aku berada di sini. Mungkin, sudah waktunya.
Ternyata rasanya tidak sesulit yang aku bayangkan. Perlahan-lahan, aku mengangkat tembok pelindung itu, aku serahkan diri kepada lingkaran yang sudah dipilihkan-Nya untukku. Ternyata lingkaran ini adalah kado dari Tuhan untukku. Aku berada bersama dengan orang-orang yang selaras dalam circle ini, meskipun rasanya berubah-ubah.
Pertama kali, kedua kali, ketiga kali, keempat kali dan kelima kali rasanya berbeda-beda. Mulai dari rasa takut karena harus membuka gelap dan terangnya diri kepada orang yang baru dikenal, hingga aku sampai pada perasaan dan pemahaman, ‘Ya inilah aku’. Nasihat dari Frater Cavin Sj., di awal sangat berkesan dan memberikan kekuatan untuk terus mau mengalami circle setiap waktu, ‘’Bersahabat dan percaya itu proses yang bertahap.’’
Di kali ke-2, aku ingat sekali perasaan haru yang indah muncul. Waktu itu aku ingin segera menghubungi teman baikku di kantor, ingin kusampaikan padanya bahwa aku memiliki teman-teman baru yang bersedia membicarakan kerapuhan! Di mana lagi aku bisa menemukan ini?
Aku kesulitan membahasakan bagaimana perasaanku akan pengalaman ini, yang pasti setelah pertama kali, aku tidak lagi merasa menghadapi hidup ini seorang diri. Pertanyaan “Bagaimana perasaanmu akhir-akhir ini?” adalah pertanyaan yang selama ini jarang kutemui. Saat tiba giliranku bercerita dalam circle, aku pun secara tidak sengaja ikut memeriksa diri. Kadang aku tidak menyangka bahwa kalimat-kalimat tertentu akan mengalir dari mulut ini.
Pada bagian mendengarkan, aku juga sering mendengar kalimat ungkapan lain yang disampaikan teman di circle. Rasanya melalui cerita mereka, Tuhan sedang berbicara khusus kepadaku. Meskipun mendengarkan adalah bagian tersulit untukku yang sangat menyukai aktivitas menganalisa. Aku juga mempunyai tantangan lain saat berada di dalam circle karena aku memiliki tubuh yang sangat sensitif akan emosi-emosi di sekitarku. Jika rasanya terlalu kuat, aku bisa kelelahan.
“Menuliskan ini membuat aku terharu. Aku semakin mencintai hidupku, karena hidupku didengarkan. Aku tidak mempunyai kalimat lain, selain terima kasih. Terima kasih karena telah menjemputku pulang, ya Allah. Aku merasa utuh di dalam lingkaranMu. Terima kasih untuk sahabat-sahabat baruku dalam Circle Skali Lagi, terima kasih karena kalian sudah bersedia hadir di takdir pertemuan.”
Tiara Silalahi
Tiara adalah seorang perempuan yang lahir dan besar di Bengkulu. Sudah 3 tahun ini berkarya di Jakarta sebagai pekerja kemanusiaan untuk isu anak. Perempuan yang sangat suka mengamati kesunyian dan perilaku manusia ini, merasa perjumpaan dengan MAGIS adalah menerima hadiah terindah dari Tuhan.