Ilustrasi di atas begitu mengesan dan pantas untuk kita gunakan sebagai refleksi atas perjalanan hidup kita. Ilustrasi ini mengisahkan tentang seorang ibu yang sedang menemani anaknya belajar berjalan. Ibu ini sekilas terkesan begitu iseng dan bercanda dengan anaknya. Ketika anak hampir menggapai ibu, sang ibu malah bergerak menjauhi anaknya. Saat anaknya tertatih-tatih, sang ibu nampaknya seperti membiarkan anaknya terjatuh. Namun, sejatinya sang ibu tidak pernah meninggalkan anaknya dan akan segera memeluk ketika anaknya terjatuh.
Ilustrasi ini dapat memberi kerangka refleksi yang mendalam tentang relasi kita dengan Tuhan. Terkadang dalam beberapa fase hidup kita sangat mirip dengan apa yang dialami oleh sang anak dalam ilustrasi ini. Kita adalah sang anak yang sedang belajar berjalan dan Tuhan adalah sang ibu yang terkesan sedang “bercanda” pada kita.
Dalam pengalaman-pengalaman kesepian, sakit hati, kecewa, dan gagal mungkin kita akan bertanya ;“Kenapa kok ini terjadi padaku, oh Tuhan? Kenapa Engkau membiarkanku terjatuh?” Pertanyaan ini mungkin akan menggiring asumsi kita bahwa pengalaman kesepian dan keterpurukan itu berasal dari Tuhan. Padahal sejatinya hal yang lebih tepat adalah seperti apa yang kita lihat dalam ilustrasi tadi.
Dalam kerangka ini, Tuhan bukanlah pribadi yang menciptakan kesepian dan keterpurukan bagi kita. Lebih tepatnya, Tuhan sedang membiarkan kita mengalami pengalaman terjatuh untuk melatih keteguhan rohani seberapa jauh kita dapat melangkah. Keterpurukan yang kita alami tidak berasal dari Tuhan, tetapi entah dari kelemahan kita sendiri atau dari kenyataan hidup kita di dunia.
Ketika Tuhan “bercanda” dan membiarkan kita terjatuh, ia tidak sedang ingin mencelakakan kita. Ketika kita mengalami kesepian dan keterpurukan kita seolah merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Padahal sejatinya Tuhan masih berdiri menemani kita seperti ibu yang melatih anaknya berjalan. Dalam momen-momen seperti itu, Tuhan tidak meninggalkan kita berjalan sendirian. Ia hanya membiarkan kita melangkah lebih jauh walau akhirnya kita terjatuh. Di suatu titik saat kita terjatuh, Tuhan selalu hadir sebagai ibu yang segera memeluk dan mendekap kita.
Cinta dan Candaan
Tuhan memang terkesan “bercanda” pada kita, namun sejatinya Tuhan sedang menunjukkan cinta-Nya yang sangat mendalam pada kita. Tuhan bisa saja terus “menggendong” kita dengan nyaman, namun Tuhan memilih membiarkan kita melangkah di lantai dengan seluruh kekuatan kita agar kita bisa belajar berjalan.
Tuhan “bercanda” dengan kita untuk mencoba seberapa besar kekuatan iman kita tetap percaya dan setia mengabdi kepada-Nya. Kita dibiarkan seolah tanpa rahmat dan bantuan. Ketika kita terjatuh dan terpuruk di saat itulah hidup iman kita sedang dicoba. Pokok refleksi ini tidak dapat kita pahami tanpa dasar iman yang cukup kuat.
Tuhan mencobai kita karena Ia mencintai kita. Tuhan memiliki terlalu banyak cara mencintai, sehingga tak mudah untuk selalu kita sadari. Tuhan dapat mencintai kita dengan gendongan dan timangan yang mesra. Namun, ia juga bisa jauh lebih mencintai kita dengan melepaskan gendongan itu dan membiarkan kita menjadi anak yang sedang belajar berjalan. Ia memberi kita kesempatan untuk melangkah lebih.
Tuhan adalah ibu yang penuh kasih sayang. Tak pernah Ia pergi membiarkan kita sendirian. Saat kita terjatuh dan terpuruk, Tuhan mendekap dan memeluk kita. Memang tak selalu mudah memahami cara Tuhan mencintai kita. Namun, setidaknya ilustrasi ini dapat menggambarkan bagaimana iman menuntun kita untuk percaya bahwa dalam kejatuhan dan keterpurukan kita sedang berjalan menuju dekapan dan pelukan Tuhan di depan mata kita.