Kisah perjalanan mendaki Gunung Merbabu
Kisah berawal dari ajakan Kak Jordan, sahabat dari pilar Companionship MAGIS untuk ambil bagian dalam pendakian Gunung Merbabu, 6-8 September 2019 melalui jalur Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Meskipun sempat ragu dan takut, namun akhirnya aku menerima tawaran tersebut berbekal wejangan singkat dari seorang sahabat di kantor yang berkata “Gunung tuh bukan untuk ditaklukkan tapi untuk dinikmati”.
Singkat cerita tibalah hari pendakian. Bersama Kak Phia, Kak Frans, Kak Jordan, Kak Andreas, Kak Eko, Kak Harry dan Natalia, aku berangkat menuju Boyolali dan tiba pukul 07.00 pagi. Setelah sarapan serta menyiapkan barang bawaan (packing ulang) dalam mendaki gunung.
Sekitar pukul 10:00 pendakian pun dimulai. Pos-pos yang akan kami lewati adalah Pos 1, 2, 3 serta dua Titik Sabana sebelum akhirnya bisa tiba di Puncak Merbabu.
Ini merupakan pendakian pertama dalam hidupku. Di awal pendakian menuju pos 1, aku merasakan sesak napas dan kelelahan. Dengan berat hati kuminta teman-teman untuk berhenti sejenak.
Setelah mengambil napas sejenak, perjalanan kami lanjutkan kembali. Di luar dugaan, aku kembali tidak kuat dan terpaksa berhenti. Lelah dan rasa ingin menyerah terlintas di dalam benak. Sepertinya aku tidak sanggup meneruskan pendakian ini, namun teman-teman seperjalanan dengan gigih menyemangatiku.
Sekuat tenaga, Aku melangkah perlahan, menarik napas dan menghembuskannya sembari merasakan udara yang sejuk. Aku pun mencoba berjalan lagi. Mengimbangi aku yang kelelahan, teman-teman seperjalanan pun menyesuaikan tempo dengan langkahku yang melambat. Tetapi di beberapa langkah berikutnya aku kembali merasakan sesak dan tidak kuat. Lagi dan lagi aku meminta untuk berhenti sejenak. Fisikku benar-benar sudah kelelahan.
Dengan sigap, Kak Jordan, Kak Andreas, Kak Eko, Kak Harry mengambil alih barang bawaan agar bebanku lebih ringan. Jujur, Aku merasa tidak enak karena merepotkan mereka dan membuat perjalanan ini menjadi lebih lama. Namun, aku merasa bersyukur karena memiliki sahabat-sahabat yang sangat baik. Di saat yang sama aku merasakan cinta Tuhan padaku melalui ketujuh sahabat seperjalananku ini.
Setelah barang bawaanku berkurang, aku mulai bisa melangkah dengan lebih kuat dan berhasil tiba di Pos 1 meski menempuh perjalanan sekitar 3 jam. Perjalanan menuju Pos 2 ternyata jauh lebih berat. Medan yang terjal, licin dan berpasir memaksa kami harus merangkak. Saling bahu-membahu, kami akhirnya bisa sampai juga di Pos 2 dengan perjalanan sekitar 2,5 jam. Energi yang tersisa dari Pos 2 seolah-olah menstimulasi diriku untuk terus mendaki menuju Pos 3. Ditambah lagi, penghiburan yang kuterima dari sapaan dan semangat dari para pendaki yang ditemui sepanjang perjalanan, meskipun mereka tidak saling mengenal.
Setelah tiba di Sabana 1, kami beristirahat, membangun tenda dan makan malam, kemudian beristirahat. Tibalah saat pukul 03:00, kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Jalur yang kami tempuh ke Sabana 2 agak sedikit landai. Di titik ini, kami tidak beristirahat tetapi langsung melanjutkan perjalanan ke puncak untuk mengejar matahari terbit.
Selang 1 jam lamanya, akhirnya kami sampai di Puncak Kentengsongo Taman Nasional Gunung Merbabu (3142 Mdpl). Di waktu yang bersamaan, matahari mulai menunjukkan sinarnya. Tak mau melewatkan anugerah Tuhan yang amat cantik ini, kami pun berfoto-foto.
Puji Syukur, kami berkesempatan melihat keagungan Tuhan yang Maha Dasyat dari puncak Gunung Merbabu lengkap dengan awan-awan yang menakjubkan sehingga kami seperti berada di atas awan. WOW!
Di tengah kekagumanku, aku bersyukur pada Tuhan karena memberiku kesempatan ini. Aku percaya, segala yang terjadi dalam hidup ini bukanlah kebetulan. Semua ada di dalam rencanaNya. Terima kasih Tuhan atas rencanaMu dalam hidupku.
Terima kasih Kak Phia, Kak Frans, Kak Jordan, Kak Andreas, Kak Eko, Kak Harry, Natalia, tanpa kalian aku tidak bisa sampai di puncak!
Setelah merayakan keberhasilan sampai di puncak, kami kembali turun menuju tenda di Sabana 1 dengan memakan waktu ± 2 jam. Kami sarapan dan beristirahat serta membereskan tenda, pukul 12:00 kami melakukan perjalanan pulang menuju basecamp.
Aku kira perjalanan pulang akan lebih mudah ternyata lebih sulit karena medan yang ditempuh sangat licin, berpasir dan curam. Aku bahkan sempat terjatuh dan cidera sehingga harus berjalan pelan-pelan, dituntun oleh Kak Jordan. Duh! Aku kembali merepotkan.
Aku kembali ke rumah dengan sakit di lututku yang membuatku terjaga hampir sepanjang malam. Beberapa minggu kurasakan sakit di lututku, tetapi justru aku merasakan banyak cinta kasih dari orang-orang disekelilingku.
Teman-teman kantor yang rela menuntunku saat berjalan di kantor, saudara–saudara yang mengirim obat-obatan untuk lututku, teman-teman yang rela menuntunku bila kami bepergian, keluargaku yang selalu mengompres lututku, teman-teman MAGIS yang mengistimewakanku dalam acara Community Building, bahkan orang-orang yang kujumpai di tempat-tempat umum meskipun tidak mengenalku tetapi ikut menanyakan ada apa dengan kakiku dan mendoakan semoga cepat sembuh.
Secara tidak sadar, kembali kurasakan cintaNya melalui orang-orang disekelilingku. Dia selalu mencintaiku dan tidak meninggalkanku mesipun aku terjatuh berkali-kali dalam cintaNya.
Di dalam “kejatuhanku-kejatuhanku” Tuhan seolah-selah tidak ingin aku menyerah. Sesaat ku teringat kutipan kitab suci yang menyejukan hati, “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5B).