Rekonsiliasi mungkin menjadi tema utama dari PerBul (Pertemuan Bulanan) MAGIS ketiga bulan Desember kemarin. Berdamai dengan diri sendiri dan semua hal yang telah terjadi dalam hidup kita.
PerBul seperti biasa dibuka dengan Ladoda, karena saya dan beberapa teman telat datang, jadi tidak sempat merasakan Ladoda yang katanya agak berbeda. Tetapi tidak apa-apa, masih bisa mengikuti materi selanjutnya.
Materi untuk pertemuan kali ini menggunakan film The Shack sebagai sarana kontemplasi dan kami diajak untuk melihat perjalanan hidup dari seorang tokoh bernama Mackenzie. Pengalaman jatuh bangun dalam hubungannya dengan ayahnya, pergumulannya dengan Tuhan, kesombongan dan keengganannya terhadap Tuhan, dan kesulitannya untuk memafkan apa yang telah terjadi.
Film yang secara garis besar mungkin relevan dengan kehidupan sebagian dari kita. Pengalaman kejatuhan dan tidak enak dalam hidup yang membuat kita putus asa dan menganggap seolah-olah Tuhan telah meninggalkan kita. Ujung-ujungnya kita cenderung menyalahkan Tuhan.
Kenapa hal ini terjadi kepada saya?
Kenapa kehidupan sesulit ini?
Kenapa orang lain tampak bahagia?
Kenapa Tuhan tega sekali membiarkan saya terjatuh?
Hal-hal yang saya pribadi rasakan dan akhirnya jadi mengutuki diri sendiri. Lebih buruk lagi hal ini juga menimbulkan perasaan iri hati terhadap orang lain, menganggap seolah-olah Tuhan lebih berpihak kepada mereka.
“Rasa sakitmu membuatmu tidak mampu melihat kehadiran-Ku”.
Kurang lebih seperti itu seingat saya. Kalimat yang sangat mengena bagi saya, karena kita cenderung menutup mata tidak melihat kehadiran Tuhan pada saat kita jatuh. Padahal di balik semua itu, Tuhan telah merancang sesuatu yang indah dan baik.
“Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun ia melupakannya, Aku tidak akan melupakanmu” (Yesaya 49:15).
Aku tidak akan melupakanmu, dan bahkan rambut di kepalamu pun terhitung semuanya” (Matius 10:30).
Begitu berlimpah janji Tuhan, yang semuanya menegaskan kalau Ia selalu berada bersama kita, sepanjang kita mau percaya dan berjalan bersama-Nya. Dengan sama-sama mendalami film tersebut, masing-masing dari kami juga membangun niat-niat pribadi dalam relasi dengan Tuhan sesama.
Berdamai dengan Tuhan, sesama, dan semua hal yang telah terjadi dalam kehidupan kami masing-masing. Berjalan bersama Tuhan untuk bisa menerima semua itu dan belajar memaafkan.
Setelah PerBul selesai, kami masih saling menyapa dalam group whatsapp. Memberikan cerita-cerita yang bisa menguatkan, atau sekedar membagikan cerita-cerita lucu untuk memberi semangat dan hiburan. Sapaan-sapaan selamat pagi, semangat pagi, semoga sukses hari ini, dan sapaan-sapaan lain rutin kami lakukan hampir setiap hari.
Circle-an kami selanjutnya kami lakukan pada tanggal 5 Januari 2019. Waktu yang cukup mepet, karena ada liburan Natal dan Tahun Baru. Tetapi tidak mematahkan keinginan kami untuk berkumpul kembali. Meskipun agak sedih karena kali ini kehadiran anggota kami belum lengkap.
Sebelum circle-an kami memutuskan untuk mengikuti perayaan Ekaristi bersama-sama di Gereja Katedral. Yah meskipun rombongan Bekasi terlambat sampai ke Gereja. Setelah perayaan Ekaristi, kami kemudian memutuskan untuk mencari makan di sekitaran Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal. Kami tidak bercerita di situ, karena suasananya yang kurang memungkinkan. Selesai makan, kami kemudian berjalan kaki mencari tempat yang lebih enak dan nyaman untuk circle, yaitu di Starbucks Filateli.
Sampai pada circle keempat ini, kami menjadi lebih terbuka dan bebas bercerita satu sama lain. Tidak terlalu kaku dan lebih mau menceritakan apa saja yang terjadi. Mungkin karena sudah sering bertemu dan menyapa di group whatsapp, sehingga menjadi lebih dekat satu sama lain. Juga karena mau mendengarkan cerita-cerita yang satu sama lain sampaikan, tanpa keinginan untuk menyela, sehingga setiap orang bisa bebas mengeluarkan isi hatinya. Karena mungkin sebetulnya itu yang kita cari: orang-orang yang mau mendengarkan.
Semoga ke depannya kami bisa berkumpul dalam formasi yang lengkap. Semoga segala niat baik, resolusi atau harapan yang diinginkan dapat diwujudkan. Semoga hubungan dengan Tuhan dan sesama dapat dipulihkan.

Sherly Benge
Maria Marselina B., biasa disapa Sherly, saat ini beraktivitas sebagai karyawan swasta di sebuah konsultan pemetaan. Anak rantau dari Bajawa, NTT, yang saat ini mencoba menata kehidupan di kota besar. Melalui permenungan dan refleksi maGis, saat ini sedang berusaha dan belajar menjadi pribadi yang lebih Ikhlas membiarkan Tuhan bekerja dalam hidupnya.