Bimbingan Rohani

Bimbingan Rohani

Beberapa pertanyaan yang muncul terkait bimbingan rohani

Pengantar

Teman-teman mungkin pernah mendengar istilah Bimbingan Rohani dalam beberapa kali kesempatan atau bahkan pernah melakukan Bimbingan Rohani selama menjalani formasi maGis. Bagi yang baru pertama kali mendengar istilah tersebut mungkin akan timbul pertanyaan: apa itu Bimbingan Rohani? Dan banyak pertanyaan lainnya seperti pada gambar. Pastinya ada banyak pertanyaan yang muncul terkait dengan Bimbingan Rohani yang mungkin didasari oleh rasa keingintahuan kita, kebingungan kita, keengganan kita dan bahkan ketakutan kita untuk melakukannya.

 

Konteks Bimbingan Rohani

Kita perlu mengetahui konteks dari bimbingan Rohani yaitu sebagai sebuah sarana atau bantuan di dalam Latihan Rohani. Yang dimaksud dengan latihan rohani adalah setiap cara memeriksa hati, meditasi, kontemplasi, doa lisan dan batin serta segala kegiatan rohani lainnya. (Latihan Rohani no.1) Sebagaimana olahraga entah itu lari, jalan santai atau misalnya sepakbola disebut latihan jasmani yang melatih jasmani kita supaya sehat dan bugar, demikian pula latihan rohani adalah juga sebuah cara untuk melatih jiwa kita, mempersiapkannya dan menyediakan hati untuk mencari dan menemukan kehendak Allah dalam hidup nyata guna keselamatan jiwa kita. Di dalam olahraga kita mengetahui ada yang disebut sebagai trainer, coach, pelatih atau apapun itu, yang membantu kita untuk melakukan olahraga tersebut dengan benar, dengan tekhnik yang tepat sehingga kita semakin maju, begitu juga di dalam latihan rohani, ada yang disebut sebagai pembimbing rohani yang juga membantu kita untuk semakin maju dalam hal rohani, dalam membangun relasi personal antara diri kita dengan Tuhan.

Pada Latihan Rohani itu terjadi relasi antara yang melatih dan dilatih, sebuah relasi yang aktif dan dinamis. Relasi itu dapat digambarkan sebagai sebuah perjumpaan dan hubungan yang merupakan suatu sarana agar yang dibimbing semakin mendalam dalam membangun perjumpaan dan relasi dengan diri sendiri dan dengan Tuhan yang adalah Pelatih Utama bagi setiap orang beriman. Hubungan antara kedua pelaku, antara yang dibimbing dan yang membimbing, bersifat dialogis dengan tujuan untuk menemukan kehendak Allah dan mencintainya serta melaksanakannya. Di sini yang penting bukan hanya isi dari dialog dan perjumpaan tetapi juga proses dan suasana dialog yang mematangkan orang yang sedang melakukan latihan-latihan rohani. Mengingat bahwa arah dari proses latihan rohani adalah menyiapkan diri dan membuka diri kepada Allah yang mendidik dan membentuk orang yang sedang melakukan latihan rohani, maka sebetulnya yang menjadi pelaku utama ialah Allah sendiri yang berkarya di dalam diri orang yang sedang melakukan latihan rohani.

Sebagai informasi tambahan, ada berbagai macam model bimbingan rohani, misalnya bimbingan rohani intensif yaitu yang dibimbing bertemu dengan pembimbing rohaninya setiap hari. Itu terjadi misalnya di dalam retret 30 hari, 8 hari atau juga 3 hari di mana kita melakukan selama doa 60 menit, kurang lebih 4-5 kali doa dalam sehari. Ada juga yang bertemu misalnya sebulan sekali dengan pembimbing rohani bagi mereka yang menjalani rutinitas harian sehingga di tengah kesibukan akan hal-hal yang rutin, mereka tetap dapat membangun relasi yang intens dengan Tuhan.

 

Arah Bimbingan Rohani

Fokus dari bimbingan rohani adalah relasi antara Tuhan dengan masing-masing pribadi. Kita diajak dengan lebih jernih di dalam percakapan rohani untuk melihat, mendengarkan dan merasakan apa yang Tuhan sampaikan secara personal melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidup ini. Relasi tersebut kita bangun dengan Tuhan melalui doa-doa yang kita lakukan. Di dalam doa, kita memberikan waktu untuk dekat pada Tuhan, mendengarkanNya, juga berbicara kepadaNya. Tentu kita masing-masing memiliki cara berdoa yang pas dengan kita di dalam usaha membangun relasi tersebut. Tanpa doa, kita tidak memiliki relasi yang personal dengan Tuhan dan tanpa relasi yang personal tersebut, tentu kita tidak memiliki arah atau sesuatu yang ingin kita perdalam lewat bimbingan rohani. Oleh karena relasi itu bersifat personal, khas milik kita masing-masing, tentu saja tidak ada kriteria benar atau salah. Ketika kita merasa Tuhan menyentuh kita melalui sebuah peristiwa, ketika kita mulai menyadari kehadiranNya dan ketika kita mengikutsertakan Tuhan bersama dengan peristiwa yang kita alami, itu semua adalah pengalaman religius kita, pengalaman relasi kita dengan Allah. Misalnya, setelah dituliskan di dalam buku jurnal dan direfleksikan, pengalaman atau peristiwa tersebut bisa diperbincangkan dalam bimbingan rohani di mana kita akan menceritakan kembali pengalaman religius (pengalaman akan Tuhan) atau bahkan refleksi kita, buah-buah dari pengalaman tersebut kepada pembimbing rohani. Di sinilah peran dari pembimbing rohani untuk membantu kita melihat dengan lebih jelas relasi yang kita bangun tersebut. Akan tetapi sebelum masuk ke peran pembimbing rohani, ada baiknya kita mengambil waktu sejenak dan bertanya kepada diri kita, apakah aku sudah membangun relasi yang personal dengan Tuhan dalam doa-doa yang rutin kulakukan? Apakah aku sudah berusaha untuk mendengarkan Ia yang menyapaku?

 

Peran Pembimbing Rohani

Santo Ignatius meminta agar pembimbing hendaknya tetap tinggal di tengah bagai jarum neraca, mempersilakan Pencipta langsung bertindak pada mahluk-Nya dan mahluk langsung pada Pencipta dan Tuhannya. (Latihan Rohani no. 15) Jadi yang paling penting sesungguhnya adalah relasi antara diri kita masing-masing dengan Tuhan. Apa yang kita ceritakan kepada pembimbing adalah relasi kita dengan Tuhan, bagaimana kita mulai mendengarkan Dia yang berbicara kepada kita, mulai mencari tahu apa yang menjadi kehendakNya atas diri kita lewat peristiwa atau pengalaman hidup yang dialami sehari-hari, yang menunjukkan bahwa Tuhan sedang menyapa kita.

Namanya juga sarana, mungkin saja sarana itu dirasa cocok oleh sebagian dari kita dan tidak cocok untuk beberapa orang lainnya. Entah karena rasa malu untuk bercerita dengan pribadi yang baru dikenal, bingung untuk memulai dari mana dan melanjutkannya dengan apa lagi dan lain sebagainya; itu adalah hal wajar di dalam bimbingan rohani. Jika kita merasa malu, katakan dan ceritakan saja kepada pembimbing, jika merasa bingung, ungkapkanlah juga perasaan tersebut.  Pembimbing pasti akan membantu kita asalkan kita berani berbicara jujur dan terbuka. Keterbukaan serta rasa percaya (trust) merupakan salah satu kunci di dalam bimbingan rohani, karena kita diajak untuk berani terbuka menceritakan apa yang sedang dialami, entah itu pergulatan kita di dalam membangun relasi dengan Tuhan dalam doa, pikiran mengenai diri sendiri, orang lain ataupun Tuhan dan seterusnya. Keterbukaan kita pada pembimbing rohani bisa menjadi cerminan bahwa kita juga semakin berani terbuka kepada Allah.

Tentu saja pembimbing rohani akan menghormati setiap pengalaman pribadi yang kita ceritakan dan menjaganya sebagai sebuah rahasia. Oleh karena itu, dari diri kita sendiri, sikap yang sesungguhnya dibutuhkan adalah sikap percaya (trust) dan rahmat untuk berani terbuka (openness) dalam menceritakan pengalaman-pengalaman syukur, pergulatan, hambatan, serta berbagai pengalaman kita berelasi dengan Tuhan. Catatan yang perlu diperhatikan: bukan peran pembimbing rohani untuk menciptakan relasi yang kita dengan Tuhan. Kita sendirilah yang bertanggung jawab membangun relasi itu. Peran pembimbing rohani hanyalah membantu perkembangan relasi antara yang dibimbing dengan Tuhan. Dengan kata lain, pembimbing adalah mediator antara yang dibimbing dengan Tuhan.

Tidak perlu takut atau ragu sebenarnya kepada pembimbing rohani karena mereka adalah orang yang memiliki kematangan & kemampuan untuk mendengarkan serta berdiskresi, dapat dipercaya untuk menjaga rahasia, serta mampu masuk ke dalam keheningan sebagai jalan untuk membangun relasi dengan Tuhan, berdiskresi dan sebagainya. Mereka yang menjadi pembimbing rohani tentu sudah mengalami sendiri bagaimana dibimbing secara intensif misalnya di dalam retret 30 hari, sudah memiliki pengalaman untuk menemukan kehendak Tuhan atas diri mereka, mengenal diri sendiri secara mendalam dan mengenal Tuhan yang mencintai mereka dalam sejarah hidupnya atau mereka yang ikut kursus bimbingan rohani dan seterusnya. Bagaimana mungkin dapat membimbing jika belum pernah merasakan dan mengalami sendiri bagaimana dibimbing? Akan tetapi itu semua terdengar seperti syarat-syarat semata dengan skill atau kemampuan serta gaya dan model yang berbeda-beda. Di luar itu, kita tetap bisa memberikan masukan dan evaluasi bersama atas proses bimbingan kita. Persiapkanlah keberanian untuk terbuka dan percaya dalam bimbingan rohani ini karena tanpa hal tersebut, cerita kita tidak akan mengalir, dialog kita tidak akan dimulai dan relasi kita menjadi dingin sehingga Tuhan yang menyapa secara lembut pun tak akan terasa.

 

Bimbingan Rohani Dalam Konteks Formasi maGis

Mungkin ada banyak pertanyaan yang muncul ketika kita harus melakukan bimbingan rohani. Mungkin pula ada hambatan-hambatan, seperti tempat bimbingan yang jauh, atau lebih-lebih rasa canggung kalau harus berhadapan dengan pembimbing yang belum kenal akrab. Kenapa harus ada bimbingan rohani dalam formasi maGis yang sedang kujalani ini? Seperti telah dijelaskan secara singkat sebelumnya, bimbingan rohani menjadi sarana yang membantu kita untuk semakin mengenal diri kita (yang sebagian sudah kita ceritakan dalam sejarah hidup) dan juga semakin mengenal Tuhan yang mencintai kita secara personal dalam sejarah hidup maupun dalam keseharian kita.

Bila belum puas dengan jawaban itu, cara paling pas menjawab pertanyaan mengapa harus ada bimbingan rohani mungkin adalah dengan kembali bertanya pada diri sendiri: mengapa aku ikut formasi maGis? Apakah aku tahu tujuan dari formasi yang kuikuti ini? Apakah itu memberikan ‘buah’ yang baik bagiku? Jika “YA” adalah jawabannya, ada banyak sarana untuk membuat agar “YA” itu terasa semakin penuh, salah satunya adalah bimbingan rohani.

Mungkin kita tidak akan langsung merasa cocok dengan sarana ini karena keterbukaan adalah sebuah proses yang alami, tumbuh perlahan dan tidak bisa dipaksakan dalam sebuah relasi. Tentu ini semua bisa dievaluasi dan direfleksikan oleh masing-masing pihak, namun yang jelas, sejauh ini bimbingan rohani menjadi salah satu sarana yang membantu perkembangan hidup rohani orang yang sedang dibimbing.

 

Penutup

Tak perlu berpanjang kata lagi sepertinya selain bertanya, “Apakah aku mau memulai bimbingan rohani, sebagai sebuah sarana yang membantuku untuk memperdalam relasiku dengan Tuhan?” Jika aku takut, mengapa aku takut untuk memulainya? Jika aku merasa malas atau ragu, mengapa perasaan demikian yang muncul? Jika aku bingung atau bahkan merasa tak ada gunanya proses bimbingan rohani ini, sampaikanlah itu kepada pembimbing rohani, tidak ada salahnya untuk jujur kepada pembimbing rohani yang pasti juga akan merefleksikan proses bimbingan rohani tersebut. Tanyakanlah pada dirimu masing-masing dan jika memungkinkan, refleksikanlah perasaan tersebut ketika akan, sedang, dan sudah melakukan bimbingan rohani. Selamat menuju ke tempat yang lebih dalam.

 

Sumber inspirasi tulisan:

The Practice of Spiritual Direction karangan William A. Barry SJ & William J. Connolly SJ.

The Jesuit Guide to (Almost) Everything, A Spirituality for Real Life karangan James Martin SJ.

Tulisan Rm. J. Darminta SJ dalam bagian Pengantar Buku Latihan Rohani St. Ignatius Loyola



Fr. Joseph Marendra Dananjaya, SJ

Fr. Danang sekarang sedang studi di STF Driyarkara. “Sometimes not getting what you want is the biggest blessing of all” adalah motto yg selalu menyadarkan dia untuk melihat bahwa sukses atau gagal itu bernilai sama dan berani bersyukur. Amin.

 


Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *